BERITABETA.COM – Para ilmuwan sudah memberikan istilah baru terhadap perilaku kecanduan gadget yang mereka sebut screen dependency disorder (gangguan ketergantungan terhadap layar gadget), atau SDD.

Gadget seolah tak bisa dilepaskan dari kehidupan anak-anak yang lahir di zaman milenial, begitupun mereka yang masih di bawah umur 12 tahun. Padahal, potensi ponsel merusak otak anak bisa terjadi jika anak dibiarkan terlalu lama menatap layar gadget tersebut.

Sebuah penelitian terbaru menemukan, 30% anak di bawah usia 6 bulan sudah mengalami paparan gadget secara rutin dengan rata-rata 60 menit per hari. Di usia 2 tahun, 9 dari 10 anak mendapat paparan gadget yang lebih tinggi dan berpotensi membuat mereka mengalami SDD.

Penelitian ini mengumpulkan data dampak dari anak yang terlalu sering bermain gadget, paparan layar ponsel merusak otak anak. Hingga berakibat pada tumbuh kembang otaknya.

Studi ini juga menunjukkan, SDD membuat otak anak menyusut, hingga memegaruhi kemampuan mengatur rencana, organisir dan lain-lain. Selain anak, remaja dan orang dewasa juga menghadapi dampak negatif dari paparan gadget yang berlebihan. Namun, karena otak anak masih berkembang, maka dampaknya lebih buruk bagi mereka.

Kasus ini pernah dilaporkan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat yang menyatakan bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun ini, mulai melakukan perawatan pasien anak yang mengalami gangguan kejiwaan. Berdasarkan catatan medis hasil pemeriksaan, diketahui gangguan jiwa yang kini memapar kelompok anak dipicu oleh penggunaan gadget.

Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Elly Marliyani, menjelaskan meski belum mengetahui angka pasti kunjungan pasien anak ke rumah sakit untuk diperiksa kejiwaannya, tapi hal tersebut harus diantisipasi.

Elly mengatakan bahwa potensi gangguan jiwa terhadap anak akibat penggunaan gawai berlebih kemungkinan meningkat.  Menurut prevalensi yang ada, satu dari 10 orang mengalami orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Biasanya ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) maupun ODMK dialami remaja yang masuk umur 15 tahun.

“Dengan perkembangan zaman seperti sekarang terdapat anak kecil yang bahkan sudah dimasukkan ke rumah sakit jiwa,” kata Elly dalam rangkaian peringatan Hari Kesehatan Jiwa Dunia, Bandung, Sabtu, 12 Oktober 2019 seperti dikutip Liputan6.com

Elly, menerangkan, rentang usia anak yang dibawa oleh orangtuanya untuk direhabilitasi ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat akibat kecanduan gawai berada di kisaran lima sampai delapan tahun. Perkiraan potensi gangguan kejiwaan terus meningkat ini, didasari oleh temuan pasien di kelompok usia anak tersebut.

Anak pengguna gawai tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal ini, karena menurut Elly hampir seluruh orangtua sekarang sudah banyak yang memberikan gawai kepada anak. Pemberian ini dilakukan awalnya agar anak bisa bermain tanpa mengganggu kegiatan orangtua dan sayangnya penggunaan ini kemudian membuat anak menjadi kecanduan.  Apa yang bisa dilakukan?

1. Memberi Teladan Pada Anak

Untuk mencegah anak mengalami SDD dan dampak buruk lainnya dari penggunaan gadget yang berlebihan, orangtua harus mau memberi teladan. Saat bersama anak, taruh gadget Anda dan berinteraksilah dengan anak tanpa gangguan gadget.

Interaksi anak dengan orang dewasa bisa mengasah kemampuan anak dalam berkomunikasi, etika sosial hingga memahami ekspresi wajah dan isyarat non verbal lainnya. Anak tidak akan menguasai semua kemampuan ini jika menghabiskan waktu terlalu lama di depan layar gadget.

2. Jadwal Penggunaan Gadget Sesuai Usia Anak

Berikut ini pedoman pemberian waktu bermain gadget pada anak sesuai usianya, berdasarkan rekomendasi dari American Academy of Pediatrics.

Orangtua harus ingat, bahwa kecerdasan si kecil bukan ditentukan dari bagaimana pintarnya dia dalam menggunakan gadget atau ponsel Anda. Namun, dari cara dia berpikir dan mengatur waktu bermain dengan gadget sendiri.

Sebenarnya, gadget juga bisa menjadi alat belajar yang baik bagi anak. Asal diarahkan dengan benar, dan tentu saja tidak berlebihan dalam menggunakannya, hingga membuat anak malas bermain dengan teman atau bahkan enggan mengerjakan PR.

Kebijakan orangtua dalam menerapkan aturan penggunaan gadget pada anak menjadi faktor terpenting. Maksimalkan dampak positif gadget pada anak, dan minimalkan dampak buruknya. (BB-DIO)