Penurunan Pendapatan Capai Angka 50 Persen

BERITABETA.COM, Ambon – Komisariat Daerah (Komda) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Regio  Maluku-Maluku Utara meminta Menteri Perhubungan (Menhub) RI untuk kembali memaksimalkan pelayanan penerbangan ke Bandara Karel Sadsuitubun Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara.

Permintaan ini disampaikan menyusul terhentinya pelayanan penerbangan yang dilakukan dua maskapai penerbangan masing-masing, Maskapai Sriwijaya Air di akhir tahun 2018 dan kemudian menyusul Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia dalam daftar pelayanan penerbangan dengan tujuan Bandara Karel Sadsuitubun Langgur, beberapa waktu lalu.

“Kami minta Kementerian Perhubungan dapat melakukan evaluasi soal hal ini. Sebab, akses transportasi lewat udara sangat membantu akselerasi pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat, khususny  di daerah dengan kondisi geografis yang berbentuk kepulauan seperti Maluku,” tandas Ketua Komda PMKRI Regio Maluku Maluku Utara, Petrus Emanuel Temorubun kepada beritabeta.com melalui siaran persnya yang diterima, Senin (9/9/2019).

Menurut Temorubun, dengan hengkangnya Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia dari rute penerbangan ke Langgur, tentunya sangat berpengaruh terhadap kelancaran transportasi udara dari dan ke Kabupaten Maluku Tenggaran dan Kota Tual.

“Tranportasi udara ini sudah menjadi sebuah kebutuhan vital bagi masyarakat.  Dimana keberadaannya sangat memperlancar pergerakan masyarakat serta barang dan jasa untuk menjangkau ke seluruh pelosok tanah air dengan cepat. Makanya kami berharap Menhub bisa melihat akan hal ini,” tandasnya.

Selain itu, kata dia, penarikan armada Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia juga berimbas kepada pendapatan yang diperoleh pihak pengelola Bandara Karel Sadsuitubun Langgur.

Sebelumnya, telah diberitakan, penarikan armada Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia dari Bandara Karel Sadsuitubun Langgur murni merupakan keputusan manajemen Perusahaan Garuda Indonesia. Hal ini berlaku pula pada beberapa bandara di Indonesia.

Kepala Bandara Karel Sadsuitubun Langgur, Anwar Hamid juga  mengungkapkan pihaknya belum memahami alasannya.

“Kalau Garuda ini saya baru terima surat bahwa mereka itu terkait manajemen. Jadi penarikan maskapai Garuda ini bukan hanya di daerah ini. Ada sejumlah daerah juga yang mengalami hal yang sama. Terkait dengan teknik ke dalam kita tidak tahu,” ungkap Hamid, pekan lalu.

Akibat penarikan armanda ini diakui, sangat berdampak pada omzet yang diperoleh Bandara Langgur. Kata Hamid, berkurangnya omzet pendapatan sangat berpengaruh pada operasional dan pembayaran gaji para pegawai bandara.

“Pendapatan PNPP disini kalau target satu bulan harus sampai Rp. 200 juta per bulan. Kalau kita tidak mencapai itu maka kita kesulitan untuk membayar honor para petugas,”bebernya.

Hamid bahkan mengaku, penurunan pendapatan yang dialami pihaknya mencapai 45 persen, atau sekitar  50-60 juta rupiah.

“Situasi ini semakin berat karena sebelumnya pada akhir tahun 2018 lalu Maskapai Sriwijaya Air juga menarik armadanya dari Bandara Karel Sadsuitubun,” akuinya.

Olehnya itu, saat ini pendapatan bandara dari pemasukan maskapai penerbangan, hanya  menyisakan dari maskapai penerbangan Wings Air.  Sedangkan, untuk Maskapai Susi Air tidak berlaku karena  bersifat subsidi. “Sat ini, kita terpaksa harus membayar gaji para pegawai dengan mengandalkan biaya sewa tanah dari pertamina yang berjumlah Rp. 300 juta per tahun,”akuinya.

Dalam 2 tahun ini pendapatan di Bandara Karel Sadsuitubun Langgur sangat terpuruk. Sebab, pertama Sriwijaya Air telah angkat kaki pada akhir tahun 2018 akhir. Dan di tahun 2019 ini Garuda Indonesia juga  angkat kaki.

“Saya bersyukur karena tadi Pertamina menghubungi kita, mereka akan membayar sewa tanah tahun ini sebesar 300 juta,” tutur Hamid (BB-DIO)