BERITABETA.COM,  Ambon – Nasib apes menimpa Bendahara Negeri Administrasi Morokay, Kecamatan Seram Utara Timur, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Ely Susanto. Dia terancam hukuman 4,6  tahun penjara sesuai tuntutan jaksa. Terdakwa dinilai ikut terlibat dalam proses korupsi dana desa dan ADD Negeri Administrasi Morokay yang dikelolah tahun 2015 dan 2016.

Penasihat hukum (PH) terdakwa minta majelis hakim tipikor Ambon membebaskan kliennya, dari segala tuntutan jaksa penuntut umum. Terdakwa dinilai tidak bersalah.

“Kami meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan Ely Susanto tidak terbukti bersalah melanggar pasal 2 UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) KUH Pidana,” kata Marcel dalam persidangan diketuai majelis hakim tipikor Ambon, Ronny Felix Wuisan didampingi Jenny Tulak dan Hery Leliantono selaku hakim anggota di Ambon, Rabu (20/3/2019)

Ely Susanto, kata PH, hanyalah seorang warga yang menjabat sebagai sekretaris Negeri Morokay yang diperalat oleh kepala desa, Subejo yang telah divonis penjara pada akhir 2018 lalu.

Selaku bendahara, dirinya hanya mengikuti perintah kepala desa untuk melakukan pencairan anggaran dan tidak punya kewenangan dan inisiatif untuk menggunakan DD dan ADD tanpa ada instruksi. Kemudian yang turut berperan aktif dalam pengelolaan DD dan ADD Negeri Administrasi Morokay tahun anggaran 2015 dan 2016 adalah Sekretaris Negeri.

Aizit Latuconsina dan Acer Orno dari  JPU Kacabjari Masohi di Wahai, menyatakan tetap pada tuntutannya atas diri terdakwa selama empat tahun dan enam bublan penjara. Terdakwa juga dituntut membayar denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp164,071 juta, dengan ketentuan uang Rp2 juta yang telah dikembalikan sebagai barang bukti diperhitungkan sebagai pembayaran sebagian uang pengganti.

Apabila dalam waktu satu bulan setelah ada keputusan tetap, terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita untuk dilelang tetapi bila tidak mencukupi maka terdakwa dikenakan hukuman tambahan berupa kurungan selama empat bulan.

Kausus ini berawal pada tahun anggaran 2015 lalu, Negeri Administratif Morokay menerima DD yang bersumber dari APBN dan ADD (APBD Malteng) yang totalnya sebesar Rp355,071 juta.

Terdiri dari DD senilai Rp268,198 juta serta ADD Rp86,873 juta dan untuk pengelolaan anggaran dimaksud, maka terdakwa diangkat sebagai staf urusan keuangan oleh Subejo selaku kepala pemerintahan Negeri Administrasi Morokay.

Sebelum menerima DD dan ADD, pemerintah negeri tersebut telah menyusun anggaran pendapatan dan belanja negeri yang berisikan rancanan kegiatan serta rencana anggaran biaya (RAB).

RAB dibuat berdasarkan arahan Subejo dengan cara menaikkan harga satuan barang (mark up). Terdakwa bersama sekretaris negeri dan PTPKN masing-masing bidang diarahkan melakukan hal tersebut.

Usai penyusunan anggaran, maka APB Negeri 2015 bersama RAB yang sudah di-mark up ini dikirim ke Bupati Maluku Tengah guna mendapatkan pengesahan dan anggaran tersebut dicairkan secara bertahap.

Kemudian anggaran sebesar Rp106,521 juta dipertuntukkan bagi penyelenggaraan bidang pemerintahan, bidang pelaksanaan pembangunan negeri Rp144,2 juta serta sejumlah bidang lainnya. Namun dalam pengelolaan anggaran terjadi penyimpangan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp281,344 juta dan sudah ada empat orang yang telah melakukan pengembalian kerugian keuangan negara kepada penyidik. Persidangan ditunda hingga pekan depan dengan agenda pembacaan putusan. (BB-DIAN)