BERITABETA.COM – Momentum Hari Guru Nasional tanggal 25 November 2019 membawa ingatan setiap orang akan kisah studi dan cerita legenda peran sang guru disetiap tingkatan.

Guru memang menjadi pioneer pendidiakan di tanah Air, namun sejarah keberadaan sang guru ternyata masih banyak tertutup kabut pekat. Sebuah kisah menarik menjadi perhatian redaksi beritabeta.com untuk mengangkatnya ke permukaan.

Kisah ini tak lain adalah tentang masa-masa kelam dunia pendidikan di zaman kolonial dan peran para guru yang cukup istimewa dikenang dimasa itu. Dan di Maluku khususnya, Pulau Ambon ada kisah tentang seorang guru yang kemudian diklaim sebagai guru pertama asal Ambon yang memiliki prestasi hingga menempuh pendidikan khusus guru ke Negeri Belanda.

Dia tak lain adalah JH Wattimena sang guru pertama dari Ambon yang melanjutkan studi ke Belanda. JH Wattimena lulus sekolah guru dan mendapat akte guru di Amsterdam tahun 1884. Dia adalah orang kedua pribumi (Indonesia) yang lulus dari sekolah guru di Amsterdam yang dipimpin oleh D. Hekker. (hingga kini belum ada lukisan tentang sosoknya)

Tahun itu juga JH Wattimena kembali ke tanah air. JH Wattimena kemudian ditempatkan menjadi guru di sekolah guru (kweekschool) di Ambon. Wattimena dalam adalah guru kedua dari Hindia Belanda yang menyelesaikan studi guru di Belanda dan kembali ke tanah air.

Pada tahun 1874 di Ambon didirikan sekolah guru (kweekschool) negeri. Diberitakan pada tahun 1878, JH Wattimena telah diangkat pemerintah sebagai guru di Allang ( Bataviaasch handelsblad, 08-08-1878).

Besar dugaan JH Wattimena adalah alumni pertama Kwekschool Ambon. Setelah beberapa tahun mengajar di Allang, pada tahun 1881 JH Wattimena diberitakan berangkat studi ke Belanda.

Riwayat JH Wattimena sangat istimewa dalam Sejarah Ambon. Namun nama JH Wattimena nyaris terlupakan. Padahal JH Wattimena adalah seorang pionir di Ambon untuk studi ke Belanda.

Ambon, Kota Guru Tertua

Dunia pendidikan di Maluku sejatinya sudah berkambang di zaman Portogis, namun kemudian redup, setelah pada tahun 1864 sekolah guru misionaris di Ambon harus ditutup.

Banyak faktor penyebabnya. Pemerintah berupaya untuk mengambil alih pendidikan pribumi yang selama ini ditangani oleh misi yang dipimpin NBJ Roskott karena levelnya yang rendah jika dibandingkan dengan yang diselenggarakan pemerintah (di tempat lain di luar Ambon).

Faktor lainnya, beban yang harus ditanggung misionaris tidak sepadan dengan yang dibutuhkan, banyaknya guru yang tidak mendapat gaji (sementara guru-guru pemerintah mendapat gaji) menjadi kurang bersemangat yang pada gilirannya siswa dan orangtua merasa tidak puas. Tentu saja karena penduduk Residentie Ambon (Ambon, Haroekoe, Saparoea) juga banyak yang beragama Islam.

Rencana pemerintah enam tahun kemudian, tepatnya 1870 baru muncul. Pemerintah berencana untuk meningkatkan pengadaan guru dengan membuka sekolah guru (kweekschool) di Ambon tahun 1874.

Sekolah guru pemerintah ini memang dari awal dimaksudkan untuk menggantikan sekolah guru yang telah lama dirintis oleh NBJ Roskott. Sebelum sekolah guru di Ambon dibuka, sudah terlebih dahulu dibuka sekolah guru di Tondano pada 1873.

Rencana pemerintah dalam bidang pendidikan tahun 1870 pada intinya dua hal: Pertama, peningkatan jumlah guru dengan memperbanyak sekolah guru (kweekschool). Setelah sekolah guru diselenggarakan sebanyak empat buah (Soeracarta, sejak 1851; Fort de Kock, 1856; Tanobato, 1862, Bandoeng, 1866) akan disusul pembukaan sekolah guru di Tondano, Ambon, Probolinggo, Banjarmasin dan Makassar.

Kedua, peningkatan kualitas sekolah dan kualitas guru. Terdapat tiga sekolah guru yang akan ditingkatkan, yakni Kweekschool Soeracarta ditutup dan akan dibangun sekolah guru yang lebih besar di Magelang; Kwekschool Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean (ibukota Afdeeling Mandailing en Angkola); Kweekschool Bandoeng yang sudah memiliki gedung yang baik hanya untuk meningkatkan kualitas gurunya.

Oleh karena itu, tiga guru muda segera dikirim studi ke Belanda, yakni Barnas Lubis dari Tapanoeli yang akan ditempatkan di Kweekschool Padang Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879; Raden Soerono guru di Soeracarta akan ditempatkan di sekolah guru yang baru di Magelang; dan Ardi Sasmita, guru di Madjalengka yang akan ditempatkan di Bandoeng.

