Catatan : Dhino Pattisahusiwa

Lima belas tahun silam, saat pulang ke Kota Ambon, politikus ulung PDI-Perjuangan ini sempat menyampaikan komitmennya untuk berjuang memekarkan daerah asalnya.

Dia tak lain adalah mendiang  Alexander Litaay. Dengan sikap tegas kepada wartawan, Alex menyampaikan keinginannya agar wilayah Kepulauan Lease (Saparua, Haruku dan Nusalaut) dapat dimekerkan menjadi sebuah daerah otonom baru.

Posisinya sebagai Anggota Komisi II (bidang pemerintahan daerah) DPR RI saat itu,  membuat Alex Litaay, punya peran penting dalam mengurusi pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB).

"Saya akan malu bila selesai masa jabatan anggota DPR, ternyata tidak mampu memperjuangkan pemekaran Kepulauan Lease menjadi kabupaten," kata Alex  di Ambon, 16 Maret 2010 silam.

Niat Alex memang tak asalan. Lewat perannya sebagai anggota DPR RI selama dua periode dan pernah menduduki kursi Sekjen DPP PDI-Perjuangan, Ia sukses merekomendasikan pemekaran sejumlah provinsi, kabupaten/kota.

Alex pun meminta semua komponen dari wilayah Lease untuk bersatu bersama-sama berjuang untuk memuluskan niat pemekaran itu.

Dia optimistis Kepulauan Lease berprospek cerah dikembangkan menjadi kabupaten dengan mengoptimalkan pertumbuhan perekonomian guna mengentaskan kemiskinan.

Politisi asal Negeri Ullath ini menilai, roh pemekaran adalah mengentaskan kemiskinan sehingga potensi sumber daya alam, terutama hayati, laut, dan pertanian/perkebunan di Kepulauan Lease yang bernilai ekonomis itu harus dikelola seoptimalnya.

Begitu pun, cengkih dan pala sebagai komoditas primadona yang menggairahkan bangsa Eropa ke Maluku perlu dikelola seoptimal.

"Saya akan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan panitia pemekaran kabupaten Kepulauan Lease agar perjuangan itu berada dalam kerangka ketentuan perundang-undangan sehingga berhasil," kata Litaay saat itu.

Dua pekan kemudian, tepatnya pada 30 Maret 2010, sejumlah tokoh Lease akhirnya  berkumpul dan mendeklarasikan usulan pemekaran Kepulauan Lease menjadi sebuah kabupaten baru di Provinsi Maluku.

Sebuah Konsorsium dibentuk dengan ketua Prof. Dr. M.J. Saptenno, SH dan sekretaris M. Saleh Wattiheluw, SE, MM.

Kerja ekstra pun dilakukan, semua kelengkapan administrasi kemudian dikebut. Dokumen pendukung dalam sekejap diusulkan ke DPRD dan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. 

Pergerakan itu berjalan apik, tapi menemui jalan buntu, menyusul sikap Pemkab Malteng yang lamban menanggapi semua dokumen dimaksud.

Lima tahun berlalu, tepatnya 2015, barulah dokomen pengusulan DOB Kepulauan Lease dimasukkan ke Kementerian Dalam Negeri. Sejak itu kerja-kerja konsorsium lambat laun tak terdengar lagi.

Niat mendiang Alex Litaay pun harus terkubur. Empat tahun berlalu, tepatnya di tahun 2014, saat awal berkuasanya pemerintahan Presiden Jokowi, kran pemekaran DOB ditutup dengan keluarnya kebijakan moratorium (pemberhentian sementara) pemekaran daerah.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium dengan pertimbangan keterbatasan fiskal dan juga kesiapan daerah yang dinilai masih minim.

Hingga tahun 2024, Kementerian Dalam Negeri telah menerima 337 usulan DOP. Usulan itu berbentuk pemekaran wilayah yang tersebar di 36 provinsi se-Indonesia.

Menuver Alex Litaay  terhenti. Dia tak lagi menduduki kursi di parlemen. Setelah gagal lolos pada Pemilu 2014. Terakhir Alex didepuk menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kroasia hingga meninggal dunia pada 27 Juni 2016.

