Kelompok kedua yakni kelompok populis. Mereka ini terdiri dari para politisi, entah dari yang berwatak hipokrit, oportunis, atau bahkan idealis. Tujuan kelompok ini ialah memantik suasana untuk pengalihan kebijakan, meraih animo masyarakat, dan terkadang memperkeruh suasana publik.

Kelompok ketiga yakni kelompok ekonomis. Mereka ini terdiri dari para pebisnis virtual. Kelompok ini hanya punya satu tujuan, ialah keuntungan materil untuk kehidupan sehari-hari.

Kelompok keempat yakni kelompok “ikut ramai”. Kelompok ini tidak peduli apa yang sedang terjadi. Intinya, hanya berperan sebagai “likers” (penyuka status), dan sesekali unggah hal-hal yang tidak penting.

Dari keempat kelompok tersebut, terkadang muncul gejala psikologis yang dialami para pengguna, yakni “kecanduan ber-sosmed” akibat gila narsis di sosmed. Dunia sosmed telah memberikan kita suasana nyaman, di mana kita sulit pergi darinya.

Sekarang ini, pesan singkat (SMS) sudah tidak menjadi primadona. Semua orang lebih senang keluarkan duit untuk membeli paket internet. Kebutuhan dalam rumah, tagihan listrik melonjak seiring dengan tuntutan membayar IndiHome.

Internet dan sosmed, sudah mengambil alih dunia. Kejadian ini tidak terlalu berlebihan. Semua orang, dari remaja, pebisnis, pendidik, hingga kakek-nenek, tertarik bergabung dengan fenomena tersebut. Semua orang terpapar demam sosmed.

Terlihat, setiap orang menghabiskan waktu paling banyak berselancar di dunia sosmed. Fenomena ini merupakan gejala “internet addiction” (kecanduan internet). Ada empat tipe dari gejala kecanduan ber-sosmed.

Pertama, kecanduan bermula dari upaya untuk memuaskan kepuasan psikologis. Kepuasan ini tergantung pada keinginan meraup besaran likers (penyuka) untuk setiap postingannya.

Kedua, keinginan untuk lebih lama berselancar di dunia sosmed, sembari melupakan aktivitas sosial. Jika dalam sehari tidak ber-sosmed, maka muncul perasaan cemas, depresi, bahkan stres.

Ketiga, pengguna yang doyan sosmed akan memposting segala aktivitas pribadinya di sosmed. Postingan-postingan si pengguna ketika berada di bioskop, tempat kerja, atau bahkan tempat rekreasi. Ini juga merupakan gejala candu dalam ber-sosmed.

Keempat, si pengguna sosmed yang merasa nyaman dengan teman-palsu di sosmed. Mereka lebih memilih berteman, mencurahkan gundah-gulananya dengan akun-akun di sosmed, dibanding di dunia nyata (***)