BERITABETA.COM  – Indonesia tercatat sebagai negara di Asia Tenggara yang disebut masih nihil kasus penebaran virus corona (Covid-19). Padahal,  virus mematikan ini semakin merajalela di luar China. Saat ini tercatat,  sudah sebanyak 59 negara dikabarkan terjangkiti corona. Meksiko adalah negara yang baru saja mengonfirmasi kasus ini. Sebelumnya,  ada delapan negara lain yang mengonfirmasi kasus corona pertama di negerinya kemarin, yakni Azerbaijan, Blearusia, Islandia, Lithuania, Belanda, Selandia Baru, Nigeria dan San Marino.

Mengacu data Johns Hopkins CSSE, hingga Sabtu pagi (29/2/2020), total kasus corona secara global ada 84.124. Total kematian 2.867 dan sehat kembali 36.711.

Sementara Indonesia dianggap aman dari infeksi corona. Apa sebabnya? Dalam diskusi bertajuk ‘Mengukur Efek Corona: Siapkah Kita?’ di Hotel Ibis Tamarin, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu ini, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra, mengatakan perbedaan ras dengan negara-negara yang sudah terinfeksi bisa menjadi satu faktor.

Masyarakat Indonesia yang termasuk dalam rumpun ras Melayu dianggap punya reseptor berbeda dengan warga di negara-negara yang telah terpapar virus tersebut.

“Paling dahsyat, tak ada tanda-tanda mengkhawatirkan, tiba-tiba ini (corona) terjadi di Italia dan Irak, kalau Korea Selatan wajar karena berdekatan. Nah teori awalnya karena kita ini perbedaan ras, karena kita ini tergolong dalam rumpun ras Melayu, maka reseptornya dianggap berbeda,” kata Hermawan, dikutip Detiknews.

Selain itu, Indonesia disebutnya mempunyai banyak tenaga kesehatan yang dianggap dapat melakukan deteksi dini (early detection) corona sehingga dapat mencegah berkembangnya virus Corona.

“Kita cukup luar biasa punya tenaga, kita punya pusat pengendalian menular dan pakar di kabupaten-kota juga punya. Kita juga punya tenaga surveilans tersebar di seluruh Indonesia. Artinya human resource cukup melakukan early detection, tapi apakah sinergitas atau leadership?” katanya.

Menurut Hermawan, sejarah penyebaran virus mematikan, juga tak terlalu signifikan di Indonesia. Hermawan mencontohkan penyebaran virus SARS hingga MERS di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun 2003 kita dikejutkan adanya SARS. SARS generasi awal itu menginfeksi 800 ribu [data mencatat sekitar 8.000 kasus SARS dan menewaskan 775 orang pada 2003, Red] manusia di seluruh dunia, 85 persen di Asia. Di Indonesia tidak signifikan, hanya 1-2 kasus.

Penyebab SARS sendiri virus corona. Tahun 2012 itu muncul MERS, itu flu unta, ini juga cukup serius prosesnya menginfeksi banyak manusia, di Indonesia hampir tidak ditemukan,” ujar Hermawan. (BB-CNBC)