BERITABETA.COM, Bula — Kaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam, dua warga Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) akhirnya disidang atas dakwaan pengrusakan alat berat milik CV. Sumber Berkat Makmur (SBM).

Pengadilan Negeri (PN) Dataran Hunimua, Kamis (2/9/2021) menggelar persidangan atas keduanya dengan menghadirkan Direktur CV. SBM Imanuel Quedarusman alias Yongki untuk dilakukan pemeriksaan saksi-saksi sebagai rentetan dari sidang dakwaan yang digelar pekan lalu.

Sementara itu, dalam waktu bersamaan, puluhan pemuda di kabupaten bertajuk 'Ita Wotu Nusa' yang berasal dari PENA, GMNI, IMM, KOPI dan APMA SBT melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor PN Dataran Hunimua.

Koordinator Aliansi Peduli Masyarakat Adat (APMA) SBT, Hardi Kwaikamtelat dalam orasinya mengatakan, aksi yang digelar itu sebagai aksi kedua yang dilakukan dia dan rekan-rekannya untuk meminta ketegasan PN Dataran Hunimua yang saat ini menangani perkara dua warga Desa Sabuai (Kaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam).

Dikatakan, tindakan yang dilakukan Kaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam adalah bentuk kepedulian untuk melindungi hutan adat yang dirusak oleh Imanuel Quedarusman.

"Apa yang dilakukan oleh saudara kami adalah bentuk kepedulian untuk melindungi hutan adat yang dirusak oleh saudara Yongki, tetapi kenapa pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan malah melindungi dia. Kami meminta untuk bebaskan dua Saudara Kami yang menjadi tersangka dalam kasus ini" tegas Hardi Kwaikamtelat.

Hardi juga menyentil tentang putusan majelis hakim PN Dataran Hunimua terhadap kasus pengrusakan hutan adat di Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat oleh CV. SBM.

Dia menilai, PN Dataran Hunimua sengaja memutuskan hukuman yang ringan terhadap Imanuel Quedarusman alias Yongki dengan masa tahanan hanya dua tahun penjara.

"Hari ini kita tidak lagi datang pada proses bisikan, tapi kami datang meminta ketegasan. Pengadilan sengaja memutuskan hukum untuk saudara Yongki dengan hukuman yang ringan, kami anggap tidak sesuai dengan pengrusakan hutan adat negeri ini" ujarnya

Ikhwal tersebut juga ditegaskan Ketua PENA SBT Samsul Bahri Kelibai. Menurutnya, hutan adalah masa depan, sehingga jika hutan selalu dieksploitasi oleh para cukong dan kapitalis, tentu masa depan generasi mendatang akan hilang.

Untuk itu kata dia, negara harus berterimakasih kepada Kaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam yang melindungi hutan adat, bukan malah dihukum.

"Apa yang diperjuangkan oleh teman-teman kami adalah Jihad, sehingga kami menuntut untuk saudara kami yang berjuang untuk tanah adat wajib untuk dibebaskan" tegasnya.

Alumni Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu juga membeberkan, dalam undang-undang nomor 18 tahun 2013 telah menjelaskan bahwa siapa yang kemudian merusak hutan maka akan di hukum selama 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Apesnya, hukuman yang dijatuhkan kepada Yongki hanya dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Dia menduga, ada persengkokolan yang dilakukan lembaga negara di kabupaten penghasil minyak bumi itu.

"Dasar hukum kita jelas, ini kita bernegara, bukan ber-paguyuban. Dasar undang-undang kita jelas, undang-undang nomor 18 tahun 13 pasal 12, pasal 47 dan seterusnya menjelaskan terkait dengan pengrusakan hutan" bebernya.

Sementara itu, Saidin Gazam juga menyebut kerusakan hutan yang terjadi di Desa Sabuai itu harus menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah (Pemda) SBT.

Dia mengungkapkan, izin perkebunan yang dikeluarkan Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas kepada CV. SBM menjadi jalan mulus bagi Yongki untuk melakukan pembalakan liar di hutan adat Sabuai.

"Persoalan Sabuai ini, Bupati SBT juga bertanggung jawab karena turut memberikan izin kepada CV Sumber Berkat Makmur" tandasnya.

Saat menanggapi tuntutan demonstran, Ketua PN Dataran Hunimua Awal Darmawan Akhmad mengatakan, perkara terdakwa Khaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam masih berproses.

Dia bahkan mengaku, perkara Imanuel Quedarusman alias Yongki saat ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga dia menyarankan untuk terus mengawal prosesnya hingga selesai.

Pasalnya, perkara tesbebut telah dibanding dan perkaranya sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi untuk diperiksa ulang oleh Majelis Hakim Banding di Pengadilan Tinggi Ambon.

"Jadi belum mempunyai kekuatan hukum tetap, apalagi perkara yang sedang di sidangkan sekarang masih berproses. Tadi masih acara pemeriksaan saksi yang pertama, yang perkara Imanuel Quedarusman perkaranya juga masih berproses. Saya yakin, putusan yang kami jatuh kan tidak akan mengurangi rasa keadilan bagi semuanya" ujarnya (*)

Pewarta : Azis Zubaedi