Ketiga guru ini dipimpin oleh Willem Iskander, yang mana di Belanda sambil membimbing guru muda juga mengikuti pendidikan untuk mendapatkan akte kepala sekolah.

Willem Iskander akan ditempatkan sebagai Kepala Sekolah di Kweekschool Padang Sidempoean. Penutupan Kweekschool Tanobato bersamaan dengan persiapan keberangkatan Willem Iskander studi (yang kedua) ke Belanda. Willem Iskander dan tiga guru muda berangkat dari Batavia pada bulan April 1875. .

JH Wattimena Lulus di Belanda

Kweekschool Ambon dibuka tahun 1874. Salah satu siswa yang diterima adalah JH Wattimena. Tidak ada kesulitan bagi JH Wattimena dan lulus tepat waktu. Bataviaasch handelsblad, 08-08-1878 memberitakan pengangkatan JH Wattimena sebagau guru dan ditempatkan di Allang (Negeri Alang).

Dalam pemberitaan yang diumumkan oleh Directeur van Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid ini, selain JH Wattimena ada  juga sosok lainnya termasuk OM Anakotta di Amahoesoe (Amahusu); J Hisriej di Lateri; C Lektpnpessij di Waai; JJH Lekello di Kilang; JP Mustamu di Lilibooij; JA Risakotta di Hoetomoeria (Hutumuri); LCG Risakotta di Galala; FCB van Room di Roematiga dan SJ Tentoea di Hatalai.

Seperti diutarakan sebelumnya, di Residentie Ambon sudah terdapat ratusan sekolah dan ribuan murid. Namun persoalannya sekolah-sekolah tersebut terbilang mutunya masih di bawah standar pemerintah.

Namun demikian, tidaklah sulit menemukan belasan murid yang berprestasi yang dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi di Kweekschool Ambon. Tidak hanya belasan murid yang menonjol di sekolah-sekolah, tapi terdapat ratusan tetapi kapasitas sekolah guru pemerintah sangat terbatas.

Seleksi yang ketat menyaring murid yang menonjol yang jumlahnya banyak menjadi hanya belasan yang benar-benar dapat diterima. Seperti di tempat lain, kualifikasi masuk sekolah guru pemerintah adalah pengetahun matematika, ipa, geografi, sejarah dan kemampuan bahasa (Melayu dan Belanda); kesehatan dan karakter; kemampuan finasial orang tua; plus perjanjian kerja setelah lulus harus bersedia ditempatkan pemerintah dimana saja untuk kurun waktu tertentu. 

Guru-guru muda yang baru lulus Kweekschool Ambon ini, secara perlahan-lahan akan menggantikan guru-guru lulusan sekolah guru yang dulu dikelola oleh NBJ Roskott. Guru-guru muda ini tentu saja telah dibekali pengetahuan dan praktek yang jauh lebih memadai jika dibandingkan lulusan sekolah guru NBJ Roskott.

Meski demikian, guru-guru senior (guru didikan NBJ Roskoot)  banyak yang terus meningkatkan kemampuannya melalui belajar mandiri. Ketika guru-guru muda muncul, guru-guru senior yang berprestasi tentu saja dapat dipertahankan.

Jika dulu sebelum ada Kweekschool Ambon, pengawas sekolah di Residentie Amboen plus Timor adalah NBJ Roskott (ditugaskan oleh pemerintah). Kini, pengawas sekolah untuk menggantikan peran NBJ Roskott didatangkan dari tempat lain (umumnya orang Belanda yang bergelut dalam bidang pindidikan).

Secara berkala kualitas pendidikan dinilai oleh staf Inspektur Pendidikan Pribumi dari pusat (Batavia). Penilaian meliputi sarana dan prasarana, kinerja guru, kemajuan siswa dan penerapan kurikulum. Sebelum datang pengawas pusat (untuk menilai) biasa pemerintah lokal melakukan inspeksi secara berkala.

Gubernur/Residen menilai sekolah guru dan Asisten Residen menilai sekolah-sekolah dasar. Urutan dan mekanisme ini di era NBJ Roskott tidak ada, hanya NBJ Roskoot dan NZG yang melakukan sendiri. Pemerintah (Gubernur, Residen, Asisten Residen dan Controleur) Maluku hanya mengawasi pendidikan yang diselenggarakan pemerintah seperti di tempat lain di Ternate, Tidore, Hitoe dan lainnya.

Wattimena dan Anakota Study ke Belanda

Setelah tiga tahun mengajar di Allang, JH Wattimena dikabarkan pergi ke Belanda untuk studi lebih lanjut. Dalam berita ini, JH Wattimena tidak sendiri, rekan lainnya adalah ME Anakota.

Disebutkan ME Anakota guru kelas 1 di Hative dan JH Wattimena, guru kelas 1 di Allang (Residentie Amboina). Mereka berdua studi ke Belanda atas biaya pemerintah (semacam beasiswa).

Anakotta dan JH Wattimena berangkan ke Belanda dengan menumpang kapal Conrad dari Batavia menuju Amsterdam pada tanggal 13 Agustus 1881. Dalam manifest kapal ini hanya mereka berdua yang pribumi.

