BERITABETA.COM – Secara ilmiah disebutkan rutin berolahraga menjadi salah satu cara menghindari dari penyakit degeneratif seperti penyakit jantung. Namun, sering terjadi fenomena terbalik, beberapa orang yang dikenal rajin berolahraga bahkan atlet, justru meninggal terkena serangan jantung.

Menurut American Heart Association, sebanyak 350 ribu orang pernah mendapat serangan jantung mendadak di seluruh Amerika Serikat, yang mana sebagian besar terjadi saat berolahraga.

Hasil penelitian terhadap 849 kejadian serangan jantung mendadak di Journal of the American College of Cardiology tahun 2013 menemukan bahwa sebanyak 52 serangan terjadi di tempat olahraga biasa, 84 peristiwa di tempat olahraga alternatif dan 713 terjadi di tempat-tempat yang tidak berhubungan dengan olahraga.

Beberepa kasus terjadi dan membuat public bertanyata-tanya, misalnya yang terjadi dan dialami para pesohor di Indonesia. Misalnya aktor dan politisi Adjie Massaid, pelawak Benyamin S dan Basuki. Mereka, meninggal setelah bermain sepak bola atau futsal.

Orang lalu menyimpulkan hal lain. Olaraga lalu menjadi ‘kambing hitam’ penyebabnya. Tentu ini kesimpulan yang salah. Olahraga tetap diperlukan seperti juga makanan yang sehat untuk menghindari penyakit degenatif. Apa yang harus dilakukan?

Dr. Mary Norine Walsh, presiden American College of Cardiology mengatakan, secara umum olahraga merupakan kegiatan yang harus dilakukan karena baik untuk kesehatan dan kebugaran, tetapi tidak selalu dapat memprediksikan serangan jantung mendadak.

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Dicky Hanafy saat menjadi pembicara dalam acara “Heart Festival dan Talkshow Jantung” yang diadakan oleh Rumah Sakit Bunda dan Plaza Indonesia, menjelaskan,  seseorang yang rajin berolahraga bisa saja terkena serangan jantung jika dia telah mempunyai bibit penyakit arteri koroner dan tidak menyadari hal itu.

Menurutnya, saat olahraga, semua otot bergerak dan terlatih. Termasuk otot jantung. Ketika melakukan olahraga dengan intensitas tinggi, seseorang yang memiliki faktor keturunan otot jantung yang lebih tebal, akan lebih menebal saat olahraga. Sehingga membuat jantung bekerja ekstra keras. Sementara otot jantung yang dilatih secara proporsional dan tidak memiliki faktor keturunan, tidak terlalu tebal sehingga jantung dapat bekerja normal.

Biasanya pasien tidak menyadari hal tersebut. Sehingga akhirnya ketika olahraga terutama yang berlebihan, jantung memompa oksigen dengan keras, pada kondisi tersebut seringkali jantung berhenti.

“Jangan disalahkan olahraganya. Tapi karena faktor genetik. Olahraga tetap penting asalkan tidak berlebihan. Dan yang terpenting juga deteksi dini. Terutama yang punya riwayat keluarga menderita jantung,” kata Dicky seperti dikutip wartakota.

Di tempat yang sama, dr Erick Purba, SpPD menyarankan agar melakukan olahraga aerobik untuk mencegah serangan jantung. Lakukan olahraga aerobik selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-4 kali per minggu. Jenis olahraga aerobik misalnya jalan cepat, renang, bersepeda, jogging.

Deteksi Dini

Deteksi dini walaupun tanpa keluhan bisa dilakukan dengan treadmill setiap tahun, terutama pria yang berusia di atas 40 tahun. Jika stabil dan tekanan darah juga normal, relatif aman. Namun, jika tidak terkontrol harus diberi obat terutama agar terkontrol tekanan darahnya.

Selain itu juga perlu memerhatikan faktor-faktor yang memperbesar risiko terkena serangan jantung. Jika faktor-faktor tersebut berada di atas normal, harus dilakukan cara untuk menurunkan angka-angka tersebut. Normalnya angka-angka faktor risiko akan menurunkan faktor risiko terjadinya serangan jantung.

