Hatta dan Danantara

Oleh: Sefdin Alamsyah (Pendiri Pusat Studi Pembangunan berbasis Pancasila)
Suatu hari di bulan November 1945. Bung Hatta berbincang dengan Bung Karno. Tentang sumber pembiayaan pembangunan Indonesia. Termasuk bagaimana menggerakkan perekonomian di dalam negeri.
Sangat clear: Hatta menempatkan urut-urutan sumber pembiayaan. Urutan pertama, modal nasional (dari dalam negeri). Urutan kedua, utang atau pinjaman dari luar negeri. Dan urutan ketiga, penanaman modal asing, dengan mengundang investor asing masuk ke Indonesia. (Hatta: 1970).
Mengapa Hatta menempatkan modal nasional di urutan pertama? Karena amanat Pasal 33 UUD 1945 sangat jelas --perekonomian negara ini harus dijalankan dengan model ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan bukan pedagang kaki lima atau usaha mikro.
Tetapi ekonomi kerakyatan adalah ruang bagi terlibatnya rakyat dalam produksi ekonomi nasional. Karena ekonomi kerakyatan Indonesia adalah koreksi atas struktur Ekonomi Kolonial yang menghisab dan mengeksploitasi rakyat. Sekaligus menempatkan pribumi di strata terbawah. (Baswir:2016)
Meski begitu, Hatta tetap menempatkan pinjaman luar negeri dan modal asing di urutan berikutnya. Yang artinya sistem perekonomian Indonesia tetap terbuka. Bukan perekonomian tertutup. Tetapi secara prinsip, modal nasional menjadi yang utama. Karena Konstitusi Indonesia menolak penempatan perekonomian Indonesia sebagai sub-ordinasi perekonomian asing. Sekaligus sebagai konsekuensi sikap untuk melakukan koreksi mendasar atas ekonomi kolonial di era penjajahan Belanda.
Karena itu Hatta memberi syarat ketat untuk pinjaman luar negeri dan penaman modal asing. Syarat pinjaman luar negeri ada tiga. Pertama, negara pemberi pinjaman tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri. Kedua, suku bunga utang luar negeri tidak boleh lebih dari 3,5 persen setahun. Ketiga, jangka waktu utang luar negeri harus cukup lama.
Sedangkan terhadap penanaman modal asing, Hatta menolak konsep turn key project. Dimana semua proses produksi dikendalikan dan diisi total oleh asing. Karena menurut Hatta, orang asing hanya boleh berada di jabatan dengan keahlian dan ketrampilan. Untuk kemudian menularkan keahlian dan ketrampilannya kepada bangsa Indonesia.
Tetapi apa yang terjadi? Sejarah mencatat. Utang luar negeri yang ditawarkan Amerika Serikat tahun 1950 diberi embel-embel syarat yang terkait dengan kebijakan Indonesia.
Saat itu AS menawarkan pinjaman 100 juta USD, dengan syarat Indonesia mengakui pemerintahan Bao Dai di Vietnam (pemerintah yang didukung AS). Indonesia menolak. Akibatnya: pinjaman batal cair. (Winstein: 1976)
Tahun 1952. AS kembali menawarkan pinjaman. Tetapi Indonesia harus mendukung embargo pengiriman bahan mentah strategis ke Cina. Termasuk karet mentah dari Indonesia yang dibeli Cina. Dan tahun 1964 memberi syarat pencairan pinjaman lagi. Kali itu Indonesia harus mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia yang terjadi sejak tahun 1963.