BERITABETA.COM, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Asosiasi Perusahaan Pengangkatan dan Pemanfaatan PMKT Indonesia (APPP BMKTI) mencatat Indonesia punya potensi menyimpan benda muatan kapal tenggelam (BMKT) atau harta karun bawah laut yang tersebar di 464 titik perairan RI.

Salah satu wilayah yang disebut adalah perairan Ambon yang memiliki sebanyak 13 lokasi harta karun. Harta karun itu berasal dari bangkai-bangkai kapal yang tenggelam di perairan nusantara.

Kapal-kapal tersebut adalah kapal dagang dari Cina, Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), Belanda, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, dan lainnya.

Lalu berapa jumlah nilai harta karun yang terpendam di perairan Ambon? APPP BMKTI menyebut potensi dari harta karun bawah laut di  464 titik tersebut mencapai US$12,7 miliar atau setara Rp181,69 triliun (mengacu kurs Rp14.307 per dolar AS).

Perhitungannya, potensi per titik adalah antara US$15 juta sampai dengan US$40 juta, atau rata-rata US$27,5 juta per titik lokasi. Itu artinya, setiap titik harta karun di perairan Ambon diprediksi bernilai sebesar Rp 393.137.200.314,84 (393 miliar lebih), jika dikalikan dengan 13 lokasi maka jumlahnya mencapai Rp 6 triliun lebih.

BMKT juga merinci, dari 464 titik 60 persen sebaran paling banyak di Kepulauan Riau, seperti Natuna, Bintan, Batam, lalu Belitung. Lalu, Laut Jawa 30 persen, selebihnya sebaran berada di Sulawesi hingga Halmahera.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merinci sebaran 464 titik itu berada 21 lokasi. Selain perairan Ambon terdapat juga 57 lokasi perairan Arafuru. Selanjutnya Selat Bangka (7 lokasi), Belitung (9 lokasi), Selat Gaspar, Sumatera Selatan (5 lokasi), Selat Karimata (3 lokasi), dan Perairan Riau (17 lokasi).

Kemudian, Selat Malaka (37 lokasi), Kepulauan Seribu (18 lokasi), perairan Jawa Tengah (9 lokasi), Karimun Jawa (14 lokasi), dan Selat Madura (5 lokasi).

Potensi harta karun juga diperkirakan berada di NTB dan NTT (8 lokasi), Pelabuhan Ratu (134 lokasi), Selat Makassar (8 lokasi), perairan Cilacap (51 lokasi).

Sisanya, berada di perairan Halmahera (16 lokasi), perairan Morotai (7 lokasi), Teluk Tomini, Sulawesi Utara (3 lokasi), Papua (32 lokasi), dan Kepulauan Enggano (11 lokasi).

Saat ini, Pemerintahan Jokowi, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kembali membuka kesempatan investor termasuk asing untuk mencari harta karun bawah laut yang berasal dari muatan kapal yang tenggelam di laut Indonesia. Bila berhasil, maka akan ada bagi hasil dengan pemerintah.

Sejarah Kapal Karam

Catatan National Geographic (2001) seperti dikutip dari viva.co.id menyebutkan ada tujuh kapal kuno tenggelam di perairan Indonesia bagian barat, terutama Selat Malaka, pada abad XVII-XX.

Kapal-kapal itu adalah Diana (Inggris), Tek Sing dan Turiang (China), Nassau dan Geldennalsen (Belanda), Don Duarte de Guerra (Portugis), serta Ashigara (Jepang).

Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan menyebut ada 463 kapal kuno yang karam tersebut sekitar tahun 1508-1878.

Dari jumlah itu, baru 10 titik yang sudah dilakukan pengangkatan secara legal. Kesepuluh titik tersebut antara lain berada di Perairan Blanakan (Subang), Perairan Buaya Wreck (Batam), Perairan Karang Cina (Pulau Seribu), Perairan Intan Cargo Selat Gelasa (Bangka Belitung), Perairan Cirebon, Teluk Sumpat (Tanjung Pinang), Karang Heliputan (Tanjung Pinang), Karawang, Belitung Timur dan Jepara.

