Cerita John Kei, “The Godfather” yang Insaf dari Preman
BERITABETA.COM – Lima bulan lalu, tepatnya Desember 2018, Tenaga Ahli Kedeputian V Kantor Staf Kepresidenan Ratnaningsih Dasahasta mengunjungi terpidana kasus pembunuhan John Kei di Lembaga Pemasyarakatan Parmisan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Ketika itu, John tengah menjalani keterampilan yang ia pilih saat menjalani hukuman di sel berkategori medium risk atau resiko menengah.
Tangan kanan John Refra Kei menggoreskan canting pada kain putih. Tangan kirinya menahan kain itu agak mengambang untuk membiarkan tintanya menyerap. Badannya masih tetap berotot dan penuh tato. “Enggak kebayang badan yang bertato di sekujur tubuh dan berotot begitu, membatik, lentur,” ujar Ratnaningsih seperti dikutip CNNIndonesia.com.
John Kei sebelumnya dikenal sebagai sosok yang tak ragu menggunakan kekerasan di kawasan Ibukota, Jakarta. Namun, kekuasaannya runtuh setelah pengadilan menjatuhkan vonis 16 tahun penjara atas kasus pembunuhan Bos Sanex Steel Indonesia, Tan Harry Tantono, pertengahan 2013.
Ratna menyebut ada perubahan dari pria kelahiran Maluku itu usai menjalani hukuman selama lima tahun di Nusa Kambangan.
Perubahan paling signifikan didapat saat dia ditempatkan di penjara super maximum, yang merupakan blok khusus bagi narapidana yang dianggap berisiko tinggi, selama tiga bulan.
Penjara ini membuat John nyaris tak bisa berinteraksi dengan orang lain. Ia menempati sel dua meter kali lima meter selama 23 jam per hari sendirian. Satu jam dalam sehari diberikan untuk keluar sel menuju teras sel dan berinteraksi secara terbatas dengan napi lain serta mendapat sinar matahari.
Semua aktivitasnya dipantau oleh kamera CCTV, baik itu tidur, mandi, membaca buku, marah, menangis, termenung. Bahkan, kata Ratna, John hanya bisa bicara dengan tembok penjara. “Tidak ada yang mampu bertahan di Lapas Super Maximum, sehebat apapun dia,” kata John seperti ditulis oleh Ratna, di laman nawalaksp.id.
Karantina selama berbulan-bulan dari interaksi dengan orang lain, lanjutnya, membuat John memiliki banyak waktu untuk berkontemplasi. Dari sana lah mulai muncul kesadaran tentang Tuhan. “Kalau keluar saya mau jadi pendeta, kalau balik lagi ke penjara saya ingin menjadi pengabdi Tuhan,” ucap Ratna, menirukan John.
Setelah dinilai berubah, John Kei ditempatkan di kelas yang lebih rendah. Mulai dari maximum, dan kini ke medium security.
Kelas Lapas
Nusa Kambangan sendiri memiliki empat tingkatan pengamanan; Super Maximum Security (Pengamatan Sangat Tinggi), Maximum Security (Pengamanan tinggi), Medium Security (Pengamanan Sedang), dan Minimum Security (Pengamanan Rendah). Model penjenjangan lapas ini baru diterapkan pada Agustus 2017.
Saat ini, kata Ratna, lapas yang mempunyai sel khusus baru ada di lima lokasi, yakni, Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu Nusakambangan, Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langkat di Sumatera Utara, Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Kasongan di Yogyakarta, Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gunung Sindur di Jawa Barat.
Konsep ini, katanya, dibuat untuk memotivasi narapidana menjadi lebih baik, mencegah terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang di lapas ataupun di rumah tahanan. Yang ditempatkan di kurungan spesial ini kebanyakan dengan latar belakang pembunuhan, teroris, dan narkoba. John Kei, kata Ratna, merupakan salah satu dari narapidana yang pertama kali masuk lapas super maximum risk. Hasilnya pun terlihat signifikan.
Kisah Jhon Kei
Jhon Refra atau dikenai Jhon Kei adalah pemuda asal Maluku yang lekat dengan dunia kekerasan di Ibukota. Dulunya diketahui Jhon Kei merupakan pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara.
Mereka berhimpun pasca – kerusuhan di Tual, Pulau Kei pada Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei ( AMKEI ) dengan Jhon Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim kalau anggota AMKEI mencapai 12 ribu orang.
