Belajar dari ‘Captain Tsubasa’ Ala Jepang

Catatan : Dhino Pattisahusiwa
Tulisan ini hanyalah sebuah potret dari perjalanan berharga bagaimana Negara Jepang meraih prestasi di dunia sepak bola. Tentu ini juga terkait dengan sikap kita dalam merespons hasil laga ronde tiga Timnas Indonesia Vs Jepang di Kualifikasi Piala Dunai 2026.
Indonesia harus mengakui keunggulan Jepang. Laga yang baru saja usai di Group C membuat Timnas Indonesia asuhan pelatih Patrick Kluivert harus pulang dengan tangan kosong.
Publik di tanah air dibuat tertunduk lesu. Jauh dari ekspektasi kita. Garuda dibantai setengah lusin gol tanpa gol balasan.
Bagi sebagian pecinta sepak bola, hasil ini terlalu mencolok. Garuda sepertinya kembali jatuh ke titik nol, setelah melewati proses panjang dan mengais dua hasil positif di laga kandang melawang Bahrain dan China.
Tapi itulah sepak bola. Hasil yang dicapai tentu tidak datang begitu saja. Jepang, tentu bukan tim kaleng-kelang. Pasukan Samurai Biru adalah satu-satunya tim di Asia yang menempati ranking FIFA teratas yakni 15 dunia.
Hasil di Suita City Football Stadium, Japang pada Selasa 10 Juni 2025 itu pun, menjadi untaian emas dari proses panjang yang dilalui federasi sepak bola Jepang dalam membangun dunia sepak bola di negeri Sakura.
Sejatinya keganasan dan apiknya permainan Timnas Jepang di lapangan hijau merupakan hasil dari sebuah revolusi yang panjang. Laga demi lagi dilewati dengan hasil positif, meraka seakan menjadi momok bagi tim lain di Asia.
Itulah Yatagarasu, symbol timnas Jepang yang berarti Gagak Berkaki Tiga Lambang Matahari. Mereka bermain menarik perhatian publik global dengan performa di lapangan serta etika yang mereka tunjukkan.
Tentunya, kemajuan sepak bola Jepang jauh lebih dahsyat dari yang kita miliki. Mereka bertransformasi hingga menjadi tim tangguh.
Jepang mulai membangun sepak bolanya sejak tiga dekade silam. Bukan sebuah proses yang instan. Pembinaan usia dini menjadi program utama. Ribuan anak seakan dihipnotis menjadi kecanduan terhadap sepak bola.
Hasilnya seperti yang kita lihat bersama di laga melawan Timnas Indonesia. Bagimana sederet nama seperti Daichi Kamada Takefusa Kubo, Ryoya Morishita, Shuto Machino, dan Mao Hosoya membuat barisan pertahanan yang dipimpin kapten Timnas Indonesia Jay Idzes menjadi kacau dan kiper Emil Audero pontang panting di bawah mistar gawang.
Melihat performa Timnas Jepang bermain bola, kita seakan tidak percaya dengan fakta yang terjadi. Meskipun dalam setiap penampilan, Garuda selalu saja diisi pemain –pemain baru hasil naturalisasi.
Pun ketika bertemu Jepang kita selalu tidak berdaya. Dua laga perjumpaan Garuda Vs Samurai Biru, tetap berakhir dengan hasil mencolok, baik laga kandang dan tandang.
Memulai dengan Anime
Kedikdayaan Jepang di dunia sepak bola patutlah menjadi contoh bagi Negara kita. Jepang mulai membangun sepak bola pada kisaran tahun 1981. Tak seperti kebanyakan negara, Jepang pertama kali memperkenalkan pengetahuan sepak bola mereka justru lewat manga (komik) dan anime (animasi) kepada khalayak luas.
Negara berjuluk Sakura itu melakukan reformasi sepak bola dengan menyasar anak-anak usia dini yang ditarget menjadi kunci sepak bola ke depannya.
