(Upaya untuk Menginkubasi Sentra Usaha Desa)

Mengubah Cara Pandang

MENDENGAR kata“Program”, maka yang terbersit dalam benak kita adalah sebuah  hal yang sifatnya formal, terstruktur dan terbayangkan sebagai sesuatu yang tidak  terwujud secara fisik (intangible),sebaliknya begitu mendengar kata “Proyek” kita membayangkan sebagai suatu aktifitas yang terwujud secara fisik (tangible).

Penulis mencoba menggali arti kedua kata tersebut melalui KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dan menemukan definisi Kata “Proyek” sebagai sebuah “Rencana pekerjaan dengan sasaran khusus serta dengan penyelesaian yang  tegas”, seperti misalnya pekerjaan pembangunan jaringan pengairan, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Sedangkan Kata “Program” didefiniskan sebagai “Rancangan mengenai sebuah upaya atau usaha”.

Dari definisi kedua kata  tersebut lalu coba dipadukan dengan kata “pemberdayaan masyarakat”, maka  yang paling serasi untuk Penulis pilih adalah kata “Program”, sehingga menjadi “Program Pemberdayaan Masyarakat”.

Fakta inilah yang kemudian menarik minat Penulis untuk menjadikan pembahasan dalam tulisan ini dan dari berbagai literasi menyimpulkan bahwa esensinya program pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah aktivitas yang melibatkan peran serta masyarakat dalam satu proses pembangunan melalui kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri melalui pola partisipasif.

Spektrum dari tujuan “Program Pemberdayaan Masyarakat” adalah menciptakan iklim yang memberi ruang bagi masyarakat untuk berkembang (enabling), melalui potensi dan daya yang dimiliki serta didukung konsep terintegrasi berbasis kebutuhan (empowering), sebagai upaya untuk melindungi dan memenuhi kepentingan masyarakat (protecting).

Program pemberdayaan masyarakat bukanlah “barang baru” di Negeri ini, beberapa diantaranya telah di laksanakan jauh sebelum lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 “Tentang Desa” yang mengatur pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui pola pendampingan.

Postur dari beberapa program pemberdayaan masyarakat yang Penulis amati, baik yang telah maupun tengah di laksanakan oleh beberapa lintas sektor Kementerian fokus program untuk penerima manfaatnya adalah masyarakat atau kelompok (komunal) di level desa (rural sector) dengan rata-rata periode pelaksanaan selama 5 (lima) tahun dengan opsi di perpanjang ke tahun berikutnya dan umumnya alokasi pembiayaan program adalah melalui sumber pembiayaan murni APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) atau PHLN (Pinjaman Hibah Luar Negeri).

Berbekal pengalaman Penulis selama terlibat di beberapa program pemberdayaan masyarakat di beberapa Kementerian, banyak hal yang begitu terasa adalah antusiasme masyarakat maupun kelompok untuk mengikuti program. Pada setiap kali kesempatan melakukan dialog dari hati ke hati yang ada didalam qalbu mereka adalah sejuta asa akan hadirnya sebuah perubahan kualitas hidup dimasa mendatang, namun tidak dapat ditepis pula sebaliknya, didapati pula sebagian masyarakat yang skeptis dan ragu bahwa keikutsertaan mereka dalam program akan dapat mengubah kehidupannya, tentu ini merupakan fenomena yang wajar dan disitulah letak tantangannya.

Tiba pada saatnya Penulis menyampaikan beberapa findings (temuan), bahwa program semacam ini memiliki ragam dimensi yang mempengaruhi capaian kinerja program, seperti: faktor geografis (wilayah), kultur budaya (kearifan lokal) dan dearajat ketertinggalan pembangunan memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Studi kasus untuk hal tersebut adalah saat terlibat dalam Program “Peningkatan Kapasitas Petani Kecil” (PKPK) yang dilaksanakan pada 224 Desa dan  11 Kabupaten di 2 Provinsi KTI (Kawasan Timur Indonesia) yaitu Maluku dan Maluku Utara.

