Diduga Lakukan Kekerasan, Istri Anggota DPRD SBT Lapor AHK di Polres SBT


BERITABETA. COM, Bula – SP, seorang istri Anggota DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dari Fraksi Nasdem, secara resmi medatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres SBT melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan pelaku berinisial AHK.
SP didampingi kuasa hukumnya Muhamad Rum Rumadutu, S.H, mendatangi SPKT Polres SBT pada, Rabu 28 Mei 2025, sekira pukul 12.00 WIT.
Dalam keterangan pers yang diterima media ini, Muhamad Rum Rumadutu menurturkan laporan yang disampaikan kliennya itu, terkait dengan tindakan pidana penganiayaan yang dilakukan AHK.
Menurut Muhamad Rum, insiden ini terjadi pada tanggal 23 Mei 2025, sekitar pukul 00.00 WIT.
AHK yang merupakan anak dari tokoh masyarakat setempat, masuk ke rumah korban tanpa izin dengan tujuan menemui anak perempuan SP korban yang masih berusia 16 tahun.
“Pelaku datang dengan alasan meminta uang kepada LP. Namun, saat berada di dalam rumah, pelaku justru mendekati LP, merayu, memaksa, dan mencoba melakukan tindakan asusila,” ujarnya.
Korban SP yang menyaksikan kejadian itu berusaha menghentikan pelaku. Namun, SP justru mendapatkan perlakuan kasar dari AHK. Ia mengalami luka cakaran di bagian leher setelah mencoba menampar pelaku.
Atas kejadian tersebut, Rum bersama kliennya resmi melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan ke Polres SBT. Laporan tersebut telah diterima dengan Nomor LP/B/71/V/2025/SPKT/POLRES SERAM BAGIAN TIMUR/POLDA MALUKU, tertanggal 28 Mei 2025.
“Klien kami mengalami luka fisik dan trauma, sementara anak korban saat ini masih dalam kondisi psikologis yang belum stabil. Untuk laporan atas dugaan tindak asusila, kami akan ajukan setelah kondisi korban membaik,” tandasnya.
Ia menegaskan, bahwa perbuatan AHK, khususnya terhadap LP, diduga melanggar Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pasal tersebut melarang keras segala bentuk perbuatan asusila terhadap anak dan mengatur ancaman pidana penjara minimal lima tahun hingga maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp5 miliar.
Pihak kuasa hukum menyatakan akan mengawal proses hukum hingga tuntas dan meminta aparat kepolisian memproses perkara ini secara adil serta profesional (*)
Editor : Redaksi