Hasil Penelitian, Kekebalan Penyintas Covid-19 Bisa Bertahan Selama 8 Bulan
BERITABETA.COM – Hasil studi dari Departemen Imunologi dan Patologi Monash University dan Aliansi Riset Alfred menyebutkan, kekebalan terhadap Covid-19 dapat bertahan hingga delapan bulan setelah terinfeksi.
Hasil penelitian ini membuat para peneliti berharap vaksin dapat memberikan harapan untuk perlindungan jangka panjang.
Para peneliti menemukan bahwa sel B memori yang ‘mengingat’ virus dan memicu produksi antibodi pelindung jika terpapar kembali.
Diterbitkan di MedRxiv, penelitian itu menguji 25 pasien Covid-19 dan mengambil sampel darah pasca infeksi dari hari keempat hingga hari ke 242.
Para peneliti menemukan bahwa antibodi mulai berkurang setelah 20 hari setelah infeksi, namun sel B memori spesifik virus muncul hingga delapan bulan setelah tubuh terinfeksi.
“Hasil ini penting karena secara definitif menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi Covid-19 pada kenyataannya memiliki kekebalan terhadap virus dan penyakit tersebut,” kata Associate Professor di Monash University, Menno van Zelm, dikutip dari 9news.
Menurut laporan tersebut, penelitian ini dilakukan hanya beberapa hari setelah kandidat vaksin Pfizer mengumumkan vaksin bikinannya memiliki efektivitas 95 persen dalam upaya mencegah penyakit Covid-19 ringan hingga parah.
Studi ini dikatakan sebagai bukti terkuat bahwa vaksin Covid-19 akan bekerja untuk waktu yang lama, dengan studi sebelumnya menemukan bahwa antibodi berkurang dalam beberapa bulan pertama.
Itu artinya, penyintas Covid-19 dapat kehilangan kekebalan terhadap virus dengan cepat.
“Informasi soal kekebalan yang berkurang dengan cepat di tubuh penyintas Covid-19 membuat agak suram. Namun setelah studi ini keluar, diharapkan vaksin dapat memberikan perlindungan jangka panjang,” terang van Zelm.
Sebelumnya, dikutip dari alodokter halodoc.com, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan kini sekitar 20 perusahaan berusaha menciptakan vaksin COVID-19.
Membuat vaksin tidaklah mudah, butuh kerja keras dan waktu yang lama. Namun, beberapa waktu lalu vaksin ini pertama kali diujicobakan pada manusia.
perusahaan bioteknologi Moderna dan National Institutes of Health (NIH), yang mendanai dan melakukan uji coba tersebut. Moderna didirikan tiga tahun lalu setelah epidemi Ebola, yang menewaskan 11.000 orang.
Tujuan uji coba ini untuk memeriksa apakah vaksin menunjukkan efek samping yang terkait, menilai kemanjurannya, dan menetapkan tahap uji coba yang lebih besar tahun ini.
Uji coba yang dilakukan pada manusia memang terbilang sangat cepat. Namun, menurut ahli di sana hal ini merupakan perlombaan untuk melawan virus. Bukan perlombaan antara ilmuwan satu dengan ilmuwan lainnya.
Sama dengan Vaksin Lainnya
Menurut WHO vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit. Sebab membantu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan melawan patogen seperti virus atau bakteri, yang kemudian membuat tubuh aman dari penyakit yang disebabkannya.
Peran vaksin dalam kehidupan manusia tak main-main. Vaksin bisa melindungi kita terhadap lebih dari 25 penyakit yang melemahkan atau mengancam jiwa. Mulai dari campak, polio, tetanus, difteri, meningitis, influenza, tetanus, tifus, dan kanker serviks.
Cara vaksin COVID-19 tak berbeda jauh pada vaksin pada umumnya. Vaksin sendiri merupakan suatu bahan atau produk yang digunakan untuk menghasilkan sistem imun dari berbagai penyakit.
Di dalam vaksin terdapat berbagai produk biologi, dan bagian dari virus atau bakteri, maupun virus atau bakteri yang sudah dilemahkan. Nah, produk inilah yang berguna untuk merangsang munculnya antibodi atau kekebalan tubuh.
Dengan kata lain, cara kerja vaksin virus corona sama dengan vaksin lainnya. Vaksin COVID-19 akan merangsang sistem imunitas untuk membuat zat kekebalan tubuh (antibodi) yang bertahan cukup lama. Nah, zat ini nantinya akan melawan antigen dari patogen COVID-19 masuk ke dalam tubuh (BB-DIP)