Dikabarkan la telah berubah menjadi sosok yang lebih baik setelah mendekam selama lima tahun di penjara Nusakambangan, Cilacap. John Kei dulu dikenal kejam dan tak kenal ampun. Ia begitu ditakuti banyak orang. Bagaimana tidak, ia adalah salah seorang preman kelas kakap.
The Godfather
Sosok John Kei sebagai preman yang ditakuti pun mempunyai julukan, yakni The Godfather. Meski begitu, John Kei yang dulu bukanlah John Kei yang sekarang. Kini, John Kei sang preman yang menakutkan dan dikenal kejam telah berubah menjadi sosok yang lebih baik setelah mendekam di penjara Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Dalam wawancara eksklusif Andy F Noya pada acara Kick Andy, John Kei memberikan kesaksian tentang perjalanan hidupnya selama di mendekam di penjara Nusakambangan.
John Kei, pria kelahiran 10 September 1969 lahir asal pulau Kei, Ambon, Maluku Tenggara mengatakan kepada Andy F Noya bahwa masa kecilnya dilalui dengan kemiskinan.
“Saya lahir dari keluraga yang merupakan petani, bapak saya petani, ibu saya petani, miskin. Masa kecil saya setiap pulang sekolah, senior-senior kita adu kita untuk berantem (bully), kalau berantem, kalau satu kalah, udah jadi dua lawan satu, jadi dari kecil saya sebenarnya sudah hobi berantem,” kata John Kei pada tayangan Kick Andy yang diunggah di situs Youtube, Jumat (12/4/2019).
Menurut John Kei, masa kecilnya pahit, karena harus melalui kemiskinan, dan bully. “Pahit masa kecil saya, miskin dan sering berkelahi,” ujar John Kei.
Pada kesempatan wawancara tersebut, Andy F Noya menanyakan pendidikan John Kei. “Anda pendidikannya sampai di mana?,” tanya Andy F Noya.
Kemudian, John Kei pun menjawab pertanyaan Andy F Noya. “Saya di SMEA, seharusnya di STM, dan sebetulnya ini bertentangan dengan keinginan saya, tapi karena orangtua miskin, maka saya sekolah di SMEA, dai situ saya merasa sangat tidak sesuai, makannya saya jadi malah suka berantem-berantem di sekolah, akhirnya sekolahnya putus di SMEA waktu mau naik ke kelas dua,” kata John Kei.
Meski begitu, John Kei mengaku mendapat ijazah setelah mengikuti ujian persamaan. “Saya ke Jakarta, akhirnya di sana saya dapat ijazah persamaan (selevel SMA),” kata John Kei.
Kisah John Kei meninggalkan kampung halaman pertama kalinya adalah untuk menuju Surabaya, Jawa Timur. Kala itu, John Kei meninggalkan kampung halaman dengan usianya yang masih tergolong muda, yakni 18 tahun.
“Saya punya tekad, karena hidup di kampung itu miskin, kalau miskin kan dilihat orang kan hina (direndahkan). Di situ saya punya tekad, saya harus keluar dari kampung, saya harus berhasil (di luar) dan nanti balik ke kampung,” kata John Kei.
Perjalanannya ke Surabaya pun tidak berjalan mulus, John Kei yang tidak mempunyai uang sepeser pun, hanya bermodalkan nekat memasuki kapal menuju Surabaya. “Saya sama sekali tidak punya uang, akhirnya saya loncat masuk ke kapal tujuan Surabaya, kemudian saat ditagih tiket, saya jelaskan pada petugasnya, bahwa saya tidak punya uang, tidak punya tiket, dan akhirnya saya diminta untuk bekerja membersihkan kapal,” kata John Kei.
Sesampainya di Surabaya, John Kei pun tinggal bersama saudaranya, selama kurang lebih tiga bulan. Namun, tinggal bersama saudaranya selama tiga bulan, diakui John Kei terdapat ketidakcocokan antara dia dan saudaranya itu.
Hidup di Jalanan
Akhirnya, John Kei pun memutuskan untuk meningglakan saudaranya dan hidup di jalanan. “Mungkin 2-3 bulan tinggal bersama, dan enggak cocok, akhirnya keluar dan tidur di emperan jalan, menggelandang di jalanan Surabaya,” kata John Kei.
Setelah di Surabaya, John Kei akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Jakarta. “Saya naik kereta Jayabaya kemudian turun di Jatinegara, naik bajaj ke Berlan,” kata John Kei.
