BERITABETA.COM, Ambon – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perempuan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengungkapkan pandemi Covid-19 tidak semata memberikan tantangan di sektor kesehatan. Covid-19 juga mempegaruhi sektor lainnya seperti sektor ekonomi dan sosial.

“Mengutip UN Women Tahun 2020, bencana ini telah memperburuk ketimpangan gender, sehingga perempuan menjadi semakin rentan,” kata I Gusti Ayu Bintang Darmawati saat tampil sebagai Keynote Speech dalam webinar Konferensi Perempuan Timur (KPT) ke IV , Rabu (26/8/2020).

KTP ke-IV ini digagas program Maju Perempuan untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) bersama mitranya Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) dan Forum Pengada Layanan (FPL).

Menteri PPPA dalam meterinya  berjudul “Covid-19 dan Transformasi Strategi Pemberdayaan Perempuan dan Penanganan Perlindungan Perempuan Korban Untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan yang Berkeadilan Gender,” mengatakan,  berbagai masalah yang dihadapi perempuan, khususnya yang berkaitan dengan segi social dan ekonomi terdiri dari beberapa masalah.

Antara lain, kata Darmawati,  pekerja perempuan banyak mengalami pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan. Kemudian pemulangan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mayoritas perempuan ke beberapa daerah di Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

“Banyaknya perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga setelah suami di-PHK atau suami diisolasi atau suami yang meninggal akibat Covid-19, serta perempuan pengusaha yang usahanya terkena dampak karena penurunan penjualan,”bebernya.

Selain itu, lanjutnya, masa pandemi  juga beresiko terhadap tingginya kekerasan perempuan yang meningkat. Seperti yang disajikan dalam Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menyebutkan,  selama masa pandemi Covid-19 per tanggal 29 Februari 2020 – 14  Agustus 2020 terdapat sebanyak 1.988 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa.

“Korban 62,67 % adalah korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” jelasnya.

Menurut Darmawati, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementrian PPPA mengatasi masalah ini  antara lain di bidang kesehatan, khususnya kesehatan mental, Kementerian PPPA telah menyediakan layanan psikologi untuk sehat jiwa (SEJIWA).

Selain itu, di bidang pendidikan Kementerian PPA juga melakukan intervensi pendidikan non formal melalui pelatihan, dengan membentuk  Pusat Pelayanan Keluarga (PUPAGA).

“Di bidang ekonomi kita juga mendorong para perempuan untuk terlibat langsung dalam kegiatan produksi melalui pengembangan model industri rumahan di 21 kabupaten/kota, serta melaksanakan model pelatihan kepemimpinan perempuan,” jelasnya.

Pelaksanaan Konferensi Perempuan Timur

Muh. Yusran Laitupa, Direktur Eksekutif BaKTI mewakili lembaga penyelenggara Konferensi Perempuan Timur ke- IV ini, dalam sambutan pembukaannya mengatakan, sejatinya kegiatan ini rencananya dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan, namun karena terjadi pandemic Covid-19, sehingga tidak memungkinkan rencana itu dilaksanakan.

Untuk itu, kata Yusran, pelaksanaan Konferensi Perempuan Timur ke- IV 2020 ini diselenggarakan melalui webinar dengan mengambil tema “Memetik Buah dari Sinergi Multipihak untuk Pembangunan Berkeadilan di Kawasan Timur Indonesia,”

Menurutnya, konferensi ini awalnya didasari oleh buah dari sinergi multipihak yang pertumbuhannya didorong oleh konferensi sebelumnya yang disebut Konferensi Perempuan Timor, karena dilaksanakan di pulau Timor.

Dikatakan, pada konferensi di tahun ke-2 tahun 2017, nama konferensi kemudian  dirubah menjadi Konferensi Perempuan Timur dengan pertimbangan  untuk mencakup keseluruhan wilayah di Kawasan Timur Indonesia.

“Tujuannya untuk membagikan praktik dan inovasi baik dari gerakan perempuan Indonesia Timur untuk menyelesaikan beragam isu hak asasi manusia,” urainya.

Selain itu, lanjut Yusran, konferensi ini juga untuk memperlihatkan kemampuan daerah dalam bersinergi antara gerakan perempuan, pemerintah dan berbagai pihak untuk mendukung kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Ia menjelaskan, komponen dalam konferensi ini terdiri dari pengetahuan. Dimana KPT menghadirkan pembicara yang inspiratif mulai dari komunitas, lembaga masyarakat, DPRD, pemerintah dan berbagai pihak  yang melakukan praktek baik untuk pembangunan Indonesia.

Misanya, pengembangan layanan korban berbasis komunitas, sekolah paralegal, metode, penguatan ekonomi perempuan, dan akses bantuan ke pemerintah.

Komponen lainnya, seperti membangun kemitraan dimana forum ini akan memperkuat proses komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam melihat permasalahan krusial terkait kekerasan terhadap perempuan di Indonesia Timur.

Sesi ini, kata dia, akan memperlihatkan kemitraan antara CSO dan pemerintah dengan penyampaian aspirasi dan harapan perempuan korban dan mendengarkan komitmen negara terkait permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu,  ada juga komponen pasar karya perempuan timur, dan panggung budaya.

Ditambahkan, KPT ini juga mengumpulkan para pelaku pembangunan dan aktor perubahan seperti seperti pemerintah lokal dan pusat, organisasi masyarakat sipil hingga penggerak komunitas di akar rumput.

“Tujuannya untuk saling berbagi pengalaman dan gagasan dalam rangka memenuhi hak-hak perempuan di Indonesia timur,” jelasnya.

Dengan konsep ini, tambahnya diharapkan para pihak yang hadir akan membahas berbagai aksi kolektif dan model pemberdayaan gerakan perempuan Indonesia Timur.

“Seperti penguatan kepemimpinan perempuan dan komunitas untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan serta advokasi kebijakan dan inovasi program untuk pembangunan berkelanjutan,” tutupnya (BB-ES)