Sustainability (Keberlanjutan) Program mendisain “Kerangka Fikir Logis” (Logical Framework) sebagai pedoman implementasi program yang disusun secara logis dengan menggunakan indikator yang jelas dan teknik analisis dengan memperhitungkan kondisi serta asumsi resiko pada tahap penyusunan program. Kerangka Fikir Logis dimanfaatkan sebagai alat (tool) untuk melaksanakan penilaian serta monitoring dan evaluasi dengan mengkombinasikan “logika vertikal dan logika horizontal”.

Kerangka fikir logis menghubungkan antara target (goals), tujuan (objectives), keluaran (outputs), aktivitas (activities) dan inputs menjadi saling berintegrasi, serta menyiapkan satu formula strategi keluar (exit strategy) untuk memastikan keberlanjutan (sustainability) pasca program berakhir.

Symtomps (Gejala)

Selama program berlangsung, pengelola program dituntut untuk memahami dengan baik siklus maupun fenomena yang terjadi, mengingat program merupakan sebuah aktifitas yang dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang.

Melalui instrumen yang yang telah di siapkan tentunya setiap hal positif dan negatif yang dapat memberi dampak dapat diantisipasi sejak dini apalagi bila gejala yang diamati akan memberi pengaruh negatif pada eksistensi program.

Mengapa hal ini demikian penting? Tentu jawabannya dapat dilihat pada berbagai perspektif. Jika analisanya dari sisi hasil (outcome), bila gejala (smptoms) adalah sebuah resiko negatif dan tidak diantisipasi maka kemudian yang akan terjadi adalah persoalan yang mungkin saja akan melahirkan kegagalan program, bila mencermatinya melalui aspek pembiayaan, maka dapat dibayangkan skala investasi yang begitu besar akan menjadi seperti uang yang terbakar secara sia-sia dan bila melihatnya sebagai program pembangunan, maka upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelompok menjadi pudar bahkan sirna. Kata yang tepat untuk mendeskripsikannya adalah tidak performed “(program gagal)”.

Ironis adalah ungkapan yang dapat mewakilinya, mengingat begitu besarnya dampak kerugian yang dihasilkan dari “kegagalan”, tidak hanya investasi dalam bentuk nominal rupiah, namun adalah “kegagalan mengubah kualitas kehidupan masyarakat serta upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi” .

Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Islam

Konsepsinya program pemberdayaan masyarakat dalam pandangan Islam tidak hanya pada sektor ekonomi melalui upaya peningkatan pendapatan, investasi dan sebagainya, namun juga pada faktor non-ekonomi yaitu “Muammalah” interaksi manusia dengan sesama melalui syariat. Rasulullah SAW telah memberikan suatu cara dalam menangani persoalan pra-sejahtera. Konsepsi yang dicontohkan Rasulullah SAW mengandung pokok-pokok pikiran sangat maju, yang menitik beratkan pada upaya “mencari penyebab” terjadinya kondisi pra-sejahtera, tidak hanya pada upaya dengan cara memberikan bantuan-bantuan yang sifatnyanya hanya sementara. (Wbysana, 2016).

Qur’an telah menyiratkan sebuah ikhtiar untuk mengubah kehidupan umatnya didalam Surat Al-An’am 165, terjemahannya sebagai berikut: “Dan DIA lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan DIA  meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.

Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi  Maha Penyayang.”Begitu jelas bahwasannya manusia diminta untuk berusaha dan berupaya dalam melakukan perubahan dalam kehidupannya. Salah satu upaya perubahan itu dapat dilakukan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Namun pemberdayaan masyarakat tidak akan berhasil bila tidak ada peran kuat dari pemerintah sebagai regulator.

Ibn Khaldun seorang Islamic Thinker mendeskripsikannya melalui “teori ashabiyah”, dimana Ashabiyah itu sendiri memiliki arti ‘mengikat’. Di jelaskanbahwa “manusia tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan peran Saudara yang lain (brotherhood), melalui konsep solidaritas yang diciptakan dari kesadaran (consciousness) untuk kepentingan bersama”.

Potensi Pertumbuhan Ekonomi & pengembangan Sektor Riil Syariah

Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat  maupun Daerah, memiliki potensi yang cukup besar untuk mendorong pertumbuhan serta pengembangan Ekonomi Syariah (Eksyar) secara regional.

Seperti yang terjadi pada sejumlah titik Sentra Usaha Desa (SUD) yang merupakan rentang kendali dari total 224 desa di 11 Kabupaten di Provinsi Maluku dan Maluku Utara melalui intervensi Program “Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (PKPK)”. Melalui populasi Muslim yang cukup besar merupakan potensi yang memiliki ruang yang cukup besar untuk pengembangan produktifitas Sektor Riil melalui usaha produktif berbasis komoditi unggulan sub sektor pertanian dan maritim.

Pasca program PKPK berakhir di akhir tahun 2018 yang lalu, diperlukan kontinuitas program untuk memastikan eksistensi dan keberlanjutan usaha produktif Sentra Usaha Desa (SUD) yang telah terbentuk. Kelompok masyarakat yang telah di bina dan dilatih telah menghasilkan produk jadi yang berbahan baku tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, sebagian tanaman pangan, seperti: VCO (Virgin Coconut Oil), minyak kelapa segar murni, kacang sangrai, minyak kayu putih, sirup pala, tepung sagu, sagu rasa dan masih banyak lagi selain juga beras, dan sebagian berupa komoditi hasil laut seperti: ikan asin tuna/cakalang dan ikan asap.

Agen Pengembangan Ekonomi Syariah (Eksyar)

Tulisan ini merupakan “epilog” dari perjalanan panjang program yang Penulis ikuti dan amati, kini ada rasa kekhawatiran akan terjadi hilangnya produktifitas akibat tidak adanya lagi pendampingan dan fasilitasi tehadap Sentra-sentra Usaha Desa, yang masyarakat rasakan dalam kurun waktu 6-7 tahun terakhir. Saat ini sedang di ikhtiarkan untuk mendorong diteruskannya pendampingan dan fasilitasi untuk memastikan keberlanjutan (sustainability) program melalui program “Pendampingan dan Fasilitasi”. Dimana kandidat-kandidat yang  sementar kami sebut para “Agen Pengembangan Ekonomi Syariah” (Agen Eksyar) akan di rekrut untuk bertugas di sentra-sentra usaha desa yang berpopulasi Muslim dan kemudian nantinya akan juga menyisir SUD-SUD lainnya secara bertahap dengan waktu yang cepat. Agen-agen pengembangan Eksyar ini akan dilatih dengan para pemateri para

Doktor Ekonomi Syariah serta Praktisi yang memiliki kompetensi pada bidangnya, seperti: tata kelola kelembagaan, tata kelola keuangan, teknologi dan produksi, akses pemasaran, produk halal hingga Fiqih Muammalah, sehingga mereka yang teprilih sebagai “Agen Pengembangan Ekonomi Syariah” merupakan Individu yang handal dalam Ilmu serta memiliki Akhalqul Karimah dalam tugasnya.

Pemberdayaan merupakan aspek mualamalah yang sangat penting karena terkait dengan pembinaan dam perubahan masyarakat. Di dalam Al Qur’an dijelaskan betapa pentingnya sebuah perubahan, perubahan itu dapat dilakukan dengan salah satu cara di antaranya pemberdayaan yang dilakukan oleh agen pemberdayaan.

Sebagaiman firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. Wallahu ‘alam. (***)

Oleh: Dr. Teuku Fajar Shadiq (Penulis Konsultan Pemberdayaan Masyarakat & Praktisi Ekonomi Syariah)