BERITABETA.COM, Jakarta –  Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Salat Jumat dan Jemaah untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19. Fatwa ini ditetapkan Kamis (04/6/2020) kemarin.

Salah satu isi fatwa tersebut adalah membebaskan umat Islam untuk memilih melaksanakan salat Jumat secara bergelombang atau tidak selama pandemi Covid-19.

Dalam Fatwa MUI itu menjelaskan bahwa prinsipnya salat Jumat hanya boleh digelar satu kali di satu masjid pada satu kawasan. Namun jika masjid tidak cukup menampung jemaah karena penerapan physical distancing atau jaga jarak, maka salat Jumat dapat dilakukan di tempat lain.

“Boleh dilakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan salat Jumat berbilang), dengan menyelenggarakan salat Jumat di tempat lainnya seperti musala, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion,” seperti dikutip dari salinan fatwa MUI.

Fatwa ini ditandatangani Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh.

Apabila tempat-tempat tersebut ternyata tidak mampu menampung jemaah, MUI memberikan dua pendapat. Pendapat pertama yakni jemaah boleh salat Jumat dengan sif atau bergelombang dan dianggap sah.

Sementara pendapat kedua, jemaah harus mengganti dengan salat zuhur secara sendiri maupun berjemaah karena salat Jumat dengan sif hukumnya tidak sah.

“Terhadap perbedaan pendapat di atas, dalam pelaksanaannya jemaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.”

Selain soal salat Jumat bergelombang, MUI juga mengatur tentang perenggangan saf. MUI menyatakan salat berjemaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat, hukumnya tetap sah tapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jemaah.

Namun untuk mencegah penularan Covid-19, MUI memperbolehkan penerapan jaga jarak dengan cara merenggangkan saf. Menurut MUI, salatnya tetap sah dan tidak kehilangan keutamaan berjemaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah atau hajat yang sangat penting.

MUI juga memperbolehkan penggunaan masker saat salat dengan pertimbangan hidung yang tertutup tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat salat.

Meski pada dasarnya, salat memakai masker hukumnya makruh kecuali ada hajat syar’iyyah. Namun hukumnya tetap sah dan tidak makruh karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah Covid-19.

Dalam fatwa tersebut, MUI juga memberikan tiga rekomendasi.

Pertama, pelaksanaan salat Jumat dan jemaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudu dari rumah, dan menjaga jarak aman.

Kedua, khotib perlu memperpendek pelaksanaan khutbah Jumat dan memilih bacaan surat Alquran yang pendek saat salat.

Ketiga, jemaah yang sedang sakit dianjurkan salat di kediaman masing-masing.

Berikut Isi Fatwa Lengkap MUI Nomor 31 tahun 2020:

FATWA NOMOR 31 TAHUN 2020 TENTANG PENYELENGGARAAN SHALAT JUM’AT DAN JAMAAH UNTUK MENCEGAH PENULARAN WABAH COVID-19

  1. KETENTUAN HUKUM
  2. Perenggangan Saf Saat Berjamaah
  3. Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada shalat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah.
  4. Shalat berjamaah dengan saf yang tidak lurus dan tidak rapat hukumnya tetap sah tetapi kehilangan keutamaan dan kesempurnaan jamaah.
  5. Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah.
  6. Pelaksanaan Shalat Jum’at
  7. Pada dasarnya shalat Jum’at hanya boleh diselenggarakan satu kali di satu masjid pada satu kawasan.
  8. Untuk mencegah penularan wabah Covid-19 maka penyelenggaraan shalat Jumat boleh menerapkan physical distancing dengan cara perenggangan saf.
  9. Jika jamaah shalat Jum’at tidak dapat tertampung karena adanya penerapan physical distancing, maka boleh dilakukan ta’addud al-jumu’ah (penyelenggaraan shalat Jum’at berbilang), dengan menyelenggarakan shalat Jum’at di tempat lainnya seperti mushalla, aula, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan stadion.
  10. Dalam hal masjid dan tempat lain masih tidak menampung jamaah shalat Jum’at dan/atau tidak ada tempat lain untuk pelaksanaan shalat Jum’at, maka Sidang Komisi Fatwa MUI berbeda pendapat terhadap jamaah yang belum dapat melaksanakan shalat Jum’at sebagai berikut:
  11. Pendapat pertama, jamaah boleh menyelenggarakan Shalat Jum’at di masjid atau tempat lain yang telah melaksanakan shalat jum’at dengan model shift, dan pelaksanaan shalat Jum’at dengan model shift hukumnya sah.
  12. Pendapat Kedua, jamaah melaksanakan shalat zuhur, baik secara sendiri maupun berjamaah, dan pelaksanaan shalat Jum’at dengan model shift hukumnya tidak sah.

Terhadap perbedaan pendapat di atas (point a dan b), dalam pelaksanaannya jamaah dapat memilih salah satu di antara dua pendapat dengan mempertimbangkan keadaan dan kemaslahatan di wilayah masing-masing.

  1. Penggunaan Masker Saat Shalat
  2. Menggunakan masker yang menutup hidung saat shalat hukumnya boleh dan shalatnya sah karena hidung tidak termasuk anggota badan yang harus menempel pada tempat sujud saat shalat.
  3. Menutup mulut saat shalat hukumnya makruh, kecuali ada hajat syar’iyyah. Karena itu, shalat dengan memakai masker karena ada hajat untuk mencegah penularan wabah COVID-19 hukumnya sah dan tidak makruh.
  4. REKOMENDASI
  5. Pelaksanaan shalat Jumat dan jamaah perlu tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, membawa sajadah sendiri, wudlu dari rumah, dan menjaga jarak aman.
  6. Perlu memperpendek pelaksanaan khutbah Jum’at dan memilih bacaan surat al-Quran yang pendek saat Shalat.
  7. Jamaah yang sedang sakit dianjurkan shalat di kediaman masing-masing.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 12 Syawal 1441 H/4 Juni 2020 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF

Ketua

HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA

Sekretaris

Mengetahui,

DEWAN PIMPINAN

MAJELIS ULAMA INDONESIA

MUHYIDDIN JUNAEDI, MA

Wakil Ketua Umum

H. ANWAR ABBAS, MM, MAg

Sekretaris Jenderal (BB-DIP)