BERITABETA.COM, Ambon – Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.   Begitulah yang dialami perempuan asal Desa Hoor, Kecamatan Kei Besar Utara Barat, Kabupaten Maluku Tenggara ini.

Ia adalah Yosina Elwuar (36). Di saat semua warga Kota Ambon menyambut HUT Kota Ambon ke-446 dengan suka cita, perempuan kokoh yang setiap harinya bertugas sebagai petugas penyapu jalan di seputaran jembatan kawasan Tirta Hotel, Negeri Amahusu, Nusaniwe Kota Ambon itu, malah sabaliknya.

Ulen begitu dia sapa, kini sulit berkomunikasi.  Suaranya berangsur-angsur hilang hingga tak dapat melakukan komunikasi dengan baik. Tak ada yang menyangka, nasibnya berubah drastis setelah divonis mengidap penyakit aneh.

Kondisi ekonominya yang terbatas, menjadi salah satu penyebab, Ulen tak bisa berbuat banyak. Sebagai petugas buruh sapu yang dibayar Rp. 25.000 tiap hari  oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kota Ambon, tentu tidak cukup untuk membiayai pengobatan yang harus dilakukan.

Perempuan kelahiran Januari 1985, itu tak pantang menyerah. Meski semua serba terbatas. Pekerjaan yang diemban tetap dijalankan. Setiap  pukul 04.30 WIT Ulen.

Ulen merupakan seorang perantau yang mengadu nasib di ibukota provinsi puluhan tahun lalu. Sebagai perempuan tangguh, ia kemudian memilih berkerja serabutan dengan menjual tenaga.  Mencuci dan menyetrika pakaian para tetangganya dan juga menjadi tukang sapu.

“Sudah bertahun-tahun saya merantau di Ambon dan menjalani pekerjaan ini,” ungkapnya kepada media ini.

Ambon menjadi kota impiannya. Setelah meninggalkan kampung halaman di Desa Hoor, perempuan yang tak kenal lelah ini memilih tinggal sendiri.  Awalnya menumpang di rumah orang.

Satu saat  ada seorang yang berbaik hati, kemudian mengijinkan dirinya membangun rumah semi permanen di lahan kosong. Satu kamar, ruang tamu kecil, dengan failitas toilet membuatnya lebih keresaan.

Setelah mendapat tempat tinggal yang layak, Ulen makin mantap menjelankan kesibukannya. Meski hanya sebatas serabutan, tapi dengan penghasilan seadanya ia mampu memenuhi kebutuhan hidup selama di Ambon.

Nasib perempuan Hoor ini kemudian berubah. Tiga tahun lalu, ia merasakan hal aneh terjadi pada suaranya setiap berbicara.

Awalnya dia menganggap perubahan itu adalah hal biasa. Namun setahun berlalu kondisinya masih sama. Suaranya menjadi serak. Merasa suaranya  tidak pernah pulih, Ulen kemudian memeriksakan  diri ke dokter spesialis THT.

Dokter memintanya untuk rontgen. Hasilnya tidak ditemukan apa-apa. Dokter pun memberikan obat diberikan. Setelah itu, hari-harinya berlalu seperti biasa. Ulen masih merasakan suaranya serak.

Keadaan ini, yang membuatnya mundur sebagai anggota Paduan Suara Unit di Jemaat GPM  Amahusu. Setahun terakhir ini, suara seraknya makin menjadi. Membuat agak sulit bernapas. Ketika bicara pun, lawan bicaranya mulai kesulitan pahami apa yang dibicarakan.

Dirinya pun mulai merasa cepat lelah. Ketika bernapas dalam keadaan normal pun, desahannya terdengar. Tubuhnya makin kurus. Terlihat tipis.

Dia kemudian pergi ke dokter spesilias dalam. Dokter memintanya untuk lakukan computerized tomography (CT) scan. Prosedur pemeriksaan medis yang gunakan kombinasi teknologi sinar-X dan sistem komputer khusus untuk menghasilkan gambar organ, tulang dan jaringan lunak di dalam tubuh.

Hasilnya, perempuan tangguh itu didiagnosa suspek tumor laring. Dari pencarian di internet, laring adalah bagian dari pernapasan.

Organ ini menghasilkan trakea (saluran udara) dan tenggorokan. Selain memiliki peran penting, dalam menghasilkan suara. Laring jua berfungsi mencegah makanan dan minuman masuk ke saluran pernapasan.

Ulen diminta untuk melanjutkan pemeriksaan di spesilias THT. Namun itu tak dilakukannya. Biaya yang menjadi kendala.

Saat ini, dirinya hanya pasrah. Bahkan, pekerjaan yang digelutinya semakin menjadi sulit untuk dikerjakan karena kondisi ini (*)

Editor : Dhino Pattisahusiwa