Magnet Dunia

Keinginan sejumlah tokoh untuk memekarkan wilayah Kepulauan Lease, tentunya tidak lahir begitu saja. Wilayah yang terdiri dari tiga pulau ini sejak dulu memang menjadi magnet bagi dunia.

Kekayaan alamnya berupa tanaman rempah cengkih dan pala, dan juga potensi lautnya telah menjadikan wilayah ini diincar di bangsa kolonial. Sejarah kelam ini membuat Lease sempat menjadi perhatian dan diusulkan sebagai World Heritage (warisan dunia).

Alasan pengusulan ini mengingat Kepulauan Lease  memiliki keindahan, potensi alam, dan peran sejarah yang sangat fondamental bagi Indonesia.

Usulan itu disampaikan Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl-Oek Engelina Pattiasina dalam sarasehan dengan tema "Memaknai Warisan Nilai Juang Martha Christina Tiahahu" di Jakarta pada Selasa, 27 Januari 2015.

Perjuangan rakyat Lease terus bergema. Meskipun terhambat kebijakan moratorium, namun sejumlah tokoh yang bercokol dalam konsorsium DOB Kota Kepulauan Lease terus memantapkan niat akan memperjuangkan wilayah itu hingga menjadi sebuah daerah otonom.

”Ini bukan semata pemenuhan syarat, tapi ini adalah perjuangan politik. Jika tidak sekarang kita memulai, maka sampai kapan pun Lease tak pernah akan mendapat tempat yang layak,”ungkap Ketua Konsorsium Prof. Dr. M.J. Saptenno, SH.

Mantan Rektor Unpatti ini menguraikan dari sisi kelayakan, keberadaan Lease dengan sejumlah potensinya tak bisa diabaikan begitu saja.

Dari catatan konsorsium,  saat ini, selain memiliki keunggulan warisan berupa tanaman rempah, Kepualauan Lease lebih unggul dari sektor Pariwisata dengan memiliki sebanyak 150 spot wisata yang bisa dikembangkan dimasa mendatang.

Bukan saja itu, Lease yang terdiri dari tiga pulau Saparua, Haruku dan Nusalaut menjadi daerah dengan geliat ekonomi yang cukup tinggi.

“Anda bisa memotret semua ini dari aktifitas lalulintas laut di tiga pulau ini. Ada berapa armada speedboat yang beroperasi disana? Setiap hari lalulintas armada laut itu tidak pernah sepih. Tiap hari orang Lease ke Ambon dan Masohi, itu artinya perputaran uang disana cukup tinggi,”beber Saptenno.

Kini perjuangan pemekaran Lease sepertinya makin mendapat sambutan positif, setelah beberapa waktu lalu pihak konsorsium bertatap muka dengan Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa.

Dalam kesempatan itu, Hendrik dengan tegas menyatakan sikap mendukung upaya yang dikakukan konsorsium, meskipun pemerintah belum lagi mencabut kebijkana moratorium.

“Sebagai putra Lease saya tentunya mendukung sepenuhnya upaya yang sudah dilakukan saat ini. Siapkan saja semua dokumen yang diperlukan, sambil menunggu kebijakan baru dari pemerintah pusat,” tandas Hendrik.

Dukungan para elit dan juga akar rumput yang menguat, menjadikan impian pemakaran Kota Kepulauan Lease makin menukik. Namun pertanyaannya apakah Bupati Maluku Tengah, Zulkarnain Awat Amir  dengan jajarannya akan memberikan lampu hijau dalam proses ini?.

Sebab sudah ketiga kalinya surat dari konsorsium belum mendapat respons positif dari Pemkab Malteng.  Zulkarnain sepertinya bersikap cuek dengan perjuangan ini, alih-alih memberikan tanggapan, tiga surat yang dikirim sama sekali tidak terbalas.

“Pada prinsipnya kita menghargai kepala daerah dengan semua prosedur yang sudah kita jalani. Jika memang Bupati Malteng tidak mau menerima kami, apa mau dikata, jalan lain akan kami tempuh,”tegas Saptenno yang juga Guru Besar Ilmu Hukum Unpatti ini (*)