BERITABETA, Ambon – Satu lagi cagar alam di Maluku menjadi perhatian para peneliti dunia. Goa vertical Hatusaka,  resmi mendapat predikat sebagai gua terdalam di Indonesia.

Predikat ini diberikan setelah tim penjelajah goa Acintyacunyata Speleological Club (ASC) berhasil menjadi tim pertama dari Indonesia yang berhasil mencapai dasar Goa Hatusaka di Negeri Saleman, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Provinsi Maluku, tanggal 6 Agustus 2018 silam.

Lokasi Goa Hatusaka berada di kawasan hutan Taman Nasional Manusela. Kawasan ini adalah hutan konservasi dengan luas sekitar 189 ribu hektare. Luasnya  hampir meliputi 75 persen dari Kabupaten Malteng.

Tim ASC ini juga berhasil memutakhirkan data mengenai kedalaman total dan luas ruangan di dasar goa serta melakukan pencatatan tentang flora-fauna dan karakter lain dari Goa Hatusaka.

Goa Hatusaka pertama kali dijelajahi dan dipetakan oleh tim ekspedisi goa gabungan dari Amerika, Inggris, Perancis dan Australia pada tahun 1996. Upaya pertama mencapai dasar goa gagal saat itu.

Tim gabungan tersebut baru berhasil mencapai dasar goa pada upaya kedua tahun 1998.  Berikutnya pada tahun 2011. ASC melakukan percobaan pertama menggapai dasar Goa Hatusaka melalui kegiatan Ekspedisi Speleologi Seram. Upaya penelusuran ini terhenti di kedalaman -190 meter karena air sungai yang membanjiri lorong goa.

Tim ekspedisi goa dari Italia pada tahun 2016 berhasil mencatatkan diri sebagai tim kedua yang mencapai dasar Goa Hatusaka.

Tim yang dipimpin oleh Andrea Benassi ini juga berhasil memetakan satu segmen lorong di Goa Hatusaka.

Termotivasi oleh keberhasilan tim penelusur Italia, tahun 2017 Mapala Universitas Indonesia (UI) melakukan upaya mencapai dasar Goa Hatusaka, namun gagal di kedalaman -220 karena banjir memasuki lorong goa.

Keunikan Goa Hatusaka

Pengukuran terkini berdasarkan hasil ekspedisi tim ASC menyebutkan, kedalaman Goa Vertical Hatusaka adalah 424 meter,  dengan diameter sekitar 100 meter.

Dasar Goa Hatusaka memiliki luas ruangan 90 meter x 62 meter dengan tinggi atap 180 meter.

“Berdiri di dasar Goa Hatusaka seperti berdiri di dalam stadion sepakbola dalam keadaan gelap gulita”, kata Ahmad Sya’roni.

Ini dia bagian dasar Goa Hatusaka, luasnya seperti tribun lapangan bola

“Cahaya senter saya memiliki intensitas 4000 lumens tidak bisa tembus dari sisi dinding satu ke dinding lain”, terang Rodhial Falah.

Sebagai pembanding intensitas cahaya lampu mobil rata-rata adalah 3000 lumens.  Kondisi dasar Goa Hatusaka relatif datar, dengan endapan kerikil dan pasir hampir sepertiga luas ruangannya. Selebihnya berupa endapan lempung yang mengindikasikan air yang masuk ke dalam goa sempat menggenang sebelum meresap ke dalam tanah.

Uniknya, meskipun di atas goa merupakan hutan lebat namun tidak dijumpai batang-batang pohon besar di dasar goa, hanya serpih-serpih kayu berukuran kecil.

Tim menduga batang-batang kayu yang terbawa banjir hancur berkeping-keping menjadi serpihan kecil karena dalamnya dasar goa dan gerak turbulen air yang dahsyat di dasar goa.

“Dasar hatusaka seperti blender raksasa, apapun yang terbawa masuk ke dasar goa, akan hancur berkeping-keping digilas pusaran air”, terang Rodhial Falah.

Di dasar goa, tim menemukan sekelompok cacing tanah dan beberapa jenis serangga. Di beberapa spot tim juga menemukan beberapa tumbuhan berdaun hijau setinggi 15 cm, kemungkinan pada saat-saat tertentu cahaya matahari bisa mencapai dasar goa.

Setelah menyelesaikan pengukuran, pengambilan sampel dan pendokumentasian Sya’roni dan Rodhial kemudian melakukan pemanjatan ke atas kembali bergabung dengan tim di teras “Ultimate Pitch”.

Tim memutuskan menginap satu malam di teras sebelum naik ke permukaan keesokan harinya. Hasil perhitungan pengukuran kedalaman tim ASC, Hatusaka memiliki total kedalaman -394 meter, hasil ini menempatkan Goa Hatusaka menjadi goa terdalam di Indonesia, disusul Goa Lomes Longmot (-360 m) dan Goa Sibil Buk   (-349 m), keduanya di Papua Barat.

Kegiatan penelusuran Goa Hatusaka berakhir pada tanggal 09 Agustus 2018. Untuk mencapai dasar Goa Hatusaka, tim ekpedisi total membawa peralatan penelusuran goa dan perbekalan seberat 500 kg, terdiri dari 700 meter tali kernmantel, berbagai macam peralatan penelusuran goa, alat-alat cave rescue, alat pemetaan serta logistik untuk mendukung kegiatan.

Taman Nasional Manusela merupakan gabungan dari dua cagar alam, yaitu Wae Nua dan Wae Mual beserta seluruh perluasan wilayahnya.

Untuk menuju Taman Nasional Manusela dapat dicapai melalui pantai Utara yaitu Sawai dan Wahai, atau melalui pantai Selatan yakni Yaputih dan Moso di kecamatan Tehoru.

Di tempat ini banyak lokasi yang bisa dieksplorasi, mulai dair gunung hingga laut. Khusus bagi para pecandu adrenalin, dua objek yang menantang nyali adalah Gunung Binaya dan Gua Hatu Saka. Bagi para pencinta kegiatan pendakian, Gunung Binaiya merupakan salah satu ‘mimpi basah’ yang sebaiknya tidak ditunda (BB-DIO)

Disadur Dari Berbagai Sumber