Cerita Ramadan di Belanda
Catatan : Syahril Siddik, M.A.
Ini adalah Ramadan ke-3 saya berada di Belanda untuk menjalankan ibadah puasa. Sebelumnya, saya melaksanakan puasa Ramadan pada tahun 2010 ketika masih menjadi mahasiswa magister di Universitas Leiden dan 2015 saat menempuh jenjang doktoral di Universitas yang sama.
Menurut Wikipedia, Belanda merupakan salah satu negara Eropa Barat berpenduduk sekitar 17 juta jiwa. Sistem pemerintahannya menganut sistem monarki konstitusional dan demokrasi parlementer sehingga Belanda mempunyai raja dan perdana menteri.
Negara yang luas wilayahnya hanya 41,543 km^2 mayoritas penduduknya (50,1%) tidak beragama dan hanya 4,9 % penduduknya beragama Islam. Akan tetapi, angka tersebut tidak bisa jadi patokan karena tidak ada kolom agama dalam kartu identitas penduduk di Belanda.
Yang pasti Muslim hidup sebagai kelompok minoritas di Negeri Kincir Angin ini. Masyarakat Muslim di Belanda terdiri dari komunitas Muslim Maroko, Turki, Indonesia, Suriname, dan Belanda.
Meskipun menjadi kelompok minoritas, pemerintah Belanda memberikan keleluasaan kepada warga Muslim untuk melakukan ibadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya selama tidak mengganggu ketertiban umum dan melanggar hak warga lain.
Ini bisa dibuktikan dengan adanya 453 masjid di Belanda berdasarkan data 2010. Muslim juga bisa dengan mudah mendapatkan makanan halal. Banyak restauran dan penjual daging halal di Belanda.
Di kota Leiden yang kecil saja ada 3 masjid yang saya ketahui yaitu masjid Alhijra, Imam Malik dan Mimar Sinan. Ada lebih dari 3 restauran dan toko halal di Leiden. Masjid Alhijra dekat dengan tempat kuliah saya dan masjid Imam Malik dekat dengan tempat tinggal saya.
Dengan segala kemudahan yang didapatkan warga Muslim di Belanda, tentu menarik untuk mengetahui bagaimana suasa Ramadan di Negeri Kincir Angin ini.
Waktu Puasa Lebih Lama
Puasa terpanjang yang pernah saya alami, kalau tidak salah, adalah pada tahun 2010. Saat itu Ramadan tiba tepat pada bulan Agustus, musim panas, sehingga durasi puasa sekitar 20 jam. Waktu Magrib pukul 23:00 dan waktu Shubuh pukul 02:30 dini hari.
Di negara-negara Eropa lain ada yang tidak menjumpai malam sama sekali. Keadaan seperti ini membuat beberapa Muslim bertanya pada ulama di Eropa dan juga di Timur Tengah bagaimana seharusnya berpuasa dengan kondisi 20 jam atau tidak menjumpai malam sama sekali.