Kapal VOC

Hal itu belum termasuk kapal-kapal dagang abad III-XV yang didominasi saudagar China yang singgah atau berdagang di sejumlah pelabuhan pada zaman kerajaan di Nusantara.

Kapal layar China telah mengarungi perairan Asia selama berabad-abad . Banyak kapal yang membawa muatan yang hari ini tidak ternilai harganya, tenggelam. Diperkirakan ada ribuan kapal dagang asal China yang karam di kawasan ini dalam kurun waktu abad 10 hingga 20.

Selain kapal China,  kapal-kapal dari VOC, Inggris, Portugis dan Spanyol  juga mengalami nasib yang sama. Pelayaran dari Portugal ke Atlantik Selatan berlayar melalui Samudera Hindia dan ke Asia Tenggara.

Sejak tahun 1650, sekitar 800 kapal Portugis berlayar dari Lisabon yang hampir 150 kapal tidak pernah terdengar lagi. Kemungkinan tenggelam di perairan Nusantara.

Antara tahun 1600 dan 1800, English east India Company (EIC) telah kehilangan lebih dari 7000 kapal dan kebanyakannya tenggelam ke dasar laut terbawa bersamanya harta kekayaan.

Sementara pada tahun 1808 dan 1809, EIC kehilangan 10 kapal yang berlayar pulang dan bersamanya hilang juga satu juta poundsterling lebih.

VOC Belanda juga telah kehilangan 105 kapal yang berlayar antara tahun 1602 dan 1794. Periode yang buruk adalah antara tahun 1725-1749 ketika VOC kehilangan 44 kapalnya yang berlayar pulang.

Tahun 2004, Luc Heymans dari perusahaan PT Paradigma Putra Sejahtera, Cosmix Underwater Research Ltd  menemukan sebuah kapal yang karam di perairan Cirebon pada tahun  976 M . Harta yang ditemukan: 271.381 keping benda berharga, terdiri dari 11 ribu mutiara, 4.000 rubi, 400 safir merah, 2.200 batu akik merah.

Ada juga vas terbesar dari dinasti Liao (907-1125 M), rock crystal dari Dinasti Fatimiyyah (909-1711 M). Penyelaman dilakukan sampai 22 ribu kali. Disebut sebagai penemuan terbesar di Asia. Nilainya 100 juta dolar AS (Rp 920 miliar).

Pada tahun 1986, dunia gempar dengan penemuan 100 batang emas dan 20.000 keramik Dinasti Ming dan Ching dari kapal VOC Geldennalsen yang karam di perairan Kepulauan Riau pada Januari 1751. Penemu harta karun itu adalah Michael Hatcher, warga Australia.

Percetakan Inggris, Hamish Hamilton Ltd, memublikasikan kisah petualangan dan temuan Hatcher itu dalam The Nanking Cargo (1987). Nanking Cargo merupakan sebutan kargo kapal VOC Geldennalsen yang berisi barang-barang berharga hasil transaksi perdagangan VOC di Nanking, China. Barang-barang yang dilelang Hatcher di balai lelang Belanda, Christie, senilai 15 juta dolar AS.

Pada tahun 1999 di Batu Hitam, Bangka Belitung, sebuah perusahaan asing mengambil ratusan batangan emas dan 60.000 porselen China Dinasti Tang yang dilelang senilai 40 juta dollar AS.

Setahun kemudian, perusahaan asing yang diduga di bawah kendali Hatcher mengangkut dan melelang 250.000 keramik China dari Selat Gelasa, Bangka Belitung, ke Nagel, balai lelang Jerman.

Di buku Pelayaran dan Perniagaan di Nusantara diperkirakan masih ada 30 ribu bangkai kapal yang karam di laut Indonesia sejak abad 19 dan 20.

Sedikitnya ada 463 titik harta karun yang terpendam di laut Indonesia. Prediksi ini berdasarkan catatan sejarah terkait kapal karam pada periode 1508-1878.

Para pemburu harta karun menduga harta karun paling berharga masih tersimpan. Harta itu berasal dari kapal Flor de La Mar yang karam di selat Malaka pada tahun 1534 . Kapal ini berisi kekayaan Kesultanan Malaka seperti patung-patung emas yang hendak diangkut ke Portugis (BB-DDS)