BERITABETA.COM, Sofifi – Masalah keberadaan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara notabenenya di Sofifi sudah tertunda selama 22 tahun. Untuk menyelesaikan problem itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tengah berupaya memantapkan draf regulasi Peraturan Pemerintah (PP) tentang kawasan khusus Sofifi tersebut.

Sebelumnya, telah disepakati sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat celah untuk membentuk kawasan khusus. Sebab, persoalan Ibu Kota Maluku Utara, tidak dapat diselesaikan dengan membentuk daerah otonomi baru atau DOB.

Bertaliian dengan itu Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat melawat ke Sofifi, Ibukota Provinsi Maluku Utara, Selasa (22/6/2021) memastikan, draf PP yang sebelumnya telah berada di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) itu, akan kembali disempurnakan dengan pemantapan soal pembangunan di kawasan khusus yang telah ditetapkan.

“Regulasinya sudah kita susun dalam bentuk draf Peraturan Pemerintah, PP-nya sudah kita sampaikan. Nah ini dari Mensesneg meminta yang pertama adalah regulasinya dimantapkan, dasar hukumnya. Yang kedua adalah komitmen dari Kementerian/Lembaga sebaiknya dirapatkan lagi,” kata Mendagri dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Percepatan Infrastruktur Provinsi Maluku Utara, di Aula Nuku Kantor Gubernur provinsi Maluku Utara, Selasa (22/06/2021).

Sekedar diingat, Maluku Utara telah dibentuk menjadi provinsi tersendiri, setelah terpisah dari Provinsi Maluku tahun 1999, melalui UU Nomor 46 Tahun 1999 yang ditetapkan pada 4 Oktober 1999. Pasca berdiri secara otonom kurang lebih 22 tahun, permasalahan Ibu Kota Maluku Utara yang ditetapkan di Sofifi hingga kini belum selesai.

Padahal, Sofifi dinilai sebagai jalan tengah ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Malut, di antara Ternate dan Tidore, yang terletak di pulau besar, Halmahera.

Namun setelah bertahun-tahun, msalah ibu kota tak pernah pindah ke Sofifi. Pembangunan sejumlah infrastruktur pun pernah dilakukan, seperti kantor, kantor gubernur, pengadilan, korem, hingga perumahan, namun akhirnya terbengkalai.

Selain itu, para ASN pun kurang optimal dalam melaksanakan tugasnya karena masih menetap di Ternate dan Tidore akibat ketidaksiapan sarana dan prasarana.

“Regulasinya sudah kita susun dalam bentuk draf peraturan pemerintah. PP-nya sudah kita sampaikan, dirapatkan antar K/L, ada 2 memang yang harus dikerjakan setelah ada kesepakatan itu, yang pertama adalah membuat regulasi tentang kawasan khusus. Yang kedua mempercepat pembangunan kawasan khusus itu, supaya sesuai arahan Bapak Presiden bisa operasional betul,” jelasnya.

Draf Peraturan Pemerintah soal Kawasan Khusus disusun menyusul adanya Perintah Presiden Joko Widodo kepada Mendagri Muhammad Tito Karnavian untuk menyelesaikan persoalan Ibu Kota Maluku Utara yang tertunda selama 22 tahun.

Hal ini juga didukung dengan adanya kesepakatan antara para pemangku kepentingan, termasuk Gubernur Maluku Utara, Wali Kota Tidore Kepulauan, Bupati Halmahera Barat, dan Sultan Tidore, untuk menyelesaikan persolan tersebut.

Nantinya, lanjut Mendagri, wilayah Administrasi Kawasan Khusus Ibu Kota Provinsi Maluku Utara akan memiliki luas sekitar 1.460,13 KM², mencakup sebagian wilayah Kota Tidore Kepulauan, yang terdiri dari Kecamatan Oba Utara dan Kecamatan Oba Tengah, serta sebagian wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang terdiri dari Kecamatan Jailolo Selatan.

“Itu meliputi 3 kecamatan, dimana 2 kecamatan yang masuk Kota Tidore Kepulauan, dan 1 Kota masuk Kabupaten Halmahera Barat,” sebutnya. (*/BB-RED)