BERITABETA.COM, Jakarta
– Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputty meminta  pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) agar terus mengoptimalisasikan ketersediaan pupuk dan penggunaannya untuk mendukung produktifitaas pertanian di Indonesia.

Politisi PKS ini meninilai pupuk menjadi Saprodi (Sarana Produksi) peretanian yang cukup vital dan harus terus dijaga ketersediaan dan penggunaannya dalam peningkatan produksi pertanian menuju kemandirian pangan di tanah air.

"Pupuk berkontribusi signifikan hingga 62 persen dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Penggunaan pupuk yang tepat tidak hanya meningkatkan kualitas tanah, tetapi juga mengoptimalkan hasil panen. Ini menjadi sangat krusial terutama dalam situasi yang rentan terhadap perubahan iklim," kata Saadiah pada Raker Komisi IV dan Kementeria Pertanian, yang digelar di Jakarta.

Menurutnya, di tengah tantangan perubahan iklim yang diperparah oleh fenomena El Nino, pupuk memiliki peran strategis dalam meningkatkan hasil panen dan memastikan kemandirian pangan nasional.

Ia pun mengapresiasi,  anggaran subsidi pupuk yang terus meningkat dari tahun ke tahun yang  menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor pertanian.

"Dari Rp34,24 triliun pada tahun 2020, anggaran ini telah meningkat menjadi Rp42,06 triliun pada tahun 2023, dan diproyeksikan mencapai Rp50,69 triliun pada tahun 2024. Namun, perlu dipastikan bahwa alokasi anggaran ini tepat sasaran dan benar-benar memberikan manfaat bagi petani," tambah Saadiah.

Memasuki tahun 2025, kebijakan subsidi pupuk akan difokuskan pada jenis pupuk tertentu seperti urea, NPK, NPK Formula Khusus, dan pupuk organik, serta pada sembilan komoditas utama, yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi, kakao, dan tebu rakyat.

"Penting untuk mendukung komoditas-komoditas utama yang menjadi tumpuan ketahanan pangan kita," tegas wakil PKS dari Maluku ini.

Selain itu, pemerintah juga merencanakan pelaksanaan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) secara bertahap, dengan pilot project di daerah non-sentra produksi beras pada tahun 2025.