BERITABETA.COM - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meminta penggunaan susu kental manis (SKM) untuk tidak menyeduh dan meminum, sebagaimana minuman susu pada umumnya.

Cara konsumsi seperti itu merupakan kebiasaan yang salah di masyarakat dan harus diubah.

Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Rita Endang, dalam dialog bersama Pro 3 RRI belum lama ini.

Dijelaskan Rita, susu kental manis secara fungsi tidak untuk menggantikan ASI, tidak cocok untuk bayi sampai 12 bulan, dan tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi.

"Tipikal dari SKM adalah susu yang manis, memang tidak untuk usia anak-anak di bawah 1 tahun. Sudah ada peringatannya, masyarakat yang memang berisiko terhadap kandungan gulanya seharusnya perlu mengoreksi diri," ujar Rita Endang seperti dikutip dari viva.co.id.

Menurut Rita, SKM seharusnya digunakan untuk topping bukan untuk diseduh.

"Kami sudah menuangkan dalam regulasi peraturan Badan POM nomor 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan. Jadi memang ditegaskan pula bahwa penggunaan yang benar itu digunakan sebagai topping, misalnya untuk martabak, campuran kopi, cokelat dan lain-lain," ungkapnya.

Larangan BPOM tehadap kental manis yang diseduh mendapat apresiasi dari Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI). Hal itu diungkapkan oleh Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat.

Menurut dia, larangan kental manis atau SKM diseduh merupakan kemajuan. Karena selama ini YAICI mengadvokasi dan meminta BPOM agar ada aturan bahwa kental manis bukan untuk diseduh, melainkan hanya sebagai topping makanan.

"Kami, YAICI berharap larangan ini bisa disosialisasikan kepada masyarakat terutama masyarakat yang selama ini menggap kental manis boleh diseduh," tuturnya.

Arif menambahkan, meskipun BPOM sudah mengeluarkan larangan, YAICI akan tetap memantau penerapan di lapangan.

"Jangan sampai larangan ini hanya sebatas larangan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat, dan lebih penting lagi tindak tegas kepada produsen agar merevisi kegunaan kental manis," pungkas Arif Hidayat (*)

Editor : Redaksi