Bagaimana anak-anak Jepang dibuat kecanduan sepak bola? Mereka dikenalkan dengan manga berjudul "Captai Tsubasa".
Tiga tahun kemudian manga ini diadaptasi menjadi anime dan disiarkan di TV nasional.
Tak hanya menyampaikan soal teknik dan strategi dasar sepak bola, Captain Tsubasa juga menunjukkan bagaimana harusnya mindset pemain, teamwork, hingga semangat berjuang.
Dikutip dari cacatan sejarah sepak bola Jepang, saat Captain Tsubasa mulai terbit pada 1981, hanya ada 68.900 pesepak bola yang terdaftar di Jepang. Saat manga ini tamat pada 1988, jumlah ini meningkat menjadi 240.000 pesepak bola.
Kurang dari satu dekade, tim sepak bola SD dan SMP di Jepang meningkat hampir tiga kali lipat. Jumlah pemain sepak bola di usia SD yang terdaftar saat itu meningkat dari 110.000 menjadi 260.000.
Pentingnya hal ini terlihat jelas saat Jepang jadi tuan rumah Piala Dunia 2002 lalu. Dari 23 pemain Timnas Jepang, 16 di antaranya mengaku bahwa mereka mulai mencintai sepak bola setelah menonton Captain Tsubasa.
Sekolah Sepak Bola
Jepang juga punya sistem sepak bola sekolah yang tak kalah bersaing dengan akademi pemain muda klub.
Pemain bisa memilih bersekolah di SMP, SMA, bahkan kuliah, bergabung dengan klub sekolah tersebut, dan tetap bisa mengejar cita-citanya sebagai pesepak bola.
Selain itu, anak-anak bisa mengejar impian sepak bola mereka tanpa harus meninggalkan pelajaran sekolah, hal yang membuat orang tua juga jadi tenang.
Bahkan tak jarang, para pemain Jepang baru menjalani debut pro setelah usia 20 tahun setelah mereka bermain di tim universitas.
Keuntungannya, jika mereka gagal jadi pemain pro, mereka punya kesempatan besar bekerja di dunia profesional karena memiliki gelar, hal yang tak terjadi di belahan dunia lain.
Kaoru Mitoma contohnya, ia bahkan menolak kontrak pro dari Kawasaki Frontale untuk bergabung dengan Universitas Tsukuba.
Tak hanya soal sekolah, di tim universitas ia akan mendapat lebih banyak menit bermain, hal yang penting untuk pemain muda, dibandingkan mengisi bangku cadangan tim-tim pro. Mitoma tak sendiri, banyak pemain-pemain Timnas Jepang saat ini yang juga mengambil jalur serupa.
Jepang juga membagi latihan sepak bola usia muda menjadi beberapa bagian usia.
Usia 8-9 tahun merupakan masa permulaan, mulai mengenal sepak bola secara keseluruhan. Kemudian, usia 10-15 tahun menjadi masa belajar teknik, taktik, dan transisi dasar sepak bola.
Di usia 16-17 tahun, masa belajar lewat pertandingan sungguhan. Selanjutnya di usia 18-21 tahun merupakan masa pendewasaan pemain. Dan yang terakhir udia 21 kahun ke atas menjadi masa penyempurnaan pemain.
Dengan cara ini, Jepang memastikan pada awalnya para anak kecil akan ditanamkan kesukaannya dengan sepak bola. Setelah itu, diajarkan teknik dan taktik dasar dengan ditunjang pertandingan yang sesuai dengan usia pemain.
Setelah memasuki masa SMA, baru para pemain digembleng melalui kompetisi sesungguhnya lewat pertandingan-pertandingan berat, untuk melihat pemain mana yang bisa bertahan di dunia pro.
Inilah sepak bola Jepang. Skuad Samurai Biru dihimpun sejak belia, terhipno lewat "Captai Tsubasa". Digodok penuh disiplin hingga akhirnya menjadi pemain –pemain tangguh dan tergabung dalam tim yang solid, penuh strategi, ambisi dengan semangat yang tinggi (*)