Puluhan rumah warga Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat menjadi sasaran amukan banjir bandang. Semua mata menyorot. Desa nan asri dibentengi hutan adat rindang itu, kali ini jebol.

Air bah tak dapat diserap lagi oleh tanah. Jumat 6 Agustus 2021 menjadi babak baru, Sabuai tak lagi dibuai keindahan. Desa itu terendam dengan puluhan rumahnya. Peristiwa ini menjadi pertama kali terjadi.

Semua mata melolot tajam. Laras pun diarahkan ke kasus pembalakan liar yang pernah dilakukan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM). Ini tak dapat disangkal. Imanuel Quadarusaman alias Yongki sebagai pemilik CV. SBM memang menjadi bagian dari pemicu petaka itu. Ia menggarap habis hutan adat sejak 2018 silam.

Banjir di Desa Sabuai seakan menjadi pengingat bagi kita. Betapa banyak orang yang terlibat dalam pengrusakan hutan adat itu, namun mereka bebas tak disentuh hukum. Yongki memang apes.

Sepekan lalu, dia baru saja divonis bersalah oleh Hakim Pengedilan Hunimua dengan hukum 2 tahun penjara.  

Hakim menjerat Yongki dengan ayat 1 huruf a Jo, Pasal 12 Huruf  K Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan.

Ia juga dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Masalah Pidana Serta Peraturan Perundang-Undangan lain.

Apakah hanya Yongki yang bersalah? Pertanyaan ini memang tak bisa dihindari. Namun tak gampang juga diuji. Sebab proses pembukaan lahan atau pembabatan hutan yang dilakukan Yongki di bawah bendera  CV. SBM, tidak hadir begitu saja.

Yongki telah melalui proses yang panjang, hingga bisa masuk ke hutan Desa Sabuai. Jika ditelusur lebih jauh ke belakang ada ‘surat sakti’ yang membuatnya bisa bebas menebas ribuan kubik kayu disana.

Setidaknya ada 2 tahapan telah dilalui oleh Yongki. Pertama, dia telah mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) Nomor 151/2018, dengan dalil membuka kawasan perkebunan pala. Pemberi surat ini adalah Bupati Seram Bagian Timur Abdul Mukti Keliobas.

Terbitnya ‘surat sakti’ tersebut, membuat proses Yongki menjadi mulus.  IUP seakan menjadi zimat. Dengan Modal IUP kemudian ‘memaksa’ Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menerbitkan Izin Pengelolaan Kayu (IPK).