Warga Curiga dan Menolak Keberadaan Alat Berat

BERITABETA, Namlea – Keputusan pemerintah menutup aktifitas penambang emas tanpa izin (PETI) di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku kini diprotes masyarakat adat setempat.

Puluhan warga yang mengatasanakan diri sebagai “Masyarakat Adat Buru Bersatu”, Sabtu (20/10/2018)  menggelar aksi demo. Mereka mencurigai keberadaan sejumlah  alat berat berupa bulldozer dan excavator di lokasi Gunung Botak,  yang ditakutkan aktifitas penambangan dilanjutkan pihak perusahaan dengan mengabaikan hak-hak adat warga. Aksi yang dimulai pukul 12.45 WIT, itu berlangsung di jalur D,  Dusun Wamsait, Desa Dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.

Membentangkan spanduk yang berisi permintaan agar pemerintah dapat melegalkan aktifitas tambang di Gunung Botak (foto. Lili T)

Dalam aksi demo itu, masyarakat adat menyampaikan beberapa tuntutan.  Pertama,  meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buru maupun Provinsi Maluku,  segera mengembalikan hak – hak adat mereka. Warga adat menilai  kawasan Gunung Botak adalah satu-satunya lokasi bagi mereka mencari makan bagi keluarga.

Kedua, mereka menyampaikan apresiasi ata tugas dan wewenang TNI/Polri yang bertindak menutup lokasi tambang tersebut,  karena pada prinsipnya mereka cinta kedamaian.

Ketiga, meraka juga meminta pemerintah pusat dan daerah, untuk segera mengeluarkan ijin pertambangan rakyat, sesuai janji pemerintah terhadap mereka.

Dan keempat, mereka meminta pemerintah mampu menjawab dengan jujur,  telah dikemanakan hak adat mereka dan  untuk siapa.

“Kami masyarakat adat buru bersatu cinta kedamaian, kami berharap pemerintah segera legalkan aktifitas tambang emas di wilayah Gunung Botak,” teriak warga.

Aksi demo ini dipimpin oleh Kepala Soa Migodo, Ahmat Nacikit,  Kepala Soa Watimpuli, Linus Nurlatu dan Kepala Kawasan Lokollo, Waroi Waemese. Mereka membawa sekitar 50 warga adat dalam aksi protes tersebut.

Raja Kayeli, Fandi Wael yang hadir di tengah-tengah massa kemudian memberikan himbauan, agar masyarakat dapat patuh terhadap kebijakan yang diambil pemerintah.

Fandi berjanji  akan menyampaikan apa yang menjadi tuntutan masyarakat adat.

“Jika ada sikap pemerintah yang melenceng, dan janji saya tidak saya tepati, maka saya siap untuk bertanggungjawab,”tandasnya.

Raja Kayeli menjelaskan, saat ini ada kebijakan moratorium terhadap aktifitas penambangan emas di Gunung Botak.  Kebijakan itu, kata dia, berasal dari Gubernur Maluku dan bukan dari raja.

Dari lokasi demo dilaporkan, usai Raja Kayeli memberikan penjelasan, ada warga kemudian mempertayakan keberadaan alat berat di lokasi Gunung Botak. Mereka mencurigai keberadaan peralatan itu, sebagai upaya pembodohan terhadap masyarakat, untuk melanjutkan aktifitas penambangan oleh perusahaan tertentu.

Mereka khawatir jangan sampai kejadiannya serupa dengan yang pernah dilakukan perusahan di lokasi  sungai Anahoni. Saat itu, dijelaskan kepada masayrakat, bahwa akan dilakukan normalisasi  sungai dengan pembuatan jembatan,  ternyata lokasi itu, dikuasai perusahaan yang  tiba-tiba sudah mengolah stok file material.

“Jika ada alat berat naik ke lokasi, tidak usah kita tinggal diam,  kita bakar saja itu alat, “teriak Rusli nurlatu salah satu warga adat dalam aksi tersebut.

Nurlatu juga mempertanyakan sikap Raja Kayali yang mendukung kebijakan pemerintah itu. “Kita mengikuti kemauan pemerintah untuk alat berat naik ke atas gunung,  emangnya di atas ada pembangunan apa,?” teriak Nurlatu.

Protes warga terhadap keberadaan alat berat itu, kemudian ditanggapi oleh Danramil setempat. “Alat berat di lokasi tambang yang ditutup ini,  untuk membongkar bak-bak  rendaman,  bukan untuk melakukan aktifitas lain,  jadi buat masyarakat tolong jangan mempersulit aktifitas pemerintah,”tegas Danramil.

Aksi demo warga adat yang dikawal personila Polsek Waeapo dan Koramil Waeapo, baru berakhir pada pukul 13.24 WIT. Masa kemudian membubarkan diri. (BB/DIO)