BERITABETA.COM, Samarinda— Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Saadiah Uluputty, kembali menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dan dunia akademik dalam proses revisi Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Hal ini disampaikan dalam rangkaian kunjungan Panitia Kerja (Panja) Komisi IV ke Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, untuk menjaring pendapat akademisi dan masyarakat Kalimantan Timur, sebagai bagian dari proses penyusunan RUU Perubahan Keempat atas UU Kehutanan.

Dalam dialog bersama para pakar kehutanan dan pemangku kepentingan daerah, Saadiah Uluputty menyoroti bahwa arah perubahan UU Kehutanan harus merespons realitas ekologis dan sosial yang dihadapi masyarakat di kawasan hutan, termasuk di Kalimantan dan kawasan kepulauan seperti Maluku.

“Pengakuan terhadap hutan adat, perhutanan sosial, serta pemisahan kewenangan pusat dan daerah dalam tata kelola hutan harus diperkuat secara tegas dalam naskah perubahan UU,” tegasnya.

Politisi PKS ini juga menyoroti pentingnya memperkuat pendekatan ekologis dan pengakuan hukum terhadap hak masyarakat hukum adat sebagaimana ditekankan dalam Putusan MK No. 35/2012.

“Selama ini masih ada ketimpangan perlakuan terhadap masyarakat adat. Kita tidak ingin revisi UU ini kembali mempersempit ruang hidup mereka, justru harus menjadi instrumen pengakuan dan perlindungan,” ujar legislator dari Dapil Maluku ini.

Seperti halnya dalam pertemuan sebelumnya, Panja DPR RI telah menerima masukan kritis dari akademisi UGM terkait pentingnya mengubah paradigma pengelolaan hutan menjadi berbasis ekosistem dan sosial budaya local, bukan sekadar pendekatan perizinan seperti dalam rezim sebelumnya.

Paparan dari Prof. San Afri Awang dan FGD yang dipimpin Dr. Totok Dwi Diantoro memperkuat posisi perlunya transformasi tata kelola hutan yang lebih inklusif, adil, dan berbasis data ilmiah.