BERITABETA.COM, Ambon – Anggota DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Bahrum Wadjo, S.Pd mengungkapkan, kondisi krisis air bersih yang terjadi di beberapa tempat Kota Bula, Kabupaten SBT, selain dipengaruhi oleh faktor alam, juga akibat lambannya pemerintah menyikapi fenomena ini yang terjadi.

“Menurut saya krisis air bersih ini terjadi karena tofografi dan pengaruh musim kemarau di Kota Bula yang terjadi. Ini yang membuat sumber-sumber air menjadi kering. Namun, yang paling mendasar adalah kurangnya perhatian Pemkab SBT, saya harus menyampaikan bahwa implementasi dari APBD kita belum fokus pada hal-hal subtansial yang terjadi di daerah ini,” kata Wadjo yang juga Anggota Komisi C DPRD SBT menjawab pertanyaan beritabeta.com via telepon selulernya, Kamis sore (29/8/2019).     

Menurut Bahrum, untuk mengatasi masalah ini harusnya jauh sebelumnya Pemkab SBT, sudah memiliki rancangan tanggap darurat, terkait potensi ancaman fenomena seperti krisis air bersih ini. Minimal, kata dia, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) SBT, sudah harus disuport dengan anggaran yang memadai untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat seperti musim kemarau saat ini.

“Sudah harus ada tong-tong air yang disiapkan dengan memasok air menggunakan mobil tangki air  pemadam kebakaran yang di miliki Pemkab SBT,” tandasnya.

Di masa kepemimpinan mantan Bupati SBT Abdullah Vanath, Bahrum membeberkan, masalah krisis air bersih seperti saat ini,  diatasi dengan menyiapkan tong-tong air di sejumlah tempat, kemudian air di pasok menggunakan mobil tengki.

“Saya masih ingat saat itu pak mantan Bupati Abdullah Vanath bahkan langsung terjun ke lapangan mengani masalah ini,” cetusnya mengenang.

Bahrum mengaku, sebagai anggota Komis C DPRD SBT yang bermitra dengan BPBD, Dinas PU dan Tata Ruang,  solusi jangka panjang ini sudah sering disampaikan pada rapat-rapat kerja dengan mitra. Bahkan, kepada pimpinan OPD yang memiliki afiliasi tugas menangani masalah air bersih ini juga sudah disampaikan.

“ Kita punya Perusahaan Daerah, harusnya ini difungsikan dengan menangani masalah air bersih ini. Misalanya, ada PDAM yang bertugas melayani distribusi air di Kota Bula. Namun sampai saat ini belum ada keseriusan dari pemerintah daerah ke arah itu,”tandas politisi Partai Demokrat ini.    

Olehnya itu, kata Bahrum, di saat musim kemarau seperti ini sudah tentu Kota Bula yang menjadi pusat pemerintahan ini menjadi sorotan utama dengan adanaya masalah krisis air bersih seperti saat ini.

“Solusi jangka panjangnya, sudah harus dipikirkan dan ini menjadi kewajiban, karena  itu Kota Bula harus memailiki PDAM. Bula saat ini mau tidak mau sudah masuk sebagai kawasan kota modern, dimana kebutuhan air oleh masyarakat sudah menjadi kebutuhan vital yang tidak bisa ditunda-tunda,” jelasnya.

Ditanyai apakah ini pertanda Pemkab SBT dibawah kepemimpinan Bupati-Wakil Bupati, Mukti Keliobas – Fahri Husni Alkatiri bisa disebut gagal menjalankan roda kepemimpinan selama ini? Bahrun dengan lantang menjawab, tidak ingin meyimpulkan adanya kegagalan dalam pemerintahan saat  ini.

“Saya tidak mau menyimpulkan demikian, karena nantinya orang melihat saya lebih subjektif atau lebih emosional menanggapi kondisi seperti ini,” tandasnya.

Bahrum menjelaskan, jika apa yang disampaikan kepada rekan-rekan media terkait masalah-masalah urgen yang terjadi di daerah seperti ini, itu hanyalah bentuk otokritik terhadap pemerintah yang disampaikan dirinya dengan kapasitas selaku anggota DPRD.

“Saya hanya mau mengulang kembali bahwa APBD kita di SBT belum fokus pada hal-hal subtantif,  sehingga dalam durasi satu tahun dengan jumlah anggaran kita mencapai Rp. 1 triliun lebih itu, daerah ini tidak ‘menyala’ (nampak),” beber Bahrum.

Disinggung tentang Program Prioritas yang diajukan pasangan Bupati-Wakil Bupati di awal masa jabatan yang salah satunya termasuk masalah air bersih yang tidak berjalan, lagi-lagi Bahrum mengelak menjawab terkait hal ini.

“Soal itu nanti teman-teman media saja yang menyimpulkan, saya tidak mau mengungkapkan soal gagal atau tidak,” tandasnya (BB-DIO)