Kemudian, petualangan pun dimulai, pada 1992, John Kei menjadi seorang security di sebuah tempat hiburan malam di Jakarta. “Saya jadi security di sana, tempatnya banyak bule-bule, waktu itu ada yang ribut (berantem), saya pisahin, terus saya dipukul dari belakang. Akhirnya sempat berantem, polisi datang menyelesaikan, saya kemudian pulang ke rumah, masih penasaran, balik lagi ambil golok, niat saya tadinya, saya enggak mau bunuh dia, cuma mau kasih besutan, ternyata diluar dugaan, parang pas kena leher, dan dia mati,” kata John Kei.
Tak hanya itu, selain korban yang John Kei bunuh, ia pun merasa belum puas kemudian mengejar pihak-pohak lain yang terlibat perkelahian dengannya itu. “Yang lain-lain saya kejar, balik lagi, potong lagi kakinya, mereka ada banyak, sekitar 5 sampai 6 orang,” kata John Kei.
Merasa ngeri dengan cerita John Kei, kemudian Andy F Noya pun menanyakan soal umurnya saat menghabisi nyawa orang. “Berapa umur Anda saat pertama kali membunuh orang?” kata Andy F Noya.
Kemudian John Kei pun menjawab pertanyaan Andy F Noya. “Saya sekitar umur 22 tahun,” jawa John Kei.
Kemudian, Andy F Noya bertanya lagi pada John Kei soal penyesalan membunuh orang. “Waktu itu saya tidak menyesal bunuh orang, saya merasa jago kalau bunuh orang,” kata John Kei.
Setelah kasus pembunuhan tersebut, John Kei pun menjadi buronan polisi, namun tak lama kemudian, ia pun menyerahkan diri ke polisi. “Waktu itu saya buron, tapi waktu tanggal 24 Mei saya menyerahkan diri ke Polda Metro Jaya,” kata John Kei.
Dan masa-masa perkelahian pun tidak berhenti sampai disitu, di dalam lapas, John Kei juga masih terlibat perkelahian dengan sesama narapidana. “Ribut satu penjara, keroyok saya sama teman saya, ribut terus,” kata John Kei.
Sementara itu, Nama John Kei berurusan dengan aparat pada kasus pembunuhan Tan Harry Tantono alias Ayung. Adapun Ayung yang menjadi korban John Kei sempat menjadi sorotan saat dirinya muncul dalam kasus Hambalang dengan terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Nyawa Ayung dihabisi di sebuah kamar hotel 2701 di kamar Swiss-Belhotel, Sawah Besar pada Selasa, 27 Januari 2012 lalu.
Ia ditemukan tewas dalam keadaan luka parah di bagian leher dan puluhan luka tusukan pada sekujur tubuhnya. MA pun menjatuhi hukuman John Kei terkait kasus pembunuhan Ayung menjadi 16 tahun. Vonis itu lebih lama dua tahun dari tuntutan jaksa. “Diputuskan Rabu, 24 Juli 2013 lalu. Vonisnya 16 tahun penjara,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur melalui pesan singkat, Senin (29/7/2013). Kala itu, Ridwan enggan menjelaskan alasan majelis memperberat vonis bagi John Kei.
Tobat
John Kei mengaku menghabiskan waktunya dengan membaca dan beribadah. “Saya dulu tidak pernah ada waktu untuk ibadah. Tapi Nusakambangan membawa Tuhan hadir di diri saya,” kata John Kei.
Ia pun mengaku menyesal dengan perbuatannya dan ingin menghapus masa lalunya tersebut. Dirinya juga ingin mendekatkan diri pada Tuhan dan meminta bantuan dari Tuhan agar mampu bertahan di masa hukumannya. “Kalau saya mati, saya mau masuk surga. Bukan masuk neraka kerena bunuh diri,” katanya.
Meskipun baru menjalani lima tahun hukuman penjara, John Kei mengaku sudah banyak perubahan terjadi di dirinya. John pun kini menjadi pengkhotbah dan memberikan pencerahan bagi narapidana lainnya. “Saya ingin menjadi manusia baru ketika saya keluar dari penjara. Saya menyerahkan hidup saya pada Tuhan,” kata John Kei. (berbagai sumber)
Data Diri :
Nama lengkap: Jhon Refra
PanggilanL Jhon Kei
Tanggal lahir: 10 September 1969
Istri: Yulianti
Anak : Yayang, Rambo, Ferren