BERITABETA.COM – Tak ada yang menyangka gelar marga ‘Padang’ yang tercantum di belakang namanya, berasal dari sebuah negeri di Pulau Saparua,  Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Maluku.

Ketika membaca profil singkatnya, banyak orang kemudian bertanya-tanya, dari mana hubungan marga Padang dengan Negeri Siri Sori Islam, Kecamatan Saparua? Ya, dialah Muhammad Padang. Sang Gubernur Maluku ke tiga,  yang menjabat dari tahun 1960 sampai 1965, setelah menggantikan pejabat sebelumnya, Muhammad Djosan.

Marga padang yang melekat pada namanya, bisa disebut sebagai pertanda asal usulnya.  Ia merupakan generasi ketiga atau cucu seorang pejuang kemerdekaan sekaligus mubalig dari Koto Anau, Kabupaten Solok, Sumatera Barat bernama Pakih Haji Nurdin yang bergelar ‘Pusako Baginda Bungsu’.

Pakih Haji Nurdin atau ‘Pusako Baginda Bungsu’ tidak pernah membayangkan suatu saat akan menetap di Pulau Saparua.  Kiprahnya sebagai pejuang, terutama terlibat dalam perang Padri, membuat bangsa Belanda geram.

Karena perannya cukup besar,  pada  tahun 1881, ‘Pusako Baginda Bungsu’ kemudian ditangkap dan dibawa ke Batavia (Jakarta). Belanda tak ingin sosok ini menjadi pembangkang, lagi-lagi Pusako Baginda Bungsu kembali diasingkan ke Makassar dan berlanjut dibuang ke Pulau Saparua.

Pakih Haji Nurdin akhirnya menetap di Negeri Siri Sori Islam (Elhau). Di sana beliau melanjutkan perjuangan syiar Islam dan menikah dengan seorang gadis di Negeri Siri Sori Islam, bernama Maimuna Pelupessy.

Hasil perkawinan Pakih Haji Nurdin dan Maimuna Pelupessy kemudian dikaruniai lima anak masing-masing; bernama Abdulrachman, Fatimah, Djenah, Ahmad Marzuki dan Zainal Abidin.

Kelima anak inilah merupakan generasi pertama yang menggunakan marga Padang dan menetap di Negeri Siri sori Islam. Pakih Haji Nurdin wafat di Negeri Siri Sori Islam pada hari Selasa 1 Ramadhan 1344 H atau 13 Maret 1926.

Putra pertama Pakih Haji Nurdin  bernama  Abdulrachman Padang menikah dengan Hj. Hadijah Pelupessy yang masih memiliki pertalian sudara dari garis keturunan mamanya Maimuna Pelupessy. Dari perkawinan ini kemudian dianugrahi dua putra bernama Muhammad Padang dan Suib Padang.

Mengikuti Jejak Sang Kakek

Muhammad Padang  lahir di Sirisori Islam, Saparua (kini Kecamatan Saparua Timur) Kabupaten Maluku Tengah, pada tanggal 10 Oktober 1914 (versi Departemen Penegaran RI Tahun 1952).  Versi lain menyebut tahun beliau lahir tahun 1920 dan meninggal di Jakarta, Indonesia.

Muhammad Padang tumbuh besar menjadi seorang politisi Indonesia pada masa-masa peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru.

Prestasi terakhirnya menjabat sebagai Gubernur Provinsi Maluku yang ketiga, menggantikan Muhammad Djosan yang menjabat Gubernur dari tahun 1955 sampai 1960. Pada tahun 1965 Muhammad Padang digantikan oleh gubernur berikutnya, G.J. Latumahina, yang menjabat sampai tahun 1968.

Muhammad Padang, memang bertalenta, Ia lahir dan dibesarkan dari keluarga pejuang, sehinga karakter memimpin dan politisnya cukup kental. Adik kadungnya  bernama, Usman Padang (Putra dari Abduracham Padang dan Zenah Mulud) juga merupakan politikus handal.

Usman Padang juga seorang politisi yang pernah menjabat Ketua DPRD Provinsi Maluku selama dua periode (10 tahun) dari tahun 1972–1982 sebelum digantikan oleh R.M.S. Latuconsina.

Muhammad kecil, menamatkan pendidikan dasar pada ‘Saparoeasche School’ di Saparua dan melanjutkan ke sekolah menengah MULO di Kota Ambon. Kemudian ia merantau ke Pulau Jawa.

Dokumentenasi Departemen Penerangan Tahun 1952

Pada masa mudanya di Pulau Jawa, Mohammad Padang adalah seorang pejuang kemerdekaan pada fase “Revolusi Fisik” (Perang Kemerdekaan). Sebagai seorang tokoh pemuda pejuang, ia mulai memasuki badan- badan perjuangan pemuda untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan.

Mulanya menjadi anggota Angkatan Pemuda Indonesia (API-Ambon) yang dipimpin oleh H. Tanasale dan J.D. de Fretes. Setelah pindah ke Surabaya ia menjadi anggota pengurus besar organisasi “Pemuda Republik Indonesia” (PRI-Ambon) yang dipimpin M. Sapya dan Kolibongso.

Sewaktu hijrah ke Yogyakarta ia bergabung pada Organisasi “Pemuda Indonesia Maluku” (PIM). Di Yogyakarta ia berjuang dalam Partai Politik Maluku (Parpim) yang didirikan oleh A.J. Patty.

Sebagai anggota Parpim beliau mewakili Maluku pula di dalam KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan bersama-sama dengan Mr. J. Latuharhary dan Dr. G.A. Siwabessy dan berjasa menanggulangi kesulitan dan penderitaan orang-orang Maluku untuk tetap berada dalam wadah Negara kesatuan RI.

Setelah pemberontakan RMS pada tahun 1950 dapat ditumpas ia bersama Gubernur Mr. J. Latuharhary berjuang membangun Maluku. Sebagai seorang tokoh pejuang anak daerah Maluku, Muhammad Padang dipercaya menduduki jabatan prestisius sebagai Gubernur Maluku yang ketiga (1960–1965).

Sebelumnya, beliau bersama Mr. Johanes Latuharhary  ditunjuk sebagai wakil Maluku dalam Parlemen RIS (Republik Indonesia Serikat). Mohammad Padang juga tercatat sebagai salah seorang pendiri Universitas Pattimura dan menjadi anggota Presidium Unpatti dari tahun 1962–1971.

Tokoh Maluku dan pejuang kemerdekaan ini meninggal dunia di Jakarta dan beliau dihargai sebagai pejuang kemerdekaan dan pengabdi rakyat di daerah Maluku.

Sosok Muhammad Padang, adalah satu diantara para pejuang dan politisi muslim asal Maluku yang sulit untuk dilacak jejak sejarah dan kiprahnya di dunia politik Indonesia.

Jejaknya kepemimpinannya di Maluku, jarang terekspose,  padahal menurut dokumentasi Departemen Penerangan RI tahun 1952, Muhammad Padang merupakan satu diantara dua putra Maluku yang  bersinar di Parlemen RIS.

Saat itu terdapat juga dua putra Maluku  yang juga duduk d kabinet RI dan memegang posisi strategis, mereka masing-masing M.A. Pelupessy sebagai Meteri Penerangan dan Dr.Johannes Leimena  yang dipercaya sebagai Menteri Kesehatan (dhino pattisahusiwa)