Serangan jantung sebagian besar (75 persen) disebabkan penyakit jantung koroner yang terutama disebabkan aterosklerosis atau pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mengedarkan oksigen ke jantung).

Selain itu bisa disebabkan gangguan irama listrik jantung. Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi di pembuluh darah mana saja. Misalnya pembuluh darah di otak yang dikenal dengan stroke, ginjal, atau kaki, dan di jantung. Serangan jantung bisa disebabkan sumbatan total maupun sebagian pada pembuluh darah koroner.

Jika seseorang sudah terdiagnosa menderita jantung koroner, harus dilakukan pengobatan. Tujuannya agar tidak terkena serangan jantung mendadak. Selain akibat penyumbatan dan gangguan irama jantung, serangan jantung atau berhentinya jantung bisa disebabkan gagal jantung, adanya cairan di jantung (tamponade jantung), meradang (mikokarditis), penebalan otot jantung (kardiomiopati hipertrofi-lebih karena keturunan)

Gejala

Gejala serangan jantung yang khas adalah nyeri dada kiri atau tengah disertai rasa tertekan (seperti tertimpa beban berat) atau tercekik, yang menjalar ke lengan kiri, rahang, ulu hati seperti sakit maag dan punggung. Selain itu seringkali ditambah dengan keluarnya keringat dingin yang mengalir deras.

“Nyeri tidak dipengaruhi oleh pergerakan atau tarik nafas dalam. Sering disertai dengan keringat dingin atau sesak nafas tiba-tiba. Serangan biasanya terjadi lebih dari 20 menit dan tidak sembuh dengan istirahat,” jelas Dicky.

Disebut mendadak, karena sebelumnya tidak ada keluhan. Padahal proses penyumbatan sebenarnya telah berjalan lama tapi secara perlahan. Selama oksigen masih bisa mengalir walaupun sudah ada penebalan dinding pembuluh darah, pasien biasanya belum merasakan apa-apa. Tapi jika oksigen itu sudah tidak mengalir akibat penyumbatan, barulah pasien merasakan. Dan saat itulah disebut serangan jantung.

Ketika terjadi serangan jantung, jalan terbaik segera membawa ke rumah sakit agar bisa dilakukan pertolongan terbaik. Tidak ada yang menjamin seseorang bisa tetap hidup jika mengalami serangan jantung. Kecepatan, peralatan yang lengkap, dan pertolongan yang benar, sangatlah penting untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang terkena serangan jantung. Selain itu juga untuk menjamin kualitas hidup sesudahnya.

Tiga Jam Terpenting

Saat terjadi serangan jantung, waktu penyelamatan seakan berpacu dengan kedatangan’ malaikat maut. Hasil terbaik apabila terapi dilakukan secepatnya dan paling lambat tiga jam setelah serangan. Mengapa?

“Dalam tiga jam pertama, belum terjadi kerusakan otot jantung. Tiga jam berikutnya mulai terjadi kerusakan tetapi belum banyak. Enam sampai 12 jam kerusakan bertambah, namun masih bisa diperbaiki. Lewat dari 12 jam setelah serangan jantung, kerusakan otot jantung sulit dikembalikan dan berdampak pada kualitas hidup pasien. Pasien mudah sesak nafas, jantung membesar, dan risiko gagal jantung jadi meningkat. Termasuk juga risiko kematian,” kata dokter Dicky.

Pemilihan rumah sakit menjadi penting agar penanganan bisa tepat. Menurut pengajar di Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia itu, karena sebagian besar serangan jantung disebabkan penyumbatan, pertolongan terbaik dengan kateterisasi.

Terapi ini hanya bisa dilakukan di rumah sakit. Namun serangan jantung bisa terjadi di mana saja. Bisa di rumah, di jalan, di kantor, atau saat sedang di pusat perbelanjaan sekalipun. Sehingga, segera membawa ke rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas lengkap menjadi sangat penting untuk mendapatkan `golden time’ penangangan terapi serangan jantung. (BB-WK)