Sengketa Pilkada Malut Dibawa Ke DKPP
BERITABETA, Ternate – Pasangan Calon (Paslon) Gubernur/Wakil Gubernur Maluku Utara (Malut), Ahmad Hidayat Mus/Rivai Umar (AHM/Rivai) akan membawa kasus KPU Malut ke DKPP, menyusul ditolaknya rekomendasi Bawaslu Malut terkait diskualifikasi terhadap paslon AGK/YA.
“Paslon AHM/Rivai siap menempuh langkah hukum berikutnya ke PTUN dan DKPP, karena kami meyakini pergantian jabatan yang dilakukan itu untuk mendukung kemenangan petahana,” kata Cawagub Malut, Rivai Umar dalam siaran pers yang diterima Antara, Sabtu (10/11/2018)
Menurut dia, saat ini Abdul Gani Kasuba (AGK) yang juga petahana diduga sengaja memobilisasi pimpinan SKPD dengan membagi bagikan uang di wilayah PSU, bahkan sampai menyalahgunakan kewenangan melalui bantuan kepada masyarakat dalam bentuk program.
“Sudah jelas kalau paslon Abdul Gani Kasuba/Al Yasin Ali (AGK/YA) melakukan pelanggaran administrasi pilkada dengan menggantikan pejabat di Pemprov Malut selama mengikuti calon gubernur,” katanya.
Rivai Umar menyatakan, langkah KPU mengabaikan rekomendasi Bawaslu sangat bertentangan dengan undang-undang nomor 10 tahun 2016. KPU tugasnya hanya melakukan pencermatan yakni mengajukan langkah-langkah berupa konsultasi, meminta, mengajukan permohonan kepada Mendagri dan meminta pendapat ahli, tapi anehnya hanya berdasarkan itu KPU Maluku Utara berkesimpulan AGK tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi .
“KPU seharusnya melakukan eksekusi atas rekomendasi Bawaslu, karena hukumnya sah dan mengikat, tetapi ini keputusan yang aneh dan tidak masuk akal,” ujar mantan Rektor Universitas Khairun Ternate tersebut.
Dia menambahkan, pleno KPU Malut yang digelar di Jakarta ada yang janggal, karena dalam pleno tersebut KPU Maluku Utara tidak bisa menunjukkan atau menghadirkan surat izin dari Kementrian Dalam Negeri dalam rangka pergantian jabatan.
Bahkan, saat Bawaslu minta klarifikasi terhadap Kepala BKD Malut dan Kemendagri terkait ijin persetujuan Memdagri tidak sampai batas waktu yang ditentukan Pemprov Malut tidak mampu membuktikan , tapi anehnya ketika KPU menyurat Kemendagri tiba-tiba surat persetujuan dikeluarkan setelah PSU Pilkada Malut pada tanggal 5 November 2018.
Sementara itu, Ketua KPU Malut Syahrani Somadayo mengatakan, pleno mengabaikan putusan Bawaslu usai melakukan klarifikasi ke Kementerian Dalam Negeri dan melakukan konsultasi dengan ahli hukum administrasi negara, ahli kepemiluan serta melaporkan hasil tindak lanjut rekomendasi Bawaslu kepada KPU RI.
“Hasil klarifikasi yang telah dilakukan itu, Abdul Gani Kasuba tidak terbukti melakukan pelanggaran atas pasal 71 ayat 2 UU Pilkada no 10 Tahun 2016 tentang larangan petahana melakukan penggantian jabatan dalam kurun waktu enam bulan terhitung sejak penetapan paslon hingga masa akhir jabatannya,” katanya. (BB-DIO)