BERITABETA.COM, Ambon –Anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi PDI Perjuangan Dapil Maluku Mercy Chriesty Barends menegaskan pihakanya tetap mengawal masalah subsidi energy dalam setiap pembahasan yang dilakukan di DPR RI dengan mengutamakan asas keadilan.

“Pembahasan subsidi energi harus diletakan dalam perspektif keadilan energi antar wilayah, penguatan ekonomi masyarakat miskin dan upaya mengatasi dampak dari pandemik Covid 19,” kata Mercy menjawab wartawan terkait  hasil  Rapat Panja Asumsi Makro, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan Banggar DPR RI bersama Pemerintah yang berlangsung Rabu (9/9/2020) malam.

Mercy menjelaskan, rapat ini akhirnya menetapkan sejumlah agenda diantaranya adalah Asumsi Makro Sektor ESDM dan subsidi energi yang didasarkan pada hasil keputusan Rapat Komisi VII dengan Menteri ESDM pada hari Rabu, 2 September 2020 lalu.

Dikatakan dalam rapat Banggar tersebut, dirinya telah menekankan beberapa hal krusial yang menjadi perdebatan alot terutama terkait pembahasan Subsidi Energi.

Menurut Mercy beberapa hal yang mengerucut dalam pembahasan tersebut meliputi, pertama, subsidi energi sudah pasti mengacu pada data resmi pemerintah terutama terkait Proyeksi angka kemiskinan tahun 2021 sebesar 9,7%, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)  7.7-9.1% akibat pandemi Covid 19.

“Jadi tidak serampangan Komisi VII DPR RI memutuskan asumsi makro energi tanpa data valid,” katanya.

Kedua, mempertimbangkan dengan sangat seksama ruang fiskal belanja dalam RAPBN 2021 dengan memastikan masyarakat miskin dan rentan miskin. Intinya, harus ada dalam tanggung jawab negara apalagi dalam menghadapi krisis ekonomi akibat pandemik Covid 19 ini.

“Yang ketiga kami meminta agar gap energi antar wilayah barat dan timur dapat diperthatikan,” jelasnya.

Selanjutnya, Barends  yang juga anggota Komisi VII DPR RI ini mengatakan, untuk seluruh asumsi makro dan subsidi energi yang  disampaikan Komisi VII DPR RI ke Banggar DPR RI pada akhirnya semua diterima dan ditetapkan tanpa ada perubahan setelah melewati babakan diskusi yang mendalam.

“Semuanya terang dan jelas penetapan angka-angka tersebut didasarkan pada data-data yang tertanggung jawab,” bebernya.

Adapun rincian sebagai berikut,  Asumsi:

  1. Indonesian Crude Price (ICP), 45US$/bbl.
  2. Nilai tukar, Rp 14.600/dollar.
  3. Lifting minyak, 705 (ribu barel per hari).
  4. Lifting gas, 1.007 (ribu barel setara minyak per hari).
  5. Subsidi: Minyak tanah, 0.50 jt KL.
  6. Solar, 25.80 Jt KL. LPG 3 Kg, 7.5 Metric Ton.
  7. Subsidi tetap minyak solar, Rp 500/Liter. Listrik:53,587.3 T.

Disinggung terkait apa saja point-point krusial yang masih membutuhkan pendalaman lebih jauh, Mercy menjelaskan, antara lain soal penetapan angka subsidi energi. Misalnya, ada sejumlah pertanyaan dari anggota Banggar terkait mengapa masih ada alokasi subsidi untuk minyak tanah 0.50 jt KL dan solar 15.80 jt KL.

Sebagai anggota DPR RI yang berasal dari Kawasan Timur Indonesia (KTI), dirinya ikut memberi pandangan bahwa subsidi mitan dan solar masih dibutuhkan karena sejumlah provinsi di KTI belum ada kebijakan konversi mitan dan BBM lainnya ke gas seperti Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan NTT.

“Jika subsidi ini tidak diberikan maka akan berdampak besar terhadap ketahanan energi di Indonesia Timur, sehingga subsidi ini tetap harus ada dalam skema kebijakan subsidi energi nasional,” jelasnya.

Diakatakan, khusus untuk Provinsi NTT rencananya tahun 2021 untuk pertama kalinya kebijakan konversi mintan  ke gas  sudah masuk kesana, sementara untuk Maluku, Maluku Utara, Papua, konversi mitan akan disesuaikan dengan kesiapan infrastruktur depot gas di masing-masing wilayah.

“Semua yang kami perjuangkan ini bertujuan untuk memastikan terjadinya keadilan energi yang pro rakyat dan tentunya bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa diskriminasi wilayah,” tandasnya.

Selain itu, juga soal subsidi untuk elpiji kapasitas tabung 3 kg. Pemerintah telah  mengusulkan angka 7 juta metric ton, sementara keputusan Komisi VII ke Banggar pada angka 7.5 jt metric ton.

Dijelaskan, penambahan 500 ribu metrik ton ini didasarkan pada perhitungan yang sangat rigid, yakni kenaikan rerata tahunan demand LPG 3 kg 4,7% atau setara dengan 200-300 ribu MT, Program Konverter Kit bagi Nelayan dan Petani sebagai bagian dari kebijakan konversi BBM ke gas sebesar 4500 MT.

Selanjutnya, lanjut Mercy, terkait  program Jargas (jaringan gas, mengalirkan LPG lewat pipa gas), sebanyak 127.864 SR (Sambungan Rumah Tangga) 100 % onstream pengembangan infrastruktur jargas sampai akhir tahun 2020 sebanyak 13.089 MT, untuk pengembangan jargas tahun 2021 sebanyak 120.776 SR, 10% onstream dengan LPG salur pipa sebesar 109 MT.

“Jadi tersisa 180 ribu MT dibagi sebanyak 72 ribu MT untuk konversi mitan di Provinsi NTT dan sisanya 78 ribu MT sebagai antisipasi dampak dari pandemik Covid- 19 kepada masyarakat kecil dengan lonjakan usaha mikro dari rumah. Ini  hitungan kita dengan melihat hal diatas didapatkan angka sebesar 7.5 Juta MT,” urainya.

Ia menambahkan, terhadap pola distribusi LPG 3 kg, Ketua Banggar Said Abdullah juga memberi arahan dan masukan yang sangat tegas kepada Pemerintah untuk kedepan pola subsidi tidak lagi berbasis komoditi tapi berbasis orang dengan skema tertutup untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan tepat volume.

“Soal Jargas ini jangan jauh-jauh kita lihat komparasinya. Di Jakarta banyak ibu-ibu rumah tangga keluarga  miskin bersyukur sekali dengan hadirnya Jargas karena tersedia 24 jam dan rata-rata hanya membayar Rp. 25.000-50.000.- tagihan gas bulan. Jadi, secara bertahap kebijakan energi murah, bersih dan terjangkau terus kita hadirkan ke masyarakat Indonesia, termasuk di Maluku,” harapnya.

Subsidi Listrik

Selain gas, kata Mercy subsidi lain yang mendapat atensi serius dalam rapat tersebut adalah penetapan angka 53,5T untuk subsidi listrik. Terkait angka ini, ada yang berpendapat  masih terlalu besar.

Barends menjelaskan, sebenarnya angka subsidi listrik untuk tahun 2021 turun dari tahun 2020 yang ditetapkan sebesar 54, 55 T, itu pun dengan optimalisasi cakupan pelanggan miskin bertambah 1.8 juta, dari 31 juta  pelanggan miskin dan rentan miskin, menjadi 32.8 jt pelanggan (450 VA dan 900 VA subsidi).

“Hal ini sebagai dampak bertambahnya angka kemiskinan akibat pandemik covid 19 untuk proyeksi tahun 2021,” jelasnya.

Selain itu, angka subsidi turun karena patokan ICP sebelumnya 63 US$/bbl pada tahun 2020, selanjutnya mengalami perubahan dengan Perpres 72/2020 sebesar 33 US$/bbl dengan nilai tukar rupiah 15.300/$ selama pandemic Covid 19. Untuk tahun 2021 ICP ditetapkan 45 US$/bbl dengan Rp 14.600/$.

“Jadi ada faktor koreksi karena depresiasi rupiah terhadap dollar dan fluktuasi penetapan ICP. Sehingga total subsidi energi baik untuk subsidi BBM dan LPG 3 kg ditambahkan subsidi listrik menjadi 110.51 T,” terang politis PDI-P Maluku ini.

“Rasanya sangat lega setelah keputusan diketok. Ini artinya tanggung jawab mengawal sikap PDI Perjuangan untuk tetap berpihak kepada asumsi makro dan subsidi energi yang pro rakyat tuntas dilaksanakan. Kami pastikan rakyat miskin tidak sendiri menghadapi pandemik covid 19, negara hadir dalam kehidupan mereka” sambung Barends (BB-DIO)