BERITABETA.COM, Ambon – Anggota DPR RI Mercy Barends menyampaikan optimisnya di tahun 2022 mendatang, khusus untuk wilayah Maluku upaya pemerintah memberikan altenatif BBM murah kepada masyarakat dengan program konversi minyak tanah ke gas sudah dapat terwujud.

Target ini disampaikan, setelah melihat dari dekat proses pembangunan terminal liquified petroleum gas (LPG) yang dibangun PT Pertamina (Persero) di TBBM Wayame, Ambon, Selasa (25/08/2020).

“Banker gas yang dibangun ini berkapasitas 2 x 1000 metrik (MT).  Jika  infrastruktur gas dan elpiji ini terselesaikan, maka konversi dari minyak tanah ke gas sesegera mungkin sudah bisa jalan,” kata Mercy Barends saat bersama utusan BPH Migas, dan pihak Pertamina meninjau lokasi LPG di TBBM Wayame.

Anggota Komisi VII DPR RI ini menjelaskan, bila targetnya Maret  2021 infrastruktur selesai dan sudah bisa COD 2021, maka APBN 2022 sudah bisa menjawab kebutuhan konversi untuk Maluku secara resmi, di dalam batang tubuh anggaran subsudi energi gas 3 kg.

“Mudah-mudahan, dengan kehadiran depot gas ini, bisa memberikan alternative pilihan BBM murah bagi masyarakat,” tandasnya.

Menurutnya, kehadiran infrastruktur ini sangat bermanfaat bagi masyarakat di Maluku, karena  selama ini  tabung-tabung elpiji non subsidi yang beredar di pasar  itu didatangkan  dari Surabaya, Makassar.

“Harganya, harga industri tetapi kalau sudah ada disini dan bisa mengcover, harga akan terjun bebas,” terangnya.

Politisi  PDI Perjuangan ini menjelaskan, jika program pemerintah sudah berjalan mulus, maka bisa dipakai untuk kebutuhan rumah tangga.  Misalnya, untuk kebutuhan ibu-ibu memasak di dapur dan kebutuhan lainnya.

“Para nelayan dan petani juga bisa menggunakannya Intinya semua sudah bisa beralih fungsi dari energi yang dipakai sebelumnya tentunya dengan  harga yang jauh lebih murah, dibandingkan dengan solar atau  premium yang susah didapat,” bebernya.

Ia juga mengaku, sudah memberikan usulan konkrit ke BPH Migas, untuk melakukan sosialisasi sedini mungkin. Takutnya, ketika infrastruktur siap, stok siap, tidak ada yang beli karena perspektif masyarakat masih menganggap, gas ini BBM yang berbahaya, mudah meledak dan lain-lain.

Ia menambahkan, sosialisasi ini harus dilakukan tentang energi murah, energi bersih  dan energi yang dapat digunakan dalam jangka waktu lama.

“Beli 1 tabung kecil bisa bertahan berapa lama, apalagi yang 7 kg bisa 1,2,3 bulan, dibandingkan kita beli minyak tanah, atau  kita beli BBM yang lain, baru beli 1 gen, besok beli lagi,” tutur Mercy.

Untuk itu, tambahnya, pihaknya sangat berharap seluruh infrastruktur hilirnya harus siap, kemudian  sosialisasi berjalan ke masyarakat. Rencananya memang harus diatur sesuai waktu.

“Jauh-jauh hari kita sudah dengan survei-survei yang baik, sehingga bisa dimulai dari wilayah-wilayah yang sudah maju, orang pahami. Mindset atau pemahaman harus dibangun dimulai dari wilayah-wilayah yang sulit. Apalagi kesiapan transportasi dan lain-lain cukup berat,” harapnya.

Seperti diketahui pembangunan Terminal LPG ini merupakan tindak lanjut dari Penugasan Pemerintah melalui Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 2157 K/10/MEM/2017 Tentang Penugasan Kepada PT Pertamina (Persero) dalam Pembangunan dan Pengoperasian Tangki Penyimpanan Bahan Bakar Minyak Dan Liquefied Petroleum Gas.

Terdapat empat daerah yang menjadi sasaran dibangunnya terminal LPG itu. Masing-masing, di Bima di Nusa Tenggara Barat, Ambon di Maluku, Jayapura di Papua, dan Kupang, NTT.

Pembangunan empat terminal LPG ini dalam upaya meningkatkan ketahanan energi nasional, sekaligus mendukung program konversi BBM jenis minyak tanah ke LPG yang dicanangkan Pemerintah (BB-DIO)