Tidak Kantongi Izin, DPRD Maluku Sepakat Tolak Beroprasinya PT Batu Licin di Kei Besar

BERITABETA.COM, Ambon - Sebanyak 9 fraksi di DPRD Maluku menyatakan sikap menolak keberadaan PT Batu Licin, perusahaan yang beroperasi dalam pengelolaan tambang galian C di Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.
Perusahaan ini dinilai telah menyalahi aturan kerena mengangkut material galian C ke Manokwari, Provinsi Papua Barat tanpa memiliki izin.
Ketua DPRD Maluku Benhur G. Watubun menegaskan, DPRD Maluku secara tegas menolak keberadaan PT Batu Licin, sekaligus mendukung sikap Aliansi Anak Maluku yang menuntut penolakan operasional PT. Batu Licin di Pulau Kei Besar.
"Kami secara tegas juga menyatakan sikap menolak kehadiran perusahaan tersebut karena diduga melanggar berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Watubun di gedung DPRD Maluku, Senin (16/6/2025).
Sikap DPRD Maluku ini disampaikan Benhur saat seluruh fraksi bersama seluruh pimpinan dewan menerima aksi solidaritas ratusan mahasiswa asal Kabupaten Maluku Tenggara yang tergabung dalam Aliansi Anak Maluku yang menuntut penghentian operasional PT. BL di Pulau Key Besar.
Watubun menegaskan, lokasi penambangan tambang galian C di wilayah itu tidak tepat karena merupakan sebuah pulau yang kecil dan belum memiliki izin resmi seperti Izin Usaha Pertambangan atau pun Izin Analisa Dampak Lingkungan.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi II DPRD Maluku Irawadi yang mengaku, PT. Batu Licin sudah beroperasi sejak sembilan bulan lalu namun belum mengantongi IUP, Izin AMDAL.
Ia mengaku, pemerintah kabupaten pun belum memberikan izin resmi sehingga pihak perusahaan didesak segera menyelesaikan seluruh administrasi perizinan namun tidak direalisasikan hingga saat ini.
"Komisi II pada akhir Mei 2025 sudah turun ke lokasi tambang dan bertemu pihak manajemen perusahaan dimana mereka mengakui belum mengantongi izin resmi. Kondisi ini kami ketahui sejak dua bulan lalu dan komisi sudah melakukan agenda pengawasan tahap II di wilayah itu," ucapnya.
Sementara pimpinan perusahaan yang namanya Iskak mengaku kepada komisi saat itu kalau aktivitas penambangan galian C dikirim ke Manokwari untuk mendukung program strategis nasional di sana berupa pembangunan jalan dan bendungan.
"Sesuai UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 mewajibkan sebelum ada kegiatan eksplorasi atau pun eksploitasi maka perusahaan harus melengkapi semua administrasi perizinan, sementara mereka sudah beroperasi sembilan bulan dan melakukan pengapalan atau menggunakan tongkang dan mengirimnya ke Manokwari," tandasnya.
Ketika melakukan agenda pengawasan, komisi juga menemui masyarakat Ohoi Mataolat dan Nerong, Kabupaten Maluku Tenggara untuk meminta keterangan kepala desa dan tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemuda mempertanyakan siapa pihak yang memberikan izin operasional PT. BL dan mereka tidak mengetahuinya.
Mereka mengakui saat sosialisasi dan dihadiri penjabat Bupati Malra saat itu, banyak hal yang dijanjikan terkait kompensasi lahan yang dijanjikan Rp12.000 per meter namun realisasi hanya Rp8.000 ditambah Rp2.000 untuk ganti rugi tanaman milik warga.
"Masyarakat Mataholat meminta kompensasi berupa pembangunan pagar masjid namun sampai kini belum terealisasi termasuk permintaan pembangunan talud pemecah ombak antara 100 hingga 150 meter," katanya (*)
Editor: Redaksi