Oleh : Abdul Samad Arey  (Pemerhati Masalah Politik)

BABAK baru kepemimpinan di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) sebentar lagi akan berganti. Suhu politik jelang Pilkada Serentak 9 Desember 2020, sudah terasa begitu menyengat di ruang publik.

Para buzzer,  tim sukses sudah saling beradu argumen, membuly, menyindir  dan juga menjual para kandidatnya. FAHAM, ADIL dan NINA RAMAH, tiga jargon pasangan ini tidak pernah hilang dari sorotan netizen di SBT.

Fenomena ini bisa kita saksikan pada media sosial facebook. Facebook memang  menjadi medan pertempuran udara yang sangat sengit. Bahkan banyak juga yang sudah sesumbar mengklaim kemenangan di babak awal ini.

Inilah yang membuat Pilkada SBT menjadi menarik untuk disimak, dari Pilkada di tiga kabupaten lainnya di Maluku. Selain berubahnya formasi kekuatan politik, juga tampilnya tokoh-tokoh politik yang menjadi dalang di pesta demokrasi lima tahunan ini.

Sebenarnya, jika kita mengamati secara seksama berdasarkan pengalaman pada momentum yang sama untuk mengukur perilaku politik pemilih di SBT, maka bacaan kita pastinya akan sampai pada satu kesimpulan, bahwa Pilkada SBT masih akan tetap berlangsung dalam banyang-bayang pengaruh figuritas, ketimbang pengaruh partai politik.

Statemen ini memang butuh pembuktian kembali secara ilmiah, namun dinamika yang terjadi selama ini, tidak bisa dipungkiri pengaruh figuritas itu sangat terasa dan mengemuka.

Saya memberi satu indikator bahwa bayang-banyak figuritas itu masih kuat di Pilkada SBT, adalah lolosnya pasangan di jalur independent Rohani Vanath – Ramli  Mahu (NINA RAMAH). Pasangan ini, tidak hadir begitu saja. Pasangan ini lolos di jalur terjal dan berliku karena pengaruh sosok Abdullah Vanath.

Mantan Bupati SBT dua periode ini, harus diakui masih menjadi ‘magnet’ dalam setiap momentum politik lokal di SBT. Apa sebabnya, dugaannya  legacy (warisan) kepemimpinan selama dua periode menjadi alasan terbentuknya figuritas yang kuat di tengah publik SBT. Lagi-lagi ini hanyalah pendapat pribadi, namun faktanya demikian adanya.

Tentu, Pilkada SBT tidak akan sepanas saat ini, bila Abdullah Vanath memilih absen menjadi coach (pelatih) untuk NINA RAMAH. Pastinya, tensi politik SBT tidak terlalu menarik perhatian, karena pertarungan hanya mengandalkan rivalitas parpol bukan figuritas.

Dinamika ini memang tidak bisa dilepaspisahkan dari historis demokrasi lokal di kabupaten itu. SBT sejak lahir  dan menggelar suksesi pertama sudah  terjadi rivalitas antar figur yang kuat.

Duel Abdullah Vanath – Mukti Keliobas adalah dua kubu yang selama ini menjadi tontonan menarik. Keduanya,  ibarat air dan minyak, karena  tidak pernah akur atau berkoalisi.

Sketsa pertarungan dengan dominasi rivalitas inilah yang membuat menarik Pilkada SBT untuk disimak. Saat ini keduanya kembali tampil, meskipun Abdullah Vanath tidak lagi menjadi lakon utama, namun perannya menjadi coach,  cukup  menambah sengitnya pertarungan di Pilkada SBT mendatang.

Di lain sisi, tampilnya Mukti Keliobas sebagai calon incumbent yang memilih berpisah dengan mantan wakilnya Fachri Husni Alkatiri juga menjadi sebuah perubahan kekuatan politik  yang cukup menarik untuk disimak.

Keduanya adalah pemenang di Pilkada SBT tahun 2015 dengan perolehan suara 36.959  atau   54,33%. Tampil dengan jargon MUFAKAT, pasangan ini berhasil mengalahkan rival mereka SUS-GOO (Sitti Umuria Suruwaky-Sjaifuddin Goo) yang hanya mengantongi jumlah suara 31.062 atau 45,67%.

Kini Mukti Keliobas sudah mengandeng Idris Rumalutur dengan mengusung jargon ADIL, sedangkan  Fachri Husni Alkatiri juga memilih Arobi Kelian sebagai pasangannya dengan mengusung jargon FAHAM.

Melihat terbentuknya formasi baru di Pilkada SBT ini, tentu yang menarik untuk disimak adalah, bagaimana kekuatan Mukti Keliobas tanpa Fachri Husni Alkatiri? Atau sebaliknya, bagaimana kekuatan Fachri Husni Alkatiri tanpa Mukti Keliobas?

Selanjutnya, apakah kekuatan elektoral Idris Rumalutur sebanding dengan Fachri Husni Alkatiri untuk bisa mengantarkan pasangan ADIL kembali mendulang kemenangan di Pilkada 2020?

Tentu, ini tidak sebanding, Fachri Husni Alkatiri punya jam terbang,  sudah teruji dengan dua kali tampil menjadi wakil SBT di DPRD Maluku dan tampil sebagai wakil bupati, sementara Idrus Rumalutur, merupakan pemain baru di ranah ini.

Begitupun juga, apakah kekuatan elektoral Arobi Kelian setara dengan Mukti Keliobas agar  FAHAM bisa mendulang kemenangan di Pilkada mendatang? Elektoral Arobi Kelian tidak secemerlang Mukti Keliobas, selain menjadi tokoh adat, Bupati SBT ini juga memiliki basis massa yang mengakar.

Menyimak peta tersebut, sungguh sukar untuk mengklaim kemenangan dini bagi kedua paslon ini, karena perubahan formasi kekutan yang terjadi, menjadi pelik untuk dianalisa secara matematis. Meskipun yang harus diukur adalah elektoral pasangan bukan person, namun perbandingan ini tak akan jauh berbeda  hasilnya untuk dijadikan pijakan.

Mukti Keliobas tentunya harus all out merajut kekuatan di Dapil 3 yang menjadi basisnya, karena pertarungan di Pilkada 2020, popularitasnya, tentu  tidak sebanding lagi dengan penampilan perdananya di Pilkada 2015. Di Pilkada 2015, Mukti Keliobas menjadi satu-satunya tokoh yang diidolakan bahkan dirindukan, setelah satu dekade harus bersabar menunggu.

Ekspektasi pemilih kepada sosok yang akrab disapa Jou ini cukup tinggi saat itu. Bagaimana dengan Pilkada 2020 nanti? Jawaban dari pertanyaan ini adalah kepemimpinannya selama 5 tahun ini. Apakah memuaskan atau tidak, disitulah menjadi penentu seberapa besar Mukti Keliobas masih dicintai atau diinginkan rakyat SBT.

Lalu bagimana dengan FAHAM? Pasangan yang diusung koalisi jumbo parpol ini, harus diakui, meraka tampil diapit dua kekuatan besar figuritas dan basis. Kekuatan elektoral Fachri Husni Alkatiri tentunya tidak sekuat dulu saat tampil berasma MUFAKAT, karena harus berhadapan dengan kekuatan Rohani Vanath yang di-back-up suaminya Abdullah Vanath.

Pertarungan FAHAM dan NINA RAMAH akan lebih sengit di medan perang dapil 1 (Werinama, Siwalalat, Bula, Bula Barat dan Teluk Waru).Dilain sisi, wakilnya Arobi Kelian harus mati-matian bertarung di dapil 3 yang selama ini dikenal sebagai lumbung suara Mukti Keliobas.

Paslon FAHAM bisa tampil sebagai pemenang di Pilkada SBT, bila tujuh parpol yang mengusung pasangan ini, mampu mengembalikan perolehan suara di Pemilu 2019 dalam Pilkada SBT mendatang.

Artinya mesin tunjuh Parpol ini tidak boleh mati, harus bekerja keras selama tiga bulan kedepan untuk memastikan hasil Pemilu 2019 simetris dengan hasil Pilkada SBT Desember 2020.

Tapi, jika menyimak  pengalaman pesta demokrasi lokal di Maluku dan dinamika  yang terjadi sampai detik ini di SBT, hampir bisa dipastikan pengaruh mesin Parpol terhadap hasil Pilkada SBT mendatang, tidak akan simetris dengan hasil Pemilu 2019 lalu.

Alasannya sederhana, jika mesin parpol-parpol itu digarakkan dengan maksimal untuk mempertahankan image-nya sebagai manget atau satu-satunya kendaraan politik, maka mimpi paslon NINA RAMAH untuk melaju ke pentas Pilkada SBT tidak pernah akan terjadi. Sebab, 10 persen dukungan  dari DPT SBT yang didulang NINA RAMAH, sesungguhnya adalah pemilih yang meloloskan para wakil rakyat yang mewakili parpol –parpol  di DPRD SBT itu juga.

Kondisi inilah yang pernah menjadi kesimpulan dari sebuah survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Universitas Nasional Australia (ANU) di Mei 2019 menjelang Pilpres 2019 silam. Kedua lembaga ini menyimpulkan hasil survei-nya bahwa sebagian besar pemilih merasa sangat tidak terikat pada partai politik.

Fenomena inilah yang disebut oleh para ilmuwan politik “identifikasi partai,” yakni proporsi pemilih yang mengungkapkan identifikasi pribadi dengan suatu partai hanya mencapai 12 persen. Artinya,  ketokohan dapat menarik kesetiaan partisan yang kuat, karena politik menjadi lebih personal, pemilih bebas menentukan pilihan di hari H nanti.

Disinilah peran ‘hantu’ bernama figuritas itu mendapatkan ruangnya. Sebagian besar pemilih SBT masih akan tertarik oleh magnet besar banyang-banyang figuritas para tokoh yang memiliki pengaruh.

Sisanya adalah pengaruh kekuatan kader parpol yang duduk di legislatif. Sejauh mana para wakil rakyat ini dapat membuat gerbong sesuai rekomendasi parpol? Inilah dinamika yang kita hadapi saat ini. Apalagi rakyat SBT sudah melek akan eksistensi dan kebijakan yang dihasilkan dari kekuasaan selama ini. Seperti apa hasil Pilkada SBT mendatang?  Kita lihat saja nanti (***)