Krisis Identitas di Moment Tahun Baru
Oleh : M. Rusdi, S.Pd., M.Pd (Dosen Ilmu Pendidikan Sosiologi Universitas Iqra Buru)
MANUSIA memiliki potensi untuk bersifat seperti malaikat (perbuatan baik), disisi lain juga memiliki potensi untuk bersifat seperti iblis (perbuatan buruk) bahkan melebihi perilaku iblis.
Terlepas dari hal itu manusia punya cara yang berbeda dalam memberikan persepsi di setiap pergantian tahun baru. Dalam proses pergantian tahun menjadi moment yang begitu signifikan untuk dijadikan bahan renungan merefleksi dan melihat kegagalan maupun pencapaian yang telah diperoleh pada tahun sebelumnya.
Sebagian manusia memiliki persepsi bahwa tahun baru merupakan tahun yang mempunyai banyak peluang dan kesempatan, sehingga dengan begitu mereka membuat planning disertai dengan analisis mengenai target yang akan mereka lakukan di tahun yang akan datang.
Sebagiannya juga beranggapan dan memandang tahun baru sebagai sesuatu yang bersifat biasa-biasa saja dan tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang spesial.
Namun, hal yang substansial ialah bagaimana proses pergantian tahun baru ini dimaknai dengan cara berpikir positif dan berikhtiar untuk menjadi lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Bukan dengan cara mengeluh dan pasrah dengan keadaan, sehingga mengalami kegalauan yang tidak terkontrol (istilah anak alay), ujung dari kegalauan yang dialami berakhir pada minuman-minuman beralkohol, kadang juga berakhir dalam pelukan perempuan atau pria yang bukan muhrim, dengan begitu maka bukan lagi hal yang baru ketika penjualan kondom sebagai alat kontrasepsi meningkat di setiap moment tahun baru.
Pesta dalam menyambut datangnya tahun baru, hanyalah sesuatu yang sia-sia, jika tidak mampu dimaknai maksud dari perayaan tersebut. Banyak pemuda yang sekedar ikut-ikutan merayakan tahun baru, tanpa tujuan yang jelas kenapa ia merayakannya.
Jika proses perayaan itu merupakan suatu hal yang bersifat positif seperti dzikir, intropeksi diri, silatuhrahmi dengan menyususun agenda kerja, dan lain-lain yang lebih berguna. Maka hal tersebut memiliki makna yang baik untuk mengawali proses pergantian tahun.
Namun, jika proses perayaannya dilakukan dengan cara yang merusak moral, misalnya; pesta miras atau kegiatan lainnya yang tidak berguna, tiada makna yang di peroleh malah akan memperburuk perjalanan hidup ke depan.
Untuk mengawali proses pergantian tahun baru, coba kita refleksi sejenak apa yang sudah dilakukan. Dan mari membuat perencanaan terhadap hidup yang diginkan, merefleksi kegagalan-kegagalan yang pernah dilakukan dan menjadikannya sebagai pembelajaran atau bekal pengalaman dimasa akan datang.
Terjebak di Masa Lalu
Bapak prokramator, Ir. Soekarno pernah berkata; “jangan pernah melupakan sejarah” biasa disingkat Jasmerah. Apa yang dikatakan Bung Karno adalah sesuatu yang benar, namun disisi lain ketika terlalu lama berputar pada sejarah juga merupakan sesuatu yang keliru.
Terlepas dari hal itu, masa lalu merupakan suatu kenangan yang terkadang dirindukan untuk diulang kembali. Dan sebaliknya kenangan buruk membuat kita untuk selalu melupakannya.
Hidup bukan untuk menghabiskan waktu fokus manatap masa lalu, “fokus pada kaca spion tanpa memperdulikan jalan yang ada di depan” akibatnya kegagalan dalam menjalani kehidupan semakin sulit terhidarkan. Moment pergantian tahun baru dapat dijadikan sebagai bahan renungan atau intropeksi diri, bukan untuk meratapi atau terlena dengan prestasi yang diperoleh sebelumnya.
Keterpurukan dimasa lalu membuat seseorang takut dalam mengambil keputusan, dampak dari keterpurukan akan menghantui dan menghambat pencapaian dimasa akan datang.