BERITABETA.COM, Ambon – Fenomena matinya ribuan ikan di sejumlah lokasi di Pulau Ambon hingga kini belum diketahui penyebabnya. Sebanyak 11 institusi resmi yang melakukan kajian dan penelitian terkait fenomena ini, akhirnya menerbitkan policy brief (rinkasan kebijakan).

Policy brief  juga tercantum empat poin rekomendasi lima poin hasil kajian yang dibahas 11 institusi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Kantor LIPI Ambon, Kamis (19/9/2019).

Ke-11 institusi ini masing-masing, Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Ambon, Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Maluku (BKIPM) Maluku, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku, LokaPengelolaan Sumberdaya Pesisir dan laut (PSPL) Sorong, Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Ambon.

Selanjutnya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Unpatti –Ambon, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Gugus Pulau Tujuh, DKP Kota Ambon, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Maluku, BMKG Maluku dan Polda Maluku.

Hasil ini telah disampaikan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon yang penyerahannya langsung dilakukan  perwakilan 11 instutusi dipimpian oleh Plt. Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Ambon, Dr. Nugroho Dwi Hananto kepada Sekretaris Kota (Sekot) Ambon, Anthony Gustaf Latuheru,  Jumat (20/9/2019).

Dalam policy brief yang  juga diterima beritabeta.com, Sabtu (21/9/2019) itu,  11 institusi yang menggelar FGD juga menyampaikan 4 poin rekomendasi antaranya adalah:   

  1. Ikan hidup yang ada di area kejadian tidak mengandung bahan berbahaya, sehingga aman untuk di konsumsi. Namun untuk ikan yang ditemukan sudah mati jangan dikonsumsi, sebaiknya dimusnakah dengan cara dikubur atau dibakar.
  2. Diperlukan upaya edukasi kebencanaan kepada masyarakat baik dalam bentuk sosialisasi secara langsung maupun menggunakan media public seperti penyebaran leaflet/pamflet. Hal ini penting untuk dilaksanakan agar masyrakat jangan muda terpancing dan cepat panik dengan berita yang belum teruji kebenarannya (hoax). Tentang adanya kejadian gempa bumi dan tsunami yang didahului dengan pristiwa kematian ikan secara massal.
  3. Untuk peningkatan kemampuan identifikasi racun/toksin pada fenomena ini, perlu diadakan instrumen/alat laboratorium untuk uji toksisitas.
  4. Inisiasi terbentuknya konsorsium riset kelautan Maluku sehingga lebih memudahkan koordinasi lintas sektor dan melakukan penelitian secara terpadu.

Empat poin rekomendasi yang dihasilkan 11 institusi ini disampaikan berdasarkan lima poin hasil kajian dan penelitian yang ditemukan dan juga  dibahas bersama dalam FGD. Kelima poin hasil kajian itu masing-masing:

  1. Ikan yang ditemukan mati secara massal adalah jenis ikan karang (demersal) sebanyak 23 jenis. Dengan jenis ikan yang dominan adalah kuli pasir dan ikan tatu. Habitat dari ikan ini adalah didaerah terumbu karang.
  2. Berdasarkan analisa organoleptic, isi lambung dan insang ikan tidak ditemukan fitoplankton beracun peyebab HABs (harmful algae blooms).
  3. Berdasarkan aspek kajian kualitas air: Aspek biologi meliputi, fitoplankton tidak ditemukan fitoplakton beracun penyebab HABs (harmful algae blooms) ;aspek kimia meliputi nutrisi (nitrat,fosfat dan amoniak) dan aspek fisika oseanografi (suhu, salinitas,klorofil-a) pada sampel air tidak ditemukan adanya anomaly.
  4. Hasil identifikasi laboratorium terhadap pasir atau sedimen berwarna keunguan adalah biota laut jenis gastropoda (moluska) yang berukuran kecil (mikroskopis dan makroskopis).
  5. Berdasarkan rujukan ilmiah tidak ada kejadian gempa bumi dan tsunami yang didahului dengan peristiwa kematian ikan secara massal, sehingga fenomena tersebut tidak dapat dijadikan indicator (precursor) akan terjadinya peristiwa gempa bumi dana tau tsunami.

Policy brief bernomor B-809/IPK.3/IF/IX/2019 ini juga dijelaskan fenomena  matinya ribuan ikan  terjadi pada tanggal 13 -16 September 2019 di pesisir Pulau Ambon dan sekitarnya, dan lokasi yang diketahui meliputi  15 lokasi pantai. Antaranya, di pantai Desa Rutong, Leihari, Hukurila,Latuhalat,Seri, Airlow, Suli, Waai, Passo, Tulehu, Tengah-tengah, Oma, Haruku, Rohmoni, dan Pulau Pombo. (BB-DIO)