Di Belanda mereka berdua di sekolah guru di Amsterdam yang dipimpin oleh D. Hekker. Anakotta dan JH Wattimena memenuhi syarat kelas 3 untuk lanjut ke kelas empat atau kelas lima di sekolah guru Belanda (guru lisensi/akta Belanda).

JH Wattimena selama mengikuti pendidikan tidak menemukan kesulitan. Pada tahun 1884, JH Wattimena dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager Onderwijs (LO).

Disebutkan dari 14 kandidat yang diuji oleh Universiteit Amsterdam empat siswa dinyatakan lulus, salah satu diantaranya JH Wattimena (dari Amsterdam). Sementara, ME Anakotta tidak berumur panjang. Ia  meninggal saat menjalani study karena penyakit paru-paru yang diidap. Kepergian Anakotta menambah panjang daftar guru-guru yang meninggal di Belanda.

Sebelumnya, ada tiga guru muda di  tahun 1874 meninggal satu per satu selama pendidikan. Willem Iskander yang telah menyelesaikan pendidikannya, sebelum pulang ke tanah air juga dikabarkan meninggal di Amsterdam.

Setelah semua urusan beres di Belanda, JH Wattimena kembali ke tanah air. Dalam manifes kapal yang diberitakan Algemeen Handelsblad,  06-09-1884 terdapat nama JH Wattimena.

Kapal Prins van Oranje yang ditumpangi JH Wattimena berangkat dari Amsterdam menuju Batavia pada tanggal 6 September 1884. Sekali lagi, dalam daftar penumpang ini tidak ada nama pribumi selain JH Wattimena. Ini menunjukkan bahwa sejauh itu, orang pribumi ke Belanda adalah suatu prestasi atau pengalaman sendiri.

Di Batavia, JH Wattimena kemudian menghadap Gubernur Jenderal, sebagaimana dulu tahun 1861 Willem Iskander menghadap Gubernur Jenderal sepulang dari Belanda. Tidak lama kemudian kemudian, sebelum kapal yang membawa JH Wattimena tiba di Ambon, sudah keluar beslitnya (surat keputusan) untuk ditempatkan sebagai guru di Kweekschool Ambon.

Setelah JH Wattimena kembali ke Ambon, selesai sudah perjuangannya menempuh studi, jauh ke negeri Belanda.   Ada jarak waktu yang cukup jauh selama 24 tahun ketika Willem Iskander mendapatkan akta guru pada tahun 1860 dengan tahun 1884.

Dalam rentang waktu tersebut sudah dikirim guru muda; Banas Lubis, Sasmita, Soerono. Namun ketiga tidak kembali karena meninggal dunia. Setelah itu, sebelum ME Anakota dan JH Wattimena tiba di Belanda, dua guru pernah dikirim yakni Ardi Sasmita dan Si Hamsah tetapi keduanya gagal dan harus kembali ke tanah air.

Di luar Willem Iskander, pemgiriman guru pada tahun-tahun permulaan semuanya gagal: empat meninggal dunia, satu gagal dan satu berhasil sebagian (Ardi Sasmita).

Lalu kemudian pengiriman pada tahun-tahun terakhir (setelah kepulangan JH Wattimena) terbilang sukses sebanyak lima orang, yakni: Raden Kamil, Raden Soejoed, Darma Koesoema, E. Kandouj dan J. Ratulangi. Semua yang dikirim tersebut atas biaya negara. Mereka semua di Belanda berada di bawah pengasuhan guru Kepala Sekolah di Amsterdam, D. Hekker.

Pidah ke Probolinggo

Pada tahun 1886 JH Wattimena dipindahkan dari Kweekschool Ambon ke Kweekschool Probolinggo. Sekolah guru yang masih ada saat ini adalah sekolah guru di Fort de Kock dan di Padang Sidempoean (Sumatra), di Bandoeng dan di Probolinggo (Jawa), Bandjarmasin (Kalimantan), Makassar (Sulawesi) dan Ambon (Maluku).

Kweekschool Probolinggo bersama Kweekschool Padang Sidempoean adalah sekolah guru terbaik di Hindia Belanda. Saat itu, Direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adrian van Ophuijsen. Sebelumnya, Charles Adrian van Ophuijsen adalah guru di Kweekschool Probolinggo dan kemudian dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1881.

Charles Adrian van Ophuijsen adalah anak dari JAW van Ophuijsen, pendiri sekolah guru di Fort de Kock tahun 1856. Willem Iskander sebelumnya diproyeksikan akan menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1879, namun setelah selesai mendapat akta kepala sekolah di Belanda pada tahun 1876 meninggal di Belanda.  Pada tahun 1879 yang menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Mr. Harmsen (lalu kemudian digantikan oleh Charles Adrian van Ophuijsen) (*)

Pewarta : Dhino Pattisahusiwa

Catatan : Tulisan ini disadur dari hasil kompilasi penulis Matua Harahap (http://poestahadepok.blogspot.com/2018/12/sejarah-kota-ambon) berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.