BERITABETA.COM, Ambon - Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (MATAN) Provinsi Maluku akan menyelenggarakan diskusi dan buka puasa bersama (bukber) di masjid Al-Hikmah jalan kampus IAIN Ambon, Kamis (22/4/2021).

Diskusi yang akan digelar ini bertemu, “Reposisi Gerakan Tasawuf di Era Milenial”.

Ketua MATAN  Provinsi Maluku, Muh Kashai Ramdhani Pelupessy  kepada beritabeta.com, Selasa malam (21/4/20210) menjelaskan diskusi itu diangkat berdasarkan beberapa pertimbangan.

Pertama, bahwa belakangan ini, perhatian terhadap tasawuf mulai mengalami peningkatan. Penyebabnya ialah karena sistem nilai modern telah mendorong setiap manusia merasa kurang memahami pesan-pesan agama terdahulu.

Kemudian, ada gejala kerinduan menyaksikan pengalaman keruhanian dalam suatu lingkungan yang semakin merosot kualitasnya, dan banyak faktor lainnya. Hal ini yang melatarbelakangi setiap individu mulai memperhatikan tasawuf dan berusaha terlibat di dalamnya secara penuh.

Dikatakan, fakta yang terjadi sekarang ini di belahan dunia Barat, ternyata setiap orang sudah mulai mendalami tasawuf.

“Pendalaman terhadap tasawuf ini paling banyak dilakukan kalangan terpelajar,” katanya.

Menurutnya, ada empat golongan terpelajar muslim yang sedang mendalami tasawuf di dunia Barat. Pertama, mereka (kaum terpelajar) memandang tasawuf sebagai gerakan esoterik namun disatu sisi melupakan substansi ajaran syariat.

Kedua, memandang tasawuf sebagai gejala sosial yang harus diteliti menggunakan kacamata ilmu pengetahuan tanpa mendalami tasawuf sebagai gerakan zuhud diranah aplikasinya.

Ketiga memandang tasawuf sebagai salah-satu faktor dari kemunduran umat muslim karena dalam ajarannya mendorong setiap manusia “tidak peduli” terhadap permasalahan sosial yang ada. Dan, keempat mereka (kaum terpelajar) memandang tasawuf sebagai gejala bidah.

“Segala problem yang dialami kaum terpelajar muslim di dunia Barat itu juga dialami sebagian kaum terpelajar muslim di belahan dunia Timur, khususnya di Indonesia dan terutama di Maluku. Tampak, belakangan ini, setiap orang memandang tasawuf hanya sebatas “aliran kebatinan” karena mendalami tasawuf tanpa seorang guru,” urainya.

Kemudian, lanjut Dani, ada juga yang memandang tasawuf sebagai kemunduran karena melepaskan unsur-unsur rasionalitas dalam aplikasinya. Serta, ada juga yang memandang tasawuf sebagai bidah, jauh dari ajaran syariat olehnya itu harus diluruskan pemahaman atas agama.

Berdasarkan paparan di atas, maka pertanyaannya ialah, apakah tasawuf hanya sebatas kegemaran spiritual semata sebagaimana terjadi dikalangan terpelajar muslim Barat? Ataukah hanya menjadi kegiatan akademis di bidang pengkajian Islam?

Apakah betul bahwa tasawuf merupakan salah-satu faktor dari kemunduran umat muslim karena dalam ajarannya menyampingkan unsur-unsur rasionalitas? Ataukah benar bahwa gerakan tasawuf ini mendorong setiap individu melepaskan diri alih-alih “tidak peduli” terhadap problem sosial? Apakah benar bahwa tasawuf itu bidah? Terakhir, lantas apa perbedaan antara tasawuf dengan aliran kebatinan?

Dari keseluruhan pertanyaan di atas maka MATAN Provinsi Maluku menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema “Reposisi Gerakan Tasawuf di Era Milenial”.

Dijelaskan, kata “reposisi” dalam tema itu digunakan untuk menjelaskan bahwa substansi ajaran/gerakan tasawuf baik dalam pemahaman dan aplikasinya harus ditempatkan sesuai pada tempatnya. Jika tasawuf tidak ditempatkan sesuai pada tempatnya (“di-reposisikan”), maka yang terjadi adalah pemahaman yang “keliru” terhadap tasawuf itu sendiri.

“Dalam kesempatan ini kami mengajak,  mari bergabung dalam diskusi dan buka puasa bersama MATAN Provinsi Maluku. Semoga, hasil diskusi ini nantinya dapat memberi pemahaman yang komprehensif terkait gerakan tasawuf di masa depan,” ajaknya (BB-DIO)