Tahun ini, tradisi mudik tidak semulus tahun-tahun sebelumnya. Wabah coronavirus disease (Covid-19) yang melanda dunia termasuk Indonesia, telah merubah semua yang sebelumnya terjadi.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan status darurat internasional akibat meningkatnya jumlah yang tewas akibat virus ini dan sebagai pandemik.  Pandemi adalah sebuah epidemik yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua, dan umumnya menjangkiti banyak orang.

Lembaga kesehatan masyarakat Amerika Serikat, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), menyebutkan bahwa penyakit akibat sebuah virus sebagai pandemic apabila virus tersebut bisa menginfeksi orang dengan mudah dan menyebar dari orang ke orang dengan cara yang efissien dan berkelanjutan di berbagai wilayah. Sehingga yang ditakutkan saat ini dari Covid-19 ini adalah tingkat penyebarannya yang begitu cepat dengan model  penyebaran yang tidak mudah terdeteksi.

Beberapa cara penularan virus sudah sering dikumandangkan diberbagai media seperti kontak dengan benda yang sudah terjamah oleh si pembawa virus, tidak menjaga kebersihan, tidak menerapkan etika batuk dan bersin, dan terjadi interaksi  dengan banyak orang di suatu kerumunan atau perkumpulan orang ataupun tidak mengisolasi diri ketika baru kembali  dari wilayah pandemic.

WHO maupun pemerintah sendiri telah menyampaikan berbagai himbauan sebagai antisipasi penyebaran virus corona tersebut. Social distancing (pembatasan social) dan physical distancing (pembatasan interaksi  fisik) atau yang lebih dikenal dengan #jagajarak menjadi salah satu imbauan pemerintah untuk memerangi dan memutuskan rantai penyebaran corona.

Salah satu imbas dari pemberlakuan Social distancing dan physical distancing adalah tentang larangan mudik. Jika mudik dalam kondisi normal saja tak mudah untuk dikendalikan. Kita bisa membayangkan bagaimana mengendalikan pergerakan pemudik dalam jumlah yang besar di masa pademi COVID-19.

Ketika ada pernyataan “boleh mudik asal tidak membawa virus”, realistiskah? Atau ada garansi? Mengingat 10 juta atau 20 juta orang pemudik merupakan jumlah yang sangat banyak.

Apalagi belakangan ramai dikabarkan beberapa kasus pasien positif Covid-19 tanpa gejala klinis atau asimtomatik.  Meskipun protokol kesehatan telah dilakukan pada orang yang baru datang pun  tidak menjamin virus tidak akan meyebar.

Pemerintah memang telah menetapkan bahwa pemudik yang berasal dari daerah paling rentan atau zona merah COVID-19 akan berstatus ODP (Orang Dalam Pantauan), sehingga setibanya di kampung halaman maka diwajibkan untuk menjalani karantina selama 14 hari. Itupun tidak menjamin bahwa ODP akan mematuhi aturan tersebut.