BERITABETA, Ambon – Beberapa warga di sejumlah daerah kabupaten di Provinsi Maluku mengeluhkan pelayaran kapal perintis yang melayari sejumlah rute ke sejumlah kabupaten.Keluhan mereka terkait tidak maksimal beroperasinya kapal-kapal perintis itu sesuai jadwal pelayaran yang sudah ditetapkan.“Kami sudah tertahan beberapa lama di kota Ambon menunggu kapal untuk balik ke daerah asal, katanya kapal lagi doking,” ungkap Mansur salah satu warga yang dijumpai beritabeta.com di Ambon, Sabtu (03/11/2018).Keluhan Mansur ini juga sempat disampaikan Komisi C DPRD Maluku. DPRD Maluku mengakui adanya keluhan warga yang sudah lama tidak bisa kembali ke sejumlah daerah asalnya akibat tidak ada kapal perintis yang beroperasi.“Hampir setiap saat ada warga yang datang ke komisi menyampaikan keluhan mereka, bahkan hari ini ada sekitar 30 orang yang juga hadir dengan persoalan yang sama,” kata Ketua Komisi C DPRD Maluku, Anos Yermias di Ambon.Anos dalam rapat dengar pendapat antara komisi dan Kadis Perhubungan Maluku, Frangky Papilaya, Direktur Operasi PT. Pelni Cabang Ambon, Djasman, serta Kasie Lalu Lintas Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Ambon, Rifai, Jumat 2 November 2018 mempertanyakan kondisi yang menimpa sejumlah calon penumpang itu.Menurut Anos, sistem pelayaran perintis baik yang dikelola PT. Pelni maupun pihak swasta dengan jadwal doking kapal yang selalu dinilai tidak tepat waktu dan tidak ada kapal pengganti.Sedangkan di sisi lainnya, ada kapal perintis yang dikelola swasta tetapi harga tiketnya terlalu mahal, baik yang melayari rute perintis ke arah Kabupaten Tenggara Barat, Maluku Barat Daya maupun Kabupaten Seram Bagian Timur.Kadis Perhubungan Maluku, Frangki Papilaya mengakui ada 18 unit kapal yang dioperasikan untuk melayani rute pelayaran perintis di daerah ini dan penetapan trayek ini dilakukan bersama antara pemerintah daerah dan Kementerian Perhubungan.Dari 18 kapal perintis ini telah ditentukan jalur-jalur mana saja yang akan mereka lewati tentunya dengan memperhatikan usul yang disampaikan pemerintah kabupaten masing-masing daerah melalui Dinas Perhubungan.“Jadi semua jalur perintis itu ditentukan langsung oleh pemerintah kabupaten tanpa diintervensi sedikit pun oleh pemprov, karena yang mengetahui kondisi riil daerah adalah masing-masing pemkab/pemkot, lalu Dishub provinsi membawa usulan ini ke rakornas perintis nasional untuk ditetapkan” ujarnya.Kemudian dalam perjalanannya, kapal-kapal perintis ini memang fakta membuktikan banyak diantaranya yang tidak tepat lagi melayari rute di Maluku karena sudah tua usianya.“Problem seperti ini juga kami sampaikan ke Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, dan atas dasar ini pada tahun 2017 Dirjen menjanjikan kepada kami 13 kapal baru untuk menggantikan kapal-kapal yang dalam penilaian sudah tidak layak berlayar,” tandas Frangki.Sekarang sudah terealisasi bantuan tiga kapal baru dari Kemenhub kepada Pemprov Maluku yakni Sabuk Nusantara 106 yang menggantikan rute pelayaran perintis KM Maloli, Sabuk Nusantara 87 menggantikan KM Sabuk 43, dan KM Sabuk Nusantara 107 menggantikan KM Sabuk Nusantara 63.Sepuluh kapal lainnya belum terealisasi dan Kemenhub menyatakan masih dalam proses pembangunan.Dari 18 kapal yang dioperasikan ini, operatornya ada yang ditangani Pelni dan juga melibatkan pihak swasta khususnya untuk kapal pengangkut barang.Persoalannya, untuk kapal yang mengangkut orang dan dikelola Pelni bila ada kerusakan tentunya sangat mengganggu karena harus doking dan tidak ada kapal pengganti, sehingga Dishub sering melakukan deviasi terhadap kapal perintis yang lain.“Hanya saja deviasi dengan memperhitungkan banyak hal ini tidak berlangsung lama sehingga kalau ada kerusakan kapal maka secepatnya diperbaiki sebab tidak ada kapal pengganti,” tandasnya.Masalah lainnya adalah soal doking oleh tiga unit kapal yang momentnya tidak tepat dengan program mudik gratis yang dibuat pemprov. (BB/DIO)