BERITABETA.COM, Ambon – Kepemilikan senjata api (senpi) yang digunakan  Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, masih menyimpan misteri, terutama soal sumber uang untuk pembelian ratusan pucuk senpi itu.

Senapan modern yang digunaan Egianus Kogoya dan anak buah dalam membantai belasan pekerja Trans-Papua dan prajurit TNI juga Brimob terus diperdebatkan. Dari mana asalnya?

Polda Papua mengaku kesulitan mengadang pasokan senjata ke kelompok tersebut. Faktor kerasnya alam menjadi hambatan utama. Namun asal puluhan bahkan ratusan senpi itu dapat dideteksi berasal dari Filipina dan Ambon.

Kepastian ini disampaikan Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol A.M. Kamal. Ia menuturkan, senjata KKB itu diperoleh dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari luar negeri seperti Filipina, dan dalam negeri seperti Ambon.

”Kalau dari lokal itu senjata itu biasanya bekas daerah konflik,” kata Kamal.

Kamal juga menuturkan senjata-senjata itu bisa berada di tangan pemberontak karena ada banyak jalur tikus di Papua. Karena itu polri berusaha keras untuk menyekatnya dengan patroli berkala. ”Tapi, yang menjadi masalah adalah kondisi geografis dan kerasnya alam Papua,” paparnya.

Lautan luas dengan kondisi alam hutan pegunungan membuat KKB mudah menyelundupkan senjata. Dia menuturkan, dana yang dimiliki KKB untuk mendatangkan senjata-senjata itu juga belum diketahui asalnya. ”Kalau nanti tertangkap pasti bisa diketahui,” paparnya.

Terkait  asal senpi modern ini, bisa dibenarkan berasal dari Ambon. Pasalnya,  pada konflik horizontal yang melanda  Ambon, Maluku, pasca 1998, ada ratusan senjata rampasan dari konflik yang hilang dari gudang asrama Markas Brimob. Namun, jumlahnya tidak dapat dipastikan.

Terkait penyelamatan dan evakuasi lima pekerja yang belum ditemukan, Kamal mengatakan, bahwa operasi pencarian masih berlangsung. ”Kemungkinan tiga orang dieksekusi dan dua lainnya memisahkan diri dari kelompok yang telah ditemukan,” paparnya.

Sementara itu, Pengamat militer sekaligus Mantan Wakasad Letjen (Purn) Kiki Syahnakri menuturkan, penyekatan pasokan senjata itu hanya salah satu cara, namun harus dilakukan upaya terpadu.

“Saat ini masalah utamanya adalah ketidakadilan sosial di Papua. Ini yang memicu munculnya KKSB,” tuturnya.

Karena itu, penyekatan itu dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan keadilan sosial terhadap masyarakat Papua. Dengan begitu, hati rakyat Papua bisa direbut kembali. ”Bila dihadapi secara militer, tentunya penyekatan juga secara otomatis masuk dalam tugas itu,” terangnya.

Dia juga mengusulkan penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga. Namun, bukan berasal dari asing atau luar negeri. Pihak ketiga ini bisa dari kelompok lokal seperti dewan gereja dan organisasi adat di Papua. ”Mereka yang menengahi, jangan asing. Sebab, kita mengetahui ada campur tangan asing dalam kejadian di Papua,” urainya.

Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah mencontoh perundingan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). KKB di Papua bisa membentuk partai lokal sebagai bagian dari upaya memperbaiki ketidakadilan sosial di Papua. (BB-JPN)

Sumber: JawaPos.com