BERITABETA, Ambon – La wanci alias Labahama, memang berbahaya. Tindakannya bisa merusak ekosistem laut dan  membunuh biota laut pesisir pantai.   Labahama kini menjadi terdakwa kasus pengeboman ikan di Pantai Wayasel, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah.

Dalam persidangan yang digelar, terdakwa Labahama mengaku meracik bom ikan menggunakan bahan dasar pupuk urea yang digoreng.

“Saya belajar cara merakit bom ikan dari seorang teman yang saat ini menjalani hukuman penjara,” kata terdakwa di Ambon, Selasa (16/10/2018).

Penjelasan Labahama disampaikan dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim adhoc Perikanan Ambon diketuai Pasti Tarigan dan didampingi hakim adhoc perikanan Muhammad Sakti dan Anda Ariansyah selaku hakim anggota dengan agenda pemeriksaan saksi.

Menurut dia, bahan dasar berupa pupuk urea dibeli dari seseorang di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah bernama Rano. Untuk satu kilogram urea bisa menghasilkan empat buah bom rakitan untuk mencari ikan.

Terdakwa mengaku tidak tahu perbuatannya dilarang. Dia mengaku bahan peledak yang digunakannya tidak merusak terumbu karang sebab ledakannya hanya di permukaan air dan bukannya sampai ke dasar laut.

“Ikan hasil tangkapan dengan bahan peledak ini hanya untuk dikonsumsi dan tidak dijual bila hasil yang didapatkan hanya sedikit,” kata terdakwa.

Dia juga mengaku baru sekali ini menangkap ikan dengan bahan peledak. Namun saksi Denny dari Direktorat Polair Polda Maluku mengatakan terdakwa sudah pernah masuk DPO polisi tahun 2017 lalu karena perbuatan yang sama.

Penjelasan terdakwa juga bertentangan dengan keterangan ahli yang kesaksiannya dibacakan JPU Kejati Maluku, Rita Akollo dalam persidangan.

Terdakwa Labahama dan rekannya Erlin ditangkap anggota Polri dari Dit Polair Polda Maluku pada tanggal 25 Agustus 2018 di perairan Wayasel pada koordinat 03 derajat 32`215`S-127 derajat 54`143`E.

Perbuatan terdakwa diancam dalam pasal 84 junto pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Menurut JPU, terdakwa Erlin berperan mendayung sampan yang digunakan, sedangkan Labahama berperan menyulut rokok dan bara api rokok tersebut dipakai membakar sumbu bom kemudian melemparkannya ke dalam laut.

Saksi SS Tenu, anggota Dit Polair Polda Maluku mengakui penangkapan para pelaku didasarkan atas laporan masyarakat bahwa Labahama sering melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak.

“Kami membentuk dua tim untuk melakukan pemantauan dan saya masuk dalam tim yang berpatroli di laut, kemudian saksi Deny dan Herianto Tonapa masuk tim darat mengawasi para pelaku,” katanya pula.

Sekitar pukul 09.30 WIT, saksi Tenu mendapat laporan dari tim darat kalau terdakwa telah melemparkan bom ke dalam laut, setelah itu berbelok arah menuju daratan karena nantinya ada orang lain yang akan merapat ke lokasi pengeboman untuk mengambil ikan.

Kemudian saksi Herianto mengaku melihat terdakwa Erlin bertugas mendayung perahu, dan Labahama menyulut sebatang rokok lalu membakar sumbu bom kemudian membuangnya ke dalam air.

“Lemparan bahan peledak oleh Labahama menimbulkan ledakan dan semburan air di tengah laut, selanjutnya tiga perahu lain merapat untuk mengambil ikan,” ujarnya (BB/DIO)