BERITABETA.COM – Jakarta – Pasca diluncurkan sebagai produk inovasi unggulan pertama yang diklaim bisa membunuh virus corona di Indonesia, banyak kalangan meragukan keampuhan kalung anti virus corona berbahan dasar eucalyptus yang diproduksi Kementan.

Kehadiran produk hasil riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementan RI, banyak menuai tanya publik.

Menyikapi hal ini, Balitbangtan Kementan RI membeberkan sejumlah keunggulan antivirus berbahan tanaman eucalyptus untuk menepis banyaknya keraguan di masyarakat terhadap produk inovasi lembaga tersebut.

Kepala Balitbangtan Fadjri Djufry di Jakarta, Sabtu (4/7/2020) mengatakan, hingga saat ini, banyak negara yang berlomba-lomba menemukan antivirus corona, begitupun di Indonesia.

Pemerintah melalui kementerian dan lembaga (K/L), terus mencoba mencari cara dan menemukan obat untuk mencegah serta menangani virus corona (Covid-19) yang masih mewabah di Indonesia.

“Ini bukan obat oral, ini bukan vaksin, tapi kita sudah lakukan uji efektivitas, secara laboratorium, secara ilmiah kita bisa buktikan,” katanya melalui keterangan tertulis seperti dikutip dari beritasatu.com.

Menurut dia, paling tidak mengembangkan antivirus dari eucalyptus tersebut bagian dari upaya Balitbangtan untuk mendukung penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 di Tanah Air.

“Para peneliti di Balitbangtan ini juga bagian dari anak bangsa, mereka berupaya keras menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsanya. Semoga hal ini mampu menjadi penemuan baik yang berguna bagi kita semua,” ujar Fadjry.

Dikatakannya, minyak eucalyptus sudah turun menurun digunakan orang dan sampai sekarang tidak ada masalah.

Sudah puluhan tahun lalu orang mengenal eucalyptus atau minyak kayu putih, meskipun berbeda sebenarnya, tetapi masih satu famili hanya beda genus di taksonomi.

Fadjry menyatakan Kementerian Pertanian secara resmi telah meluncurkan inovasi antivirus berbasis eucalyptus, bahkan produk Balitbangtan itu telah mendapatkan hak patennya.

Selain mematenkan produk tersebut, Kemtan juga menggandeng PT Eagle Indo Pharma untuk pengembangan dan produksinya.

Penandatanganan perjanjian lisensi formula antivirus berbasis minyak eucalyptus antara perwakilan Balitbangtan dan PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) dilaksanakan di Bogor pada pertengahan Mei 2020.

Eucalyptus, lanjutnya, selama ini dikenal mampu bekerja melegakan saluran pernapasan, kemudian menghilangkan lendir, pengusir serangga, disinfektan luka, penghilang nyeri, mengurangi mual, dan mencegah penyakit mulut.

Menurut Kabalitbangtan, minyak atsiri eucalyptus citridora dapat menginaktivasi virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus sehingga mempunyai kemampuan antivirus.

Penemuan tersebut sebelumnya melalui uji molecular docking dan uji in vitro di Laboratorium Balitbangtan.

Ia menjelaskan laboratorium tempat penelitian eucalyptus dilakukan di laboratorium keselamatan biologi level 3 atau biosafety level 3 (BSL 3) milik Balai Besar Penelitian Veteriner.

Kementan juga sudah melakukan penelitan sejak 30 tahun lalu dan tak asing dalam menguji golongan virus corona seperti influenza, beta corona dan gamma corona.

“Setelah kita uji ternyata Eucalyptus sp yang kita uji bisa membunuh 80-100 persen virus mulai dari avian influenza hingga virus corona model yg digunakan. Setelah hasilnya kita lihat bagus, kita lanjutkan ke penggunaan nanoteknologi agar kualitas hasil produknya lebih bagus,” katanya.

Dalam berbagai studi dikatakan, obat ini hanya cukup 5-15 menit diinhalasi akan efektif bekerja sampai ke alveolus.

Dalam riset Balingbangtan dengan konsentrasi 1 persen sudah cukup membunuh virus 80-100 persen.

Bahan aktif utamanya, terdapat pada cineol-1,8 yang memiliki manfaat sebagai antimikroba dan antivirus melalui mekanisme M pro. M pro adalah main protease (3CLPro) dari virus corona yang menjadi target potensial dalam penghambatan replikasi virus corona.

Penelitian menunjukkan eucalyptol ini berpotensi mengikat protein Mpro sehingga menghambat replikasi virus.

“Manfaat tersebut dapat terjadi karena 1,8 cineol dari eucalyptus disebut eucalyptol dapat berinteraksi dengan transient receptor potential ion chanel yang terletak di saluran pernapasan,” beber Fadjry.

Tanggapan Pakar Obat Tradisional

Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Dr dr Inggrid Tania, M.Si., ikut memberi tanggapan terkait kehadiran kalung pembunuh virus corona ini.

Inggrid mengatakan bahwa Eucalyptus memang memiliki zat yang bersifat antibakteri, antivirus, dan antijamur. Namun belum ada penelitian spesifik mengenai manfaatnya untuk melawan virus Corona penyebab COVID-19 alias SARS-CoV-2.

“Penelitian Kementan ini baru diujikan sampai tahap in vitro pada virus influenza, beta Corona, gamma Corona,” beber Inggrid, dilansir dari Detik Health, Sabtu (4/7). “Belum diuji spesifik terhadap virusnya COVID-19 yakni virus SARS-CoV-2.”

Lebih detailnya, kandungan antivirus pada minyak atsiri jenis 1,8-cineol di Eucalyptus, ungkap Inggrid, baru diujikan pada virus Corona secara umum. Padahal saat ini virus Corona tipe SARS-CoV-2 lah yang menjadi penyebab utama wabah COVID-19.

Klaim antivirus COVID-19 baru bisa diperoleh apabila kandungan yang dimaksud benar-benar bisa bekerja spesifik pada jenis SARS-CoV-2. Sementara saat ini pengujian yang dilakukan Kementan baru terbatas pada uji virus Corona secara umum.

“Mohon berhati-hati, karena klaim sebagai ‘antivirus Corona’ bisa misleading,” jelas Inggrid.

Namun demikian Inggrid membenarkan bila minyak atsiri 1,8-cineol itu memiliki sifat anti-inflamasi dan antivirus yang secara teori bermanfaat bagi pasien COVID-19. Hanya saja masih diperlukan uji klinis lebih lanjut untuk kalung ini benar-benar disebut sebagai anti-Corona (BB-DIP)