Catatan : Mary Toekan Vermeer

Di awal kedatanganku di Negeri Seribu Kincir ini, banyak hal – hal pamali yang berlaku di tanah air aku dapati, memacu aku harus kuat berlari memahami cara pandang yang telanjang dari nilai agama.

Hari itu, setelah makan malam,  𝘨𝘦𝘻𝘦𝘭𝘭𝘪𝘨 beberapa saat, sambil nonton program 𝘵𝘢𝘭𝘬𝘴𝘩𝘰𝘸 di salah satu channel TV, dan jadi awal perjalanan pemikiranku menempuh dunia modern. (gezellig adalah istilah disini untuk suasana nyaman atau suasana kekeluargaan).

Terlihat seorang ibu bersama putrinya berkisah bagaimana serunya perang kata – kata  diantara mereka, yang melibatkan alat alat dapur melayang, pecahkan piring dan beberapa gelas, saat si puteri memutuskan bekerja sebagai pemuas hasrat lelaki atau bahkan bisa jadi melayani hasrat pencinta sesama.

Keberhasilan sang puteri menaikkan derajat sosial mereka, mengakhiri cerita ini dengan sumringah di wajah ibunda.  “𝘐𝘬 𝘣𝘦𝘯 𝘵𝘳𝘰𝘵𝘴 𝘰𝘱 𝘫𝘰𝘶, ”  bisik si ibu kepada puterinya. (aku bangga padamu)

Mataku melotot, sontak terbangun dari bahu suami ,  ” what ? ” terhenyak kaget. Semua rasa bercampur dalam hitungan detik. Heran, sedih, aneh, kasihan diblender jadi satu, terlihat  jadi dungu.

Oouwh !! mungkin aku terlalu kampungan, perlu asupan modernitas mengaliri otak ‘primitifku’.

Ya ! Hak asasi manusia, telah merampas hak orang tua atas anak yang telah berusia 18 tahun. Apapun pilihan hidupnya menjadi tanggung jawab mereka. Jika memaksa, meja hijau menjadi jalan keluarnya.

Sejak itu, ku putar cara berpikirku mengikuti cara hidup peradaban yang dibilang ” modern ” ini. Pahami saja dengan sejuta pemakluman agar tak mudah terkena serangan jantung koroner.

Amsterdam

Disinilah pusatnya negeri sejuta bunga dengan total keseluruhan penduduk lima tahun lalu sekitar 820 ribu jiwa. Kehidupan malam begitu hingar bingar. Hedonisme masyarakatnya, mengakibatkan lahirnya sebuah pusat prostitusi yang sah di jantung ibu kota. Melegalkan profesi tertua di muka bumi.

Kata  𝘩𝘰𝘦𝘳 atau pelacur, meski menjadi kata yang tidak sopan dalam masyarakat Belanda ,  𝘳𝘦𝘥 𝘭𝘪𝘨𝘩𝘵 𝘥𝘪𝘴𝘵𝘳𝘪𝘤𝘵 justeru menjadi salah satu daya tarik wisata terbesar di Holland.

Apa itu red light district ?

Red light district adalah sebuah kawasan prostitusi. Penduduk Amsterdam mengenalnya  dengan istilah De Wallen . Konon katanya De Wallen di sebut sebut sebagai pusat prostitusi terbesar di dunia.

Saat masa perang , sejak tahun 1811, prostitusi sudah dilegalkan disini. Para wanita penghibur menjadi tempat melepaskan nafsu prajurit yang lelah di medan perang dengan tingkat stress yang tinggi. De Wallen menjadi penerus generasi ini.

Tujuh tahun lalu, bersama keponakanku , kami melintasi kawasan itu. Toko tokonya seperti suasana Pasar Baru Jakarta. Setiap lorong berjejer etalase yang menjajakan wanitanya memajang diri dibalik kaca display toko seperti maneken yang dipakai untuk memperagakan busana.