Menurutnya, perkembangan digitalisasi dan KPI itu aturannya kita sama-sama tahu bagaimana panasnya undang-undang nomor 32 tentang perfielman.

Diamanatkan dalam undang-undang itu adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif, kalau positifnya banyak, tidak usah disebut. Karena nilai dampaknya ini yang perlu di pahami.

“Jadi kegiatan ini, bertujuan untuk memiliki keseragaman pemahaman mengenai perundang-undangan perfilman, dari mulai pembuat hingga penikmat film agar mereka mengerti undang-undang perfilman yang ada di Indonesia,"pungkasnya.

Norca mengungkapkan maka dari itu, persoalan ini menjadi tanggung jawab kita bersama, untuk itu, Lembaga Sensor, LSF tidak bekerja sendiri peran serta masyarakat di dunia pendidikan dan para pemangku kepentingan kompeten dan juga KPID  sangat dibutuhkan.

"Kami sudah bekerja sama dengan 60 kampus unggulan tinggi negeri di seluruh Indonesia termasuk MOU dengan KPK, KPID untuk  bekerja sama dalam mengingatkan masyarakat untuk dapat  menonton film negatif atau tontonan yang tidak sesuai dengan spesifikasi," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua KPID Maluku, Lekpery J. Amtu, sangat menyambut baik atas terselenggaranya kegiatan sosialisasi ini yang telah melibatkan KPID.

" Kami bersyukur dan berterima kasih kepada lembaga Indonesia hari ini memberi kesempatan bagi kami untuk bentuk kerjasama yang luar biasa sehingga bisa membantu dan saling mendukung untuk edukasi kepada semua masyarakat mendukung kegiatan sosialisasi ini ," ujarnya.

Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi yang dibawakan oleh Ketua Sub Komisi Sosial LSF, Titin Setiawati dan Akademisi/Pembuat Film Kota Ambon, Piet Manuputty selaku narasumber.  (*)

Pewarta: Febby Sahupala