“Melalui kolaborasi ini, kami memastikan bahwa anak-anak di wilayah terpencil punya akses yang sama terhadap pendidikan digital. Ini bukan sekadar proyek kelistrikan, melainkan investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia,” ujarnya.

Anton menjelaskan, ketiga sekolah tersebut dipilih karena sebelumnya mengalami keterbatasan pasokan listrik, yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan belajar berbasis teknologi. Kini, perangkat digital seperti komputer, proyektor, dan akses internet dapat digunakan secara optimal.

Respons positif pun datang dari pihak sekolah. Kepala SMPN 1 Atap Bobale, Fandris menyampaikan, sebelum ada PLTS, kegiatan belajar sering terhambat.

“Sekarang anak-anak bisa belajar menggunakan komputer setiap hari. Ini sangat membantu kami menjalankan kurikulum digital,” ujarnya penuh antusias.

Guru di Pulau Dagasuli menambahkan, keberadaan listrik 24 jam membuka peluang baru dalam proses belajar-mengajar.

“Kami bisa menjalankan kelas daring, menggunakan multimedia, dan melakukan pelatihan literasi digital dengan lebih baik. Siswa juga jauh lebih antusias belajar,” tuturnya.

Selain mendukung sektor pendidikan, pemasangan PLTS ini juga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Warga kini dapat menikmati pasokan listrik yang stabil dan berkelanjutan, sekaligus mendukung upaya pengurangan emisi karbon melalui pemanfaatan energi baru terbarukan (*)

Editor : Redaksi