Teror KKSB dan Sepak Terjang Egianus Kogoya di Distrik Rawan Papua
BERITABETA, Jakarta – Tewasnya puluhan pekerja di Kali Yigi dan Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua, pada Minggu (2/12/2018) membuat syok banyak pihak.Bagaimana tidak, pembantaian jutru dilakukan terhadap para pekerja proyek yang sedang membantu pembangunan Papua.
Hingga kini, jumlah korban masih simpang siur. Awalnya ada yang menyebut 31 orang terbunuh, namun berdasarkan klarifikasi terakhir, delapan orang yang dikabarkan tewas setelah dijemput paksa para pelaku ternyata masih selamat.
Misteri tewasnya puluhan pekerja proyek ini mulai terungkap satu per satu. TNI memastikan dalang dibalik insiden ini adalah Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB) pimpinan Egianus Kogoya. Siapa Egianus Kogoya?
KKSB sebenarnya adalah sebutan pemerintah Indonesia untuk faksi militer gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pihak OPM punya nama sendiri untuk mereka, yakni Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). TPNPB dibentuk pada 26 Maret 1973, setelah Proklamasi Kemerdekaan Papua Barat 1 Juli 1971.
Pembentukan TPNPB berdasarkan Konstitusi Sementara Republik Papua Barat yang ditetapkan 1971 pada Bab V bagian Pertahanan dan Keamanan. Sejak 2012 Goliath Tabuni diangkat menjadi Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat.
Beberapa komandan regional mereka yang terkenal pada era sebelumnya adalah Mathias Wenda untuk wilayah II (Jayapura – Wamena), Kelly Kwalik untuk Nemangkawi (Kabupaten Fakfak), Tadeus Yogi (Kabupaten Paniai), Bernardus Mawen untuk wilayah Maroke, dll.
Kelly Kwalik sendiri ditembak dan terbunuh pada 16 Desember 2009. Saat ini Egianus Kogoya mengomandani para pemberontak di kawasan Kabupaten Nduga dan sekitarnya.
Kapendam XVII/Cendrawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi, mengatakan, pembunuhan puluhan pekerja dilakukan KKSB pimpinan Egianus Kogoya. Bukan pertama kali dia menjadi dalang aksi teror di Papua.
Egianus merupakan aktor di balik penculikan 15 guru dan sejumlah tenaga kesehatan di Mapenduma. Mereka disandera selama 14 hari mulai tanggal 3 Oktober hingga 17 Oktober 2018. Bahkan ada yang diperkosa. “Iya betul, kita indentifikasi itu (Egianus Kogoya). Dia yang melakukan penganiayaan di Mapenduma,” ucap Aidi di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Aidi menuturkan, baik Distrik Mapenduma maupun Distrik Yigi itu berdekatan, yang juga merupakan daerah terisolasi. Mereka pun telah menjadikan basis pergerakan mereka.
“Dengan adanya pembangunan jalan yang membuka isolasi tersebut, mungkin mereka merasa terusik dengan kehadiran TNI yang ada di tempat tersebut. Sehingga mereka melakukan aksi-aksi (teror),” pungkasnya.
Sebelumnya, Aidi menjelaskan, pemicu kejadian pembunuhan tersebut, karena diduga mendapati para pekerja sedang merekam dan menyaksikan KKSB, yang sedang memperingati Hari Ulang Tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang jatuh pada 1 Desember.
“Informasi awal salah satu pemicu kejadiannya ini, pada 2 Desember hari Minggu, mereka melaksanakan upacara ulang tahun yang mereka deklarasi sebagai hari kemerdekaannya. Kemudian ada pekerja jalan yang ikut nonton dan ikut mengambil gambar dari kejadian itu. Sehingga mereka marah, mereka membantai seluruh pekerja yang ada disana,” ucap Aidi.
Dia mengindikasikan, kegiatan tersebut tak mau terpublikasi keluar. Apalagi sampai diketahui aparat keamanan. “Sehingga dia berpikiran semua pekerja disitu membocorkan kegiatan mereka, lantas mereka bantai semuanya,” ungkap perwira Kopassus ini.
Dibekali Senjata Api Ilegal
KKSB pimpinan Egianus Kogoya dibekali dengan sejumlah senjata api ilegal. “Ya senjata api. Kita punya data bahwa mereka memang memiliki senjata api. Jumlahnya secara pasti kita belum tahu. Itu yang belum kita dapatkan informasi berapa kekuatannya dan senjatanya apa saja. Hanya data awal saja, bahwa emang ada di antara mereka itu membawa atau ada kepemilikan senjata secara ilegal,” ungkap Aidi.
Dari data intelijen senjata yang dimiliki kelompok tersebut, ada yang berasal dari rampasan TNI-Polri dan ada yang diduga berasal dari luar negeri.
“Senjata standar militer dan jumlahnya puluhan. Kan standar militer, standar NATO. Sebagian senjata api itu diambil dari hasil rampasan terhadap TNI-Polri di pos-pos. Sebagian juga yang selama ini berhasil kita sita, senjatanya ada saat kontak tembak, ada yang indeks TNI, Polri, ada juga yang bukan indeks TNI-Polri. Artinya berasal dari luar,” ungkap Aidi.
Meski demikian, TNI tak bisa memastikan asal senjata yang berasal dari luar. Hanya diketahui asal pabrikan saja.
“Asal dari senjata ini kita tidak bisa pastikan dari negara mana, dari daerah mana datangnya. Kalau pabrikannya kita ketahui. Beberapa pabrik senjata di dunia misalnya ada dibuat dari Prancis, Amerika, Rusia, termasuk buatan Pindad sendiri. Tidak semua negara memiliki produksi senjata, tapi semua negara memiliki angkatan bersenjata. Jadi bisa dari mana saja itu senjata-senjata itu,” tandas Aidi. (BB-DIO)