BERITABETA. COM, Jakarta – Kain Nusantara bukan hanya indah karena kombinasi warna-warnanya. Motif-motifnya yang menceritakan filosofi kehidupan masyarakat setempat juga menawarkan pesona tersendiri. Seperti itulah tenun tanimbar memancarkan kecantikannya.

Tenun tanimbar berasal dari Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara Barat (MTB). Sepintas motifnya tampak sederhana namun di baliknya sarat akan makna hidup. “Begitu sederhananya, keindahan tenun tanimbar sulit dimengerti. Untuk memahami keindahannya, kita harus paham dulu motif-motifnya,” ujar Lewa Pardomuan, kolektor wastra sekaligus pendiri Gerakan Wastra Indonesia kepada Wolipop di Museum Tekstil Jakarta, setahun lalu.

Pesona kain tenun khas Tanimbar tidak pernah terlupakan oleh setiap orang.  Memiliki ciri khas garis diselingi dengan corak yang diadaptasi dari alam dan aktivitas masyarakat sekitar. Kabupaten MTB sedikitnya mencatat ada 40 ragam corak dengan berbagai makna. Salah satu di antaranya motif bunga anggrek. Bunga ini banyak tumbuh di tanah Tanimbar dan melambangkan kecantikan, keanggunan dan keuletan.

Dengan berbagai keungulan dan pesona inilah membuat Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing mempromosikan kerajinan tenun khas Tanimbar Provinsi Maluku di Wuhan, Tiongkok pada 20 Desember 2018. KBRI mendatangkan penenun beserta penari tradisional dari Tanah Air.

“Sejak usia belasan tahun saya sudah menenun diajari ibunda,” kata Everarda Belay (61) sebagai salah satu penenun Tanimbar. Hasil tenunnya dibanderol antara Rp 600.000 – Rp 2,5 juta tergantung model dan tingkat kesulitan dalam proses pembuatan.

Kehadiran Everarda di Negeri Panda memenuhi undangan Forum Bisnis 2018 yang digelar KBRI Beijing bekerja sama dengan Pemprov Hubei. Sedikitnya seratus peserta hadir terdiri dari perwakilan Pemprov Hubei dan pebisnis Indonesia maupun Tiongkok.

Duta Besar RI untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun menyampaikan paparan seputar situasi perekonomian dan peluang investasi di Indonesia dalam forum bisnis tersebut.

Deputi Direktur Jenderal Urusan Luar Negeri Provinsi Hubei Feng Xiguo mengemukakan, masyarakat setempat terbilang senang melakukan perjalanan. Menurutnya, hal ini dapat menjadi peluang bisnis bagi Indonesia di bidang pariwisata.

Potensi Tenun Tanimbar

Meski setiap daerah di Tanimbar memiliki tenun dengan ciri khasnya masing-masing, motif tenun tanimbar pada umumnya memiliki motif dengan filosofi yang sama di baliknya.

Diungkapkan Hiyashinta Klise,pegiat tenuntanimbar sekaligus pendiri yayasanLamerenan, sumber inspirasi motif tenuntanimbar datang dari lingkungan sekitar, bahkan hingga hal terkecil.  “Para leluhur mencoba melihat keindahan dari alam, sekecil apapun bentuknya. Mulai dari jentik nyamuk, ulat, hingga hati jagung,” ujar Shinta, begitu sapaan akrbanya.

Salah satu daerah penghasil tenun di Kepulauan Tanimbar adalah Yamdena yang memiliki empat jenis kain, yakni Tais Matan, Tais Anday, Tais Maran, dan Ule Rati. Tais Matan identik dengan motif utama di ujung kain saja, sementara sisanya didominasi garis, lalu Tais Anday dengan ujungnya yang dihiasi garis hitam-putih dan motif utama di tengah.

Sementara Tais Maran menampilkan garis di bagian tengah dan motif utama di ujung, Ule Rati hadir dengan motif berbentuk ulat yang tersebar di seluruh kain. Motif Lelemuke atau bunga anggrek merupakan salah satu motif utamanya. Bagi masyarakat Tanimbar, bunga anggrek melambangkan kecantikan, keagungan, dan keuletan.

Ada pula motif Sair yang menyimbolkan semangat masyarakat Tanimbar dalam berkarya dan menekuni kehidupan, mempertahankan identitas, membela dan melindungi wanita. “Emansipasi wanita memang sudah lama diakui sejak zaman leluhur Tanimbar,” kata Shinta.

Tenun Tanimbar juga dikenal dengan motif Tunis atau anak panah. Motif ini merefleksikan kesigapan masyarakat Tanimbar terhadap ancaman. Bagi wanita Tanimbar, motif ini bisa pula bermakna kekuatan dan kesiapan mental untuk menghadapi rintangan hidup.

Yang unik, tidak seperti batik dan beberapa jenis wastra lainnya, tenun Tanimbar bisa dipakai oleh siapa saja tanpa memandang posisi di masyarakat, entah itu raja atau rakyat jelata.

Hal ini karena masyarakat Tanimbar menganut sistem kekerabatan ‘Lebit Lokat’ atau ‘emas untuk semua’ yang bermakna setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang setara. “Motif tenun ini sangat terkait dengan masyarakat sehari-hari, seperti motif bunga anggrek, tanah kita (Tanimbar) banyak ditumbuhi anggrek liar. Ada juga motif binatang, motif mata tombak yang identik dari masyarakat Tanimbar, yakni mempunyai kebiasan berburu dengan tombak,” kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM setempat.

Tenun Tanimbar hingga saat ini masih menjadi warisan turun temurun kepada anak dan cucu. Tenun ini memiliki warna yang khas, seperti hitam, cokelat, biru dan merah.

Saat ini, para pengrajin tenun Tanimbar sudah mencapai 1.500 orang yang didominasi para wanita. Diharapkan eksotisme tenun Tanimbar dapat melejit seperti wastra nusantara lainnya, sehingga secara tidak langsung berdampak pada perekonomian masyarakat Tanimbar. “Para wanita Tanimbar adalah penenun. Kalau ini bisa maju dan sukses dapat membantu perekonomian keluarga di Tanimbar,” ucapnya (BB-DIO)

Dari berbagai sumber