Sebuah kabar gembira disampaikan oleh pihak PT. Pertamina (Persero) Cabang Ambon. Kabar itu tentang mega proyek pembangunan Terminal Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang baru saja tuntas dikerjakan konstruksinya.

Rampungnya pembangunan Terminal LPG yang berlokasi di Waeyame, Kota Ambon, Maluku ini merupakan sebuah kemajuan yang patut disyukuri.

Artinya, perubahan drastis dalam upaya konversi energi dari bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) di Maluku sudah tak dapat dibendung.

Apapun alasannya, masyarakat Maluku, terutama Kota Ambon dan sekitarnya harus bisa menerima perubahan yang sudah pasti terjadi itu.

Minyak Tanah yang menjadi primadona bahan bakar  bagi konsumsi rumah tangga selama ini,  sebentar lagi akan menghilang.   

Tidak main-main untuk membanguan sebuah terminal LPG ini, pemerintah harus melibatkan 223 perusahaan lokal, yang terdiri dari 208 perusahaan pemasok material dan 15 perusahaan subkontraktor konstruksi fabrikasi.

Kenapa harus melakukan konversi BBM ke BBG? Tentu pertanyaan tak bisa dihindari. Kebiajakan pemerintah seperti apapun pastinya akan menuai sorotan publik.

Terutama bagi sebagian masyarakat Maluku yang sudah lama menjadi konsumen Minyak Tanah. Gas pastinya dianggap sebagai barang langka dan memiliki resiko yang tinggi dalam penggunaannya. Ya, semacam paranoid (ketakutan berlebihan) yang terbayang.

Padahal, jika mindset kita diarahkan dalam pemikiran objektif dan rasional, bahwa fenomena penggunaan BBG atau Elpiji sudah bukan menjadi barang baru.

Hampir seantero masyarakat di Ibukota Jakarta dan Jawa pada umumnya sudah hidup bergantung pada penggunaan Elpiji. Bukankah soal musibah akibat ledakan gas dan sebagainya merupakan sebuah peristiwa misteri?  Kapan musibah itu datang tak ada yang bisa menghindarinya. 

Fenomena sosial kemanusiaan ini memang bukan hal baru terjadi di Maluku. Peristiwa serupa juga terjadi ketika Pemerintah Kota Ambon membuka kran investasi bagi dua jaringan minimarket terbesar di Indonesia, Indomaret dan Alfamidi beroperasi di Kota Ambon.

Saat itu, banyak publik yang melontarkan kritik sampai-sampai ada yang sumpah serapah, karena menilai menjamurnya Indomaret dan Alfamidi di Kota Ambon akan membunuh usaha serupa yang dijalani para penguasaha lokal di Ambon.

Faktanya, keberadaan Indomaret dan Alfamidi ternyata juga memiliki trickle down effect yang tidak sedikit bagi ekonomi masyarakat, karena banyak menyerap tenaga kerja.

Hal serupa juga terjadi pada upaya konversi BBM ke BBG ini. Negara dalam hal ini pemerintah, tentunya punya alasan yang lebih kuat. Salah satu hal krusial yang menjadi alasan kenapa gas menjadi pilihan konversi,  adalah masalah ekonomi atau keuangan negara.