BERITABETA.COM, Ambon – Kecamatan Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku dilaporkan terancam krisis pangan dan kebutuhan dasar masyarakat.  Kondisi ini terjadi, menyusul mandeknya arus  transportasi laut yang diandalkan dalam program pemerintah berupa Tol Laut ke daerah tersebut selama tujuh bulan.

“Hari ini terjadi krisis ekonomi di sana sebab sudah tujuh bulan tidak ada kapal penumpang yang masuk ke sana lalu bahan kebutuhan pokok juga habis karena tidak ada suplai,” kata mahasiswa asal MBD, Harvy Leimahariwa di Ambon, Senin (25/2/2019).

Keprihatinan atas kondisi yang terjadi di Pulau Romang, memaksa puluhan  mahasiswa yang tergabung dalam DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Ambon melakukan aksi demo ke DPRD Maluku.

Harvy Leimahariwa dan sejumlah rekannya mendesak Komisi C DPRD Maluku selaku wakil rakyat untuk memperjuangkan beroperasinya kapal perintis dari pelabuhan Ambon kembali menyinggahi Pulau Romang karena sudah tujuh bulan tidak beroperasi.

Menurut  Harvy, mandeknya transportasi laut  juga membuat warga Romang yang sakit tidak bisa berobat ke Rumah Sakit Umum di Tiakur, Ibu Kota Kabupaten MBD,  karena mahalnya biaya sewa kapal motor.

Ketua DPC GMNI Kota Ambon, Sujahri Somar mengatakan akibat kemacetan transportasi laut selama tujuh bulan membuat warga hanya bertahan dengan mengkonsumsi jagung.

Selain itu, kata Sujahri Somar,  warga Romang yang ada di Pulau Ambon juga  sudah terjebak lebih dari lima bulan dan tidak bisa kembali akibat tidak ada kapal laut. “Aspek kesehatan, ekonomi, dan aspek pendidikan di wilayah terluar itu sangat tertinggal dan terpuruk, sehingga bahan pokok pangan saja tidak ada sehingga warga bertahan dengan mengkonsumsi jagung,” ungkapnya.

GMNI juga minta DPRD provinsi melalui komisi C membentuk panitia khusus untuk melihat berbagai persoalan yang ada di Pulau Romang.

Pelabuhan Pulau Romang yang mati suri, akibat tidak lagi disinggahi kapal atau transportasi laut yang disiapkan pemerintah

Menanggapi persoalan ini, Ketua Komisi C, Anos Yermias bersama Lucky Wattimury dan Inyo Pattipeiluhu yang menerima pendemo menjelaskan, persoalan transportasi laut khsususnya untuk pelayaran perintis sudah dibicarakan dengan Dishub provinsi, PT. Pelni dan instansi terkait sejak akhir 2018.

“Saat itu sudah dibahas soal rencana KM. Sabuk Nusantara 48 yang biasanya melayari rute ke Pulau Romang sesuai jadwalnya harus doking untuk keselamatan pelayaran,” ujarnya.

Kemudian sejak 21 Desember 2017, Maluku dijanjikan 15 kapal perintis oleh pemerintah dan prose pembuatannya di galangan kapal Semarang, dan sampai saat ini sudah terealisasi enam kapal baru.

Enam kapal baru ini diantaranya KM Sabuk Nusantara 103, 106, 107, dan yang khusus untuk KM Sabuk Nusantara 87 mengalami masalah karena kemudinya patah saat masuk pelabuhan Lirang sehingga tidak mungkin dipaksakan untuk berlayar.

“Jadi bukan kita ini tidak bekerja, sebab 15 kapal baru itu hasik lobi dan negosiasi DPRD ke pemerintah, kemudian operator kapal ini semuanya ditangani Pelni,” tegas Anos

KM Sabuk Nusantara 71 Siap Layari Rute ke MDB

Menyikapi mandeknya transportasi laut ke Kabupaten MDB,  pihak PT Pelni Cabang Ambon, menyatakan telah  menyiapkan kapal perintis KM Sabuk Nusantara 71 untuk melayari rute Ambon menuju sejumlah pelabuhan di Kabupaten MBD, termasuk Pelabuhan Pulau Romang.

“Dalam waktu dekat kapal tersebut sudah berlayar dari Semarang, Jawa Tengah, menuju Ambon,” kata Plt Kepala PT Pelni Cabang Ambon Djasman di Ambon, Selasa (26/2/2019).

Setelah kapal tersebut tiba di Ambon, tinggal menunggu serah terima dari Dinas Perhubungan kepada PT Pelni Cabang Ambon untuk mengelolanya. Pengiriman kapal dari Semarang ke Ambon tanggung jawab galangan kapal.

“Jadi orang yang mengantarkan kapal tersebut dari Semarang sampai di Ambon dari galangan kapal, setelah tiba di Ambon diterima Dinas Perhubungan baru diserahkan sesuai dengan berita acara kepada PT Pelni Cabang Ambon yang mengelolanya,” katanya menjelaskan

Kalau proses berjalan sesuai rencana, PT Pelni menyiapkan anak buah kapal (ABK) dan KM Sabuk Nusantara 71 siap untuk berlayar. “Karena itu, tunggu saja, tidak sampai dua minggu lagi kapal tersebut sudah melayani penumpang yang akan berlayar menuju MBD,” ujarnya.

Menurut dia kapal ini baru, orang Ambon bilang kapal picah plastik (kapal baru), bukan kapal yang sudah lama.

Djasman mengakui selama ini rute pelayaran menuju sejumlah pelabuhan di Kabupaten MBD agak kesulitan, apalagi selama ini hanya dilayani oleh satu kapal perintis yakni KM Sanus 48, walaupun dibantu oleh kapal penumpang milik swasta yang melayani penumpang ke arah itu, namun dirasakan masih kurang. Kondisi KM Sanus 48 mengalami masalah, terjadi kerusakan sehingga tidak bisa dipaksanakan untuk berlayar. (BB-DIO)