BERITABETA, Ambon – Polimik seputar hasil seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Provinsi Maluku, terus menggelinding dan menjadi konsumsi publik.

Pro dan kontrak tentang kebijakan pemerintah pusat (Pempus) terkait metode dan keberpihakan Pempus pada seleksi CPNS tahun 2018 ini, dianggap cukup merugikan daerah Maluku.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah, Partai Bulan Bintang (DPW PBB) Maluku M. Saleh Wattiheluw. SE, MM kepada beritabeta.com, Kamis (08/11/2018).

Saleh mangatakan, rasa prihatin terhadap kondisi yang terjadi. Sebab, hasil yang dicapai saat ini, tak lain merupakan sebuah keteledoran dari jajaran pemda di Maluku.

“Prihatin kita dengan kondisi yang terjadi. Rasanya menjadi anak Maluku tidak memiliki arti apa-apa, ketika harus mengikuti kebijakan-kebijkan Nasional yang terkait dengan hak-hak warga negara,”ungkapnya.

Mantan anggota DPRD Maluku ini mangatakan,  seleksi CPNS tahun tahun 2018,  harusnya dipandang sebagai salah satu objek bagi anak-anak bangsa dan menjadi harapan masa depan setiap warga negera.

Hak-hak itu dijamin dalam  UUD 1945, bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan yang  layak dan  juga diatur dalam UU maupun peraturan lain.

Dia juga mengkriti kebijakan Pempus dengan menetapkan metode passing grade secara menyeluruh itu. Dalam semangat era otonomi yang begini luas,  harusnya Pempus mampu menterjahmahkan kebijakan yang dikeluarkan  secara proporsinal sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan suatu daerah.

“Saya pikir memang tidak adil. Kita diberikan kuota CPNS, tapi kemudian harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan secara nasional terkait hasil yang harus dicapai,”pungkasnya.

Menurutnya ada beberapa indikator yang harus menjadi alat ukur dan dipertimbangkan  Pempus lebih jauh. Pertama,  secara nasional, kemajuan tingkat pendidikan di Provinsi Maluku, tentunya sangat jauh kelasnya jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di bagian barat Indonesia. Kedua, kebutuhan akan pegawai di Maluku masih cukup tinggi, maka harusnya Maluku diberikan perlakuan khusus dalam proses seleksi itu.

“Kan banyak alat ukur untuk melihat itu. Secara kualitas pendidikan, pastinya kita jauh dibawah daerah lain. Contohnya, dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) saja, kita berada di urutan ke-34, dari jumlah 34 provinsi.  Passing grade boleh dipergunakan tapi harus menggunakan pendekatan kewilayaan, misalnya untuk wilayah timur standarnya harus berbeda,”tandasnya.

Dari hasil yang diperoleh saat ini, kata Saleh, untuk kota Ambon yang menjadi pusat pemerintahan di daerah ini saja, sudah sangat menohok.

“Kelulusan CPNS Tahun 2018 hanya 20 dari calon 2259 yang ikut tes untuk Kota Ambon, bagimana dengan kabupaten/kota yang lain?,” tanya Wattiheluw.

Seleh juga mempertanyakan soal kewenangan pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota dan pihak legislatifnya.

“Apakah kita tidak memperjuangkan atau melakukuan nego dengan Pempus?, jika Provinsi Papua yang menjadi  tetangga kita bisa menolak sistim seleksi CPNS secara online, mengapa  Maluku tidak bisa,” tanya Saleh.

Atas kondisi yang terjadi, Saleh menilai  Provinsi Maluku selalu terlambat dalam merespon kepentingan anak bangsa asal daerah ini.  Padahal, terhadap soal ini, mestinya DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota,  sebagai lembagai politik jangan tinggal diam.

“Ini  saatnya kita bicara dengan Pempus. Karena memang kita butuh porsi lebih, agar kendala yang kita hadapi dapat terjawab,” terangnya